MEMORIES 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sepanjang perjalanan tiba-tiba hujan turun. Agan memaksa terus melanjutkan karena hujan tidak begitu deras. Mengejar waktu juga, supaya ritualnya bisa dicegah.

"Pak ...."

"Git, aku rasa sudah waktunya kita kembali lagi murni sahabatan. Aku pengen kamu nggak panggil aku 'pak' lagi. Terutama saat kita di luar kantor dan bukan berada di situasi formal." Agan merasa sudah cukup sekat itu berdiri di antara dia dan Inggit.

"Tapi nggak enak sama karyawan lain. Nanti dikiranya saya godain anak CEO perusahaan." Inggit menolak permintaan Agan.

Sekarang saja bisik-bisik di antara karyawan masih sering membicarakannya. Kedekatan mereka membuat banyak karyawan iri, bahkan sempat berpikir buruk kalau Inggit ada apa-apa sama Agan. Dasar netizen maha benar, ya. Dijelasin macam gimana juga mereka tidak peduli. Untungnya Inggit lebih banyak waktu untuk pekerjaan daripada mendengarkan gosip.

"Orang kurang kerjaan yang punya pikiran kayak gitu." Agan masih fokus menyetir di tengah gerimis yang mulai deras lagi.

"Pak, eh, Gan, lokasinya masih jauh, ya?" Tidak susah sebenarnya kembali lagi ke situasi pertemanan yang pernah mereka lewati. Soal panggilan misalnya, lama-lama kurang enak kalau yang dulunya teman sekolah harus bersikap formal terus. Bahkan saat tidak ada orang lain di sekitar mereka. Inggit sepaham lagi dengan Agan.

"Kita ikuti denah yang di kasih Mama, aja. Aku kira nggak akan lama lagi, kok." Agan harus fokus dengan konsentrasi penuh, karena kondisi jalan sangat licin akibat air hujan.

Suasana lengang kembali menengahi, Inggit mulai mengantuk. Semalam dia hampir tidak tidur sama sekali, matanya terpejam tetapi otaknya terus bekerja. Di lengannya tersemat tasbih untuk menangkal apa pun yang ingin mengganggunya.

"Kalau ngantuk tidur aja, Git. Nanti aku bangunkan kalau sudah sampai." Tanpa sadar tangan Agan terulur, menepuk pelan ujung kepala Inggit. Hanya sempat dua kali dan dia kembali tersadar, lalu menarik kembali tangannya.

Untuk sesaat Inggit tertegun dengan perlakuan Agan barusan. Dulu hal itu akan jadi biasa saja, tetapi sekarang semua terasa berbeda. Ada kalanya Inggit tidak menggubris tindakan Agan itu spesial. Namun, tak jarang di satu moment, perlakuan Agan terhadapnya memang berasa lebih dari biasa.

"Kepala kamu itu kecil, otak kamu juga menyesuaikan." Agan melirik Inggit lalu pandangan kembali fokus ke depan.

"Apa maksudnya itu?" tanya Inggit dengan wajah merengut. Bibirnya maju dan alisnya bertaut.

Melihat itu Agan malah terbahak, hingga mobil berbelok ke rest area. Mereka butuh makan, waktu sudah lewat setengah jam dari tengah hari.

"Sorry ... sorry. I'm really sorry, Inggit. Cuma bercanda. Saya tahu kamu tadi berpikir macam-macam dan membuat diri kamu nggak nyaman. Ingat, kita sahabat!" Kalau kamu belum menikah, aku ingin lebih dari itu. Agan hanya bisa melanjutkan kalimat itu dalam hati.

"Siapa yang mikir macam-macam?"

"Oke, kamu nggak mikir macam-macam. Sekarang kita makan dulu, aku yakin mereka juga sedang kelaparan."

Inggit mengangguk, kantuknya hilang karena celotehan tidak jelasnya Agan. Sekarang perutnya protes tepat waktu. Agan menyadari itu, dia mendekat pada Inggit dan membisikkan sesuatu.

"Sabar ya naga di perutnya Inggit, sebentar lagi kita makan."

Inggit mencubit pinggang Agan. Sontak Agan mengaduh dan membuat orang di sekitar mereka iri. Adegan seperti tadi bisa diasumsikan macam-macam, dan Inggit tidak mau itu. Dia perempuan bersuami yang sedang memperjuangkan rumah tangganya.

Melihat waktu yang terus berjalan membuat Inggit cemas. Sempatkah dia mencegah Anjas melakukan semua ritual itu? Inggit masih setengah tidak percaya soal guna-guna. Dia malah sempat under estimated kalau sebenarnya Anjas sendiri memang ingin mengikuti Bu Ageng.

"Sudah makannya? Perlu beli sesuatu atau ke toilet dulu?" Agan tahu Inggit cemas. Menurut Lisa, ritual akan dilakukan setelah waktu Asar. Sebelum itu biasanya mereka hanya jalan-jalan dan Bu Ageng akan membeli beberapa barang yang disukainya. Lebih tepatnya buang-buang waktu dan memanfaatkan uang kliennya.

"Tadi udah ke toilet, kok. Kita langsung berangkat aja, ya? Sholat juga sudah." Inggit beranjak dari tempatnya duduk. Tampak sekali pikirannya tidak tenang.

"Git, kan kita sudah sholat. Seharusnya hati dan pikiran kamu lebih tenang. Jangan khawatir, ya?"

Inggit mengangguk, ucapan Agan ada benarnya juga. Dia harus tenang untuk menghindari tindakan ceroboh. Kali ini mereka sudah dekat dan akan berhadapan dengan hal yang tak bisa ditebak.

***

Mereka sudah sampai di lokasi. Pemandangan laut terbentang luas sejauh mata memandang. Kalau boleh jujur, Inggit tidak pernah suka laut, bukannya takut air. Hanya pada semua tempat yang menyuguhkan lebih banyak air daripada daratan. Termasuk kolam renang. Jadi, jangan pernah mengajak Inggit berwisata ke pantai, danau, dan saudara-saudaranya.

Tangan Inggit saling meremas. Ingin sekali dia minta pulang saat itu juga. Tetapi dia harus bertahan, demi kelangsungan rumah tangga dan menyelamatkan Anjas.

"Git, aku tahu ini sulit. Semua hal yang akan kita hadapi nanti dekat dengan laut. Kamu nggak apa-apa?" Agan masih ingat ketakutan terbesar Inggit. Oleh sebab itu dia bersikeras supaya tindakan pencegahan ini Inggit tidak sendirian.

"Mau gimana lagi, Gan? Namanya laut ya, tetep aja laut." Inggit harus bisa, jangan menyerah gara-gara air laut. Toh, mereka tidak akan berenang ke tengah laut.

Sudah hampir waktunya, Agan melihat Inggit, memastikan dia siap untuk bertindak. Inggit memakai tasbih kecil sebagai gelang. Bibirnya tak henti mengucap nama besar-Nya. Agan juga melakukan yang sama di dalam hati. Ustadz Soleh menitipkan beberapa hal pada Agan. Di sendiri harus melindungi dirinya dan Inggit sekaligus.

Dari tempat Agan memarkir mobil, ada jalan setapak bebatuan yang tiap pinggirnya tumbuh rumput liar gersang. Matahari tidak tinggi lagi. Ada beberapa bangunan terbengkalai sebelum sampai ke pantai yang terlindung batu karang.

Pintar sekali anak buah Bu Ageng mencari tempat yang jarang didatangi orang. Dan itu berlangsung selama bertahun-tahun.

"Kita awasi dulu dari sini. Biasanya Bu Ageng tidak bawa anak buah sama sekali pas ritual kayak gini. Hanya dia dan kliennya."

Inggit mengikuti langkah Agan sambil sesekali menoleh ke belakang. Untung tadi dia sempat ganti baju dan sepatu. Akan sangat merepotkan, pakai baju kerja dan sepatu high heels.

Ternyata apa yang Lisa katakan benar. Kemungkinan besar mertuanya Inggit juga melakukan ritual di sini. Yang jadi lain, sekarang Anjas sendirian. Hanya berdua bersama Bu Ageng.

"Git, aku minta maaf kalau nanti aku mengambil gambar dan video untuk bukti. Setelah kita selamatkan Anjas."

Inggit mengangguk, sepertinya dia hanya perlu waspada. Meskipun baru sedikit, Inggit masih ingat jurus taekwondo yang didapatnya waktu sekolah. Hari ini jurus itu akan berguna.

Beberapa gambar dan video berhasil disimpan. Semua seperti wajar dan tidak ada yang aneh, sampai saat Anjas selesai mandi, dia melepas baju atasnya. Bu Ageng memberi intruksi untuk mengucapkan sesuatu, entah apa, karena kurang jelas dari tempat mereka mengawasi.

Bu Ageng mendekati Anjas yang sudah bertelanjang dada. Tindakan Bu Ageng berikutnya membuat dua orang di sana berkerut. Apa-apaan ini? Menurut Lisa, ritual hanya mandi dan melarung pakaian untuk membuang sial dan sebagai tolak balak. Tidak ada lanjutannya. Tetapi kenapa Anjas ada ritual tambahan dan tindakannya sudah mendekati perbuatan tidak senonoh.

Muncul bara amarah dari dalam diri Inggit. Suaminya sedang berusaha dirayu peremouan setengaj baya yang tidak tahu malu. Bu Ageng sudah melepas jilbab dan akan melepas lapisan berikutnya.

Agan menahan napas, hal ini tidak bisa dibiarkan. Ponsel diamankan ke dalam kantongnya. Semua dokumentasi tersimpan. Agan bergegas keluar dari persembunyian diikuti Inggit yang sudah ingin menghantam Ageng Prawira.

***

Aduh, tahan emosinya, ya. Perlu bantuan buat nabokin, gak? Gemes juga ngetiknya.
😁

Alhamdulillah, bisa update. Kali ini nggak bisa ikut event lagi, nih. Naskahnya tetap saya tulis sampai tamat.

Silakan tinggalkan vote dan saran kalian, ya. Akan sangat berharga banget buatku.

Jangan lupa baca ceritaku yang lain, ya. Seiring nanti akan saya revisi.pelan-pelan.

Salam sehat dan selamat membaca. Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro