MEMORIES 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Anjas pulang terlambat, jarang sekali Inggit pulang dengan kondisi rumah kosong.

"Ibu gimana, Mas? Sehat, kan?" tanya Inggit, lebih sekadar basa-basi. Belum lama mereka bertemu di sekolah Anjas dengan situasi yang tidak baik.

"Sehat. Git, besok aku ke Jogja, ya? Nggak enak kemarin udah batalin mendadak."

Kening Inggit berkerut. Ke Jogja? Begitu mendadak dan tidak dibicarakan dulu.

"Jogja? Ada keperluan apa, mendadak sekali?" Tangannya yang sedang mencuci peralatan masak seketika terhenti.

Aneh! Semua ini aneh, otak Inggit berpikir keras mencari clue apa yang terjadi. Anjas tidak seperti biasanya, dari cara bicara sampai matanya yang selalu menghindari tatapan Inggit.

Inggit ingat pesan yang dikirim suaminya suang tadi. Anjas mampir ke rumah Tanti. Lalu, tadi ada orang mengirim air tiga botol, katanya dari Tanti juga. Apa mungkin karena air doa itu Anjas jadi aneh?

Inggit mundur, menjauh dari Anjas. Suaminya mulai membicarakan soal Bu Ageng yang begitu baik pada keluarganya. Bisnis toko bangunan Barjo yang sukses, hingga dua anak yang bisa bersekolah tinggi. Semua berkat campur tangan Ageng Prawira.

Anjas seperti jadi orang lain, waktunya ibadah juga ditunda-tunda. Inggit gusar menghadapi situasi yang belum pernah dihadapi sebelumnya. Antara percaya dan tidak, Anjas berbalik 180°. Awalnya mati-matian menentang Bu Ageng, sekarang jadi mengagung-agungkan seolah dia sangat berjasa.

"Git, nanti transfer ke aku tiga juta, ya. Gajiku belum keluar."

Belum kelar kaget dan bingungnya perubahan Anjas, sekarang dengan seenaknya suaminya itu minta transfer. Serius, dia bukan Anjas, Inggit yakin pria di depannya ini dalam pengaruh sesuatu. Guna-guna? Hipnotis? Gendam?

Tanpa menjawab permintaan Anjas, Inggit masuk ke kamar dan menghubungi Agan. Suara bergetar dan terdengar panik, membuat Agan cemas bukan main.

"Git, dengerin aku, pahami dan lakukan segera! Kasih Anjas minum air yang sudah kamu doain tadi. Untuk sementara itu dulu, aku sudah pesan air ruqyah dari Ustaz Soleh, sebentar lagi datang. Jelas?" Suara Agan yang tenang dan tegas, membuat Inggit patuh dan lebih tenang untuk menghadapi kondisi apa pun.

Dia keluar dari kamar, melihat Anjas sedang melihat ponselnya. Soal uang yang diminta Anjas bukan persoalan, tetapi dia merasa tidak rela kalau uang itu akan dinikmati Ageng Prawira.

"Mas, minum dulu. Soal uang nanti aku ke ATM dulu, ya." Dengan begini diharapkan Anjas bisa menunggu lebih lama. Inggit tak henti menyebut nama besar Tuhan, saat Anjas menghabiskan air minum dari tangannya.

Azan Subuh berkumandang dari surau dekat rumah. Biasanya Anjas bangun tidak lama setelah Inggit selesai mandi. Pagi ini Anjas masih terlelap. Inggit menghampiri dan sempat cemas, mungkin suaminya sakit. Diambilnya termometer gun lalu diarahkan pada kening Anjas. Suhunya normal.

"Mas, bangun. Sholat dulu, yuuk! Keburu mataharinya tinggi." Dengan suara lembut Inggit mengguncang pelan punggung suaminya.

Anjas membuka mata, dia terperanjat langsung terduduk. Ekspresinya panik, menengok jam dinding dan langsung masuk ke kamar mandi. Inggit memutuskan menunggu Anjas selesai, dan sholat berjamaah. Tapi kenyataannya lain.

Anjas langsung bersiap-siap, dia beralasan akan sholat di rumah Tanti. Dia khawatir terlambat, karena Bu Ageng akan datang sebelum jam 6 pagi. Tangan Inggit mengepal, kesal dan marah, semua cara dia lakukan untuk mencegah Anjas. Tetapi percuma, suaminya tetap ingin pergi.

***

Kantor masih sepi saat Inggit sampai. Pikirannya kalut, rumah tangga yang baru saja dibangun terancam hancur. Apa jadinya kalau sebuah keluarga sudah tak sejalan visi dan misinya? Perbedaan pendapat antara dia dan Anjas sudah dipengaruhi hal-hal yang tidak bisa diterima akal sehat.

Hilang sudah rasa saling menghargai, terbuka, dan bebas berpendapat. Bahkan hal yang paling krusial, cinta dan kasih sayang terancam juga hilang. Inggit tidak mengerti masih adakah yang tersisa sekarang? Inggit menyembunyikan wajah di kedua lengannya. Kesalnya berubah menjadi tangis.

Isaknya terhenti saat tangan seseorang menyentuh bahunya. Inggit mendongak, mendapati Agan yang menatapnya iba.

"Jangan tatap saya seperti itu, Pak. Saya nggak mau dikasihani." Inggit menghapus air matanya dengan punggung tangan.

"Ikut saya!" Agan menggenggam sebelah tangan Inggit yang bebas. Menariknya untuk mengikuti dia pergi.

"Mau ke mana, Pak?"
Agan diam sambil terus melangkah. Tidak kasar tetapi penuh kelembutan, Agan mengajak Inggit ke rooftop kantor. Inggit tidak pernah tertarik naik ke atas gedung. Untuk hari ini, karena Agan dia terpaksa naik. Hari belum terlalu panas, mereka masih bisa menikmati udara pagi.

Agan yang mengusulkan rooftop diberikan ruang untuk beberapa tanaman penyaring udara, dan tanaman bunga yang menebarkan wangi. Salah satunya melati. Inggit terhipnotis suasana, seharusnya dari lama dia datang ke sini.

"Jam masuk kantor masih lama. Kita bisa habisin waktu dulu di sini. Kopi?" Agan mengulurkan satu botol minuman kopi untuk Inggit.

Inggit menerima minuman kopi yang tutupnya sudah dibuka Agan.

"Anjas ke Jogja." Inggit diam lagi, meneguk kopi dan berjalan perlahan mendekati tanaman melati yang tengah berbunga lebat.

Agan mengekor dengan tatapan matanya. Anjas ke Jogja, itu artinya apa yang dilakukan Inggit tidak mempan. Agan ingin melakukan banyak hal untuk membantu Inggit. Tetapi status mereka menghalangi, karena Inggit sering menolak bantuannya kalau tidak terpaksa sekali.

Seperti sekarang, andai saja mudah jalannya, Agan ingin mengajak Inggit menyusul Anjas. Dia bisa minta alamat ke Lisa. Bagaimanapun juga Lisa pernah melakukan hal yang sama, dia tidak mungkin lupa, meskipun waktu itu juga dalam pengaruh guna-guna.

Sayangnya, status sebagai atasan atau sahabat belum bisa mewakili Agan untuk melakukan semuanya. Tidak dapat dipungkiri, Agan memendam rasa pada Inggit. Soal perasaan ini yang Agan tidak mau sampai jadi masalah. Apalagi Inggit tidak pernah tahu tentang perasaannya.

Langkah kaki menuntut untuk mendekati Inggit. Perempuan di depannya ini sangat sedih dan terluka.

"Apa yang bisa saya lakukan, Git? Anjas ke Jogja, itu artinya air doa dari kamu tidak mempan." Agan melipat kedua lengannya di depan dada. Menahannya di sana supaya tidak khilaf mengelus halusnya rambut Inggit.

"Kali ini saya diam, Pak. Tapi saya tetap akan cari cara untuk mengembalikan Anjas seperti semula. Dengan cara apa pun."

"Termasuk dengan menerima bantuan saya?" sela Agan sambil menatap tajam Inggit yang juga menatapnya.

"Maksudnya?" Inggit segera mengalihkan pandangannya. Dia merasa tidak nyaman ditatap intens seperti itu, apalagi mereka hanya berdua di rooftop.

Ini kesempatan bagi Agan untuk mengambil celah di longgarnya pertahanan hati Inggit.

"Kita susul Anjas dan cegah ritual itu terjadi. Gimana?"

"Tapi kita tidak tahu lokasinya." Inggit meragu kalau merwka nekat menyusul.

"Kamu lupa, mamaku juga korbannya, bisa dipastikan ritual Bu Ageng dilakukan di satu tempat yang sama."

Mata Inggit seketika berubah. Ada sepercik harap di sana. Dari ekspresi Inggit itu, Agan tahu kali ini bantuannya diterima.

"Sekarang kita langsung berangkat. Aku akan minta bantuan Papa, supaya mengijinkan akses cuti kita."

"Serius, tidak masalah kita cuti bersamaan?" Inggit memastikan semuanya tidak ada yang dirugikan, karena dirinya yang bermasalah.

"Serius, nggak apa-apa. Siapa tahu nanti kita dapat bukti dan bisa melaporkan Ageng Prawira ke pihak berwajib."

Inggit setuju hal itu. Orang seperti Ageng Prawira memang harus dilawan dengan jalur hukum. Dengan begitu akan banyak pihak yang tahu dan mungkin akan bermunculan korban-korban yang lain.

***

Ayo, buruan berangkat. Author ikut, boleh?
Ups, jadi kangen gudeg, nih. Jadi gagal fokus.

Alhamdulillah, hari ini update setelah tertunda. Event akan segera berlaku, tapi naskah ini akan tetap tamat. Rules-nya sudah ada di otak sampai tamat.

Kita saling mendoakan semoga sehat semua. Yang isoma tetap semangat, yang kehilangan semoga diberikan kesabaran.

Kita bergandeng tangan online, melawan pandemi ini dengan bahagia dan posthink.

Selamat membaca. Salam sehat selalu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro