MEMORIES 27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ternyata cara berpikir Anjas belum berubah. Dia masih kekanak-kanakan dan cemburu buta. Lelah mendengar argumen Anjas yang terus saja menyalahkan orang lain, sehingga Inggit mengangkat tangan untuk menghentikan ocehan suaminya.

Anjas memang otomatis berhenti bicara, tetapi helaan napas kasarnya membuat Inggit makin menyadari dia butuh waktu sendiri.

"Mas Anjas bisa pulang. Aku ingin tidur." Kalimat pendek yang membuat Anjas tersentil harga dirinya. Anjas hendak membuka mulut lagi tetapi Inggit sudah memejamkan matanya dengan napas teratur.

"Mas, lebih baik kita pulang dulu. Mbak Inggit biar istirahat," sela Nino menengahi. Dan Inggit sangat berterima kasih atas pengertian sepenuh hati dari adik iparnya itu. Dia tampak lebih dewasa dibanding kakaknya. Anjas tak bersuara lagi.

Setelah ada suara pintu tertutup, Inggit membuka matanya. Tangis yang ditahannya tumpah seketika. Seseorang menegang dari balik pintu kamar mendengar isak pilu Inggit. Tangannya terulur hendak membuka pintu, tetapi dicegah oleh larangan kalau perempuan yang menangis sendirian itu adalah istri orang.

"Selamat siang, Pak Agan! Mau jenguk Bu Inggit? Langsung masuk saja, Pak, jam besuk masih berlangsung, kok," sapa seorang perawat, yang dulu pernah merawat Inggit saat dirawat di rumah sakit yang sama.

"Oh iya, saya mau jenguk Inggit, tapi sepertinya dia sedang tidur. Lain waktu saja." Agan gugup, sapaan perawat ini pasti terdengar Inggit dari dalam. Suara tangisannya juga sudah berhenti. Sepertinya tidak mungkin lagi dia pergi tanpa menemui Inggit. Akan muncul pertanyaan nanti, dan dia tidak siap dengan jawabannya.

"Git, boleh saya masuk?" sapa Agan sedikit canggung. Tumben banget rasa itu singgah antara keduanya.

"Boleh, dong! Mumpung masih ada perawat jadi kita nggak cuma berdua, kan." Inggit bersikap biasa saja, meskipun dia tahu Agan sedang tidak nyaman.

"Maaf, Bu. Saya harus cek pasien lain. Kalau tidak nyaman karena kalian hanya berdua, nanti pintunya akan saya biarkan terbuka." Inggit mengangguk setuju dan Agan pun menerima ide itu.

"Kamu, sejak kapan ada di depan pintu?" tanya Inggit sambil berusaha duduk.

"Jangan bangun! Rebahan, aja! Please!" Agan sontak memasang tampang galak karena khawatir. Wajah Inggit masih sangat pucat, kalau memaksa duduk kepalanya mungkin pusing lagi.

Inggit menurut dengan muka cemberut. "Aku pasien kali, Gan. Bukan asisten kamu di kantor," gerutu Inggit.

"Aku sampai setelah Anjas pergi."

Jawaban Anjas membenarkan perkiraan Inggit kalau bosnya itu mendengar dia menangis.

"Aku mau pulang," bisik Inggit mengarah pada dirinya sendiri.

"Apa? Mau pulang? Serius? Wajah pucat dan kondisi badan lemas, sudah mau pulang?"

"Pertanyaannya kayak wawancara karyawan baru, aja. Aku cuma mau pulang dan rehat di rumah."

"Bukan rumah tapi apartemenku." Nada bicara Agan kali ini terdengar ada penegasan di tiap katanya. Seolah-olah dia tidak rela Inggit pulang ke rumah Anjas.

"Sepertinya memang begitu, apartemen jadi tujuanku pulang sekarang. Lagipula Anjas ... dia, mulai mengekangku dengan rasa tidak percayanya." Suara Inggit bergetar. Perlakuan Anjas yang curiga padanya tadi, hampir sama dengan kejadian di hari ulang tahunnya beberapa bulan lalu. Dan itu sangat menyakitkan.

"Sementara waktu lupakan masalah yang terjadi. Fokus pada kesehatan kamu, setelah itu kembali berpikir apa langkah selanjutnya."

Inggit mengangguk, dia seperti tidak punya pilihan. Tidak ada lagi orang yang membantu selain Agan dan keluarganya. Mungkin Nino termasuk di dalamnya. Tetapi sepenuhnya Inggit menyadari, Nino tidak memiliki keberanian untuk membantu karena masih menghormati Anjas sebagai suami Inggit.

***

"Mas, sebaiknya pikirkan lagi keputusan untuk bercerai. Bicarakan dulu secara terbuka sama Mbak Inggit. Aku lihat Mbak Inggit sangat mencintai kamu. Dia sampai drop karena surat gugatan itu." Nino berusaha mengingatkan sebelum semua terlanjur terjadi, dan tidak bisa diperbaiki lagi.

"Aku sangat mencintai Inggit, No. Tetapi aku juga sudah melukai hatinya. Aku masih belum sadar sepenuhnya dari pengaruh obat-obatan itu. Dia berhak bahagia dan mendapatkan laki-laki lebih baik dari aku."

Nino terdiam. Dia tahu Anjas sangat tersiksa dengan kondisinya. Dia tidak ingin Inggit menderita bersamanya. Apalagi dengan semua masalah yang berlapis seperti sekarang. Perilaku Anjas tadi apakah disengaja supaya Inggit mau bercerai dengannya. Nino ikut frustasi, kehidupan rumah tangga kakaknya semacam sinetron saja.

Perjalanan yang macet menambah suasana hati Anjas tambah keruh. Dia merasa keputusannya sudah benar. Inggit berhak menikmati hidup yang lebih baik. Selama ini dia melihat Agan adalah laki-laki yang tepat buat Inggit. Semua hal ada padanya. Cinta yang berusaha disembunyikan Agan, menambah nilai plus dari semua kebaikan yang ada pada dirinya.

Semua proses hukum orangtuanya sebentar lagi akan dilimpahkan ke kejaksaan, itu yang pengacara informasikan beberapa hari lalu. Persidangan sudah di depan mata dan akan jadi perjalanan yang melelahkan. Anjas tetap dengan pendiriannya, melepaskan Inggit demi kebahagiaannya.

Makin hari Anjas makin menjauh, bahkan Inggit kesulitan menjalin komunikasi. Hidup Anjas sangat tidak mudah sekarang. Kasus hukum orangtuanya, kesehatannya dan perpisahan yang mauntidak mau harus terjadi di antara mereka. Sebagai perempuan dan istri, Inggit sudah melakukan banyak hal demi mempertahankan rumah tangganya, tetapi tidak semudah itu. Apalagi dari pihak Anjas bersikukuh ingin berpisah. Tentu saja Inggit tidak bisa menolak, meskipun hati menginginkan mereka bisa kembali bersama lagi. Proses mediasi pun Anjas tidak datang, itu artinya dia sudah harus bisa melupakan harapan, terbangunnya kembali rumah tangga bersama Anjas.

***

Maaf kalau tidak sesuai harapan di part ini. Tidak semua keinginan bisa terpenuhi, kan. Tetapi semoga sesuatu yang terbaik tengah menanti. Amin.

Alhamdulillah, bisa up. Finally. Maaf lagi, kok konsistennya kendur, apalagi jumkatnya dikiiit. Kita berdoa semoga kita sehat selalu, sehingga aku juga bisa terus menulis di sela kegiatan sehari-hari.

Stay safe and healthy. Be happy.😊💪

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro