MEMORIES 29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Wah, Teh Inggit penampilannya lain, euy," sapa Udin yang tak sengaja berpapasan dengannya.

"Kamu ini, Din. Pinter sekali kalau muji orang." Tak urung Inggit tersipu juga mendapat pujian.

"Eh, bener, loh. Hari ini lebih cerah aura kamu. Biasanya kan, nuansa kelam terus warna bajunya." Darma mengiyakan pendapat Udin. Jujur dia senang Inggit lebih ceria dari biasanya.

"Sejak kapan Bang Darma jadi pengamat fashion?" seloroh Inggit sambil menyeruput teh manis hangat bagiannya.

"Sejak sekarang." Darma menoleh sekilas pada Inggit lalu mengeluarkan kotak makan.

"Hari ini sarapan menu apa, Bang?" Darma selalu bawa sarapan ke kantor. Dia bujangan yang hobby masak, tapi nggak suka makan sendirian. Jadilah, tiap pagi dia bawa makanan ke kantor. Divisi marketing tak pernah kelaparan karena ada Chef Darma yang menjaga perut teman sejawatnya selalu kenyang.

Tanpa banyak bicara, Darma membuka kotak makan lumayan besar. Tampilannya benar-benar mengundang suara perut untuk berbunyi, meskipun sudah terisi sebelumnya.

"Oncom? Wah, Bang Darma ini, merusak program dietku." Inggit menyukai oncom sejak pertama kali mencicipi masakan Darma. Dari digoreng biasa sampai dijadikan nasi tutug oncom.

Darma mengeluarkan beberapa sendok supaya bisa langsung dieksekusi masuk perut. Semua tampak menikmati, hingga seseorang masuk dan memanggil Darma untuk menghadap ke kepala divisi marketing.

"Kalian habiskan, saya pergi dulu." Tidak ada yang keberatan menghabiskan makanan seenak itu.

Inggit memastikan semua sudah habis sebelum mencuci tempat makan milik Darma. Dia tertegun saat di pantry, menatap wajahnya di cermin wastafel. Hari ini memang sengaja memakai baju yang berwarna sedikit cerah. Setelah sebelumnya hanya warna hitam, putih, abu-abu, dan kawan-kawannya yang dia pakai.

"Oke, Git, kamu pasti bisa dan tidak mengecewakan," bisik Inggit lirih. Sudah waktunya dia keluar dari zona nyaman. Selama ini hanya bekerja, untuk mewakili divisi menghadiri acara dengan atasan, Inggit selalu melewatkan.

Langkah kaki Inggit memasuki ruang meeting bersama perwakilan divisi lain. Banyak rekan kerja yang memuji penampilannya. Perubahannya hari ini ternyata menyita banyak perhatian. Inggit bersyukur karena hal baik yang menjadi fokus mereka.

Semua datang tepat waktu, mereka tidak bisa membiarkan kesan pertama buruk di hadapan atasan baru. Inggit membuka layar ponsel, kegiatan yang hampir semua orang lakukan dalam ruangan itu. Belum lama membuka akun sosial medianya, seseorang masuk diikuti seorang asisten.

"Selamat siang! Saya harap belum terlambat, ya. Karena di arloji saya tepat jam 12."

Semua peserta rapat langsung menjawab sapaan si bos baru. Inggit yang baru saja memasukkan ponsel ke dalam kantong, menoleh ke arah orang yang akan disapanya. Berkali-kali Inggit mengucek mata, memastikan penglihatannya tidak salah.

"Agan?" Inggit tidak tahu harus senang atau tidak bertemu dengan orang yang beberapa tahun lalu sering membantunya.

Agan yang belum menyadari ada Inggit sebagai salah seorang staf, menyelesaikan semua visi dan misi yang ingun dijalankan nanti. Dia tampak lebih dewasa, profesional, dan tegas. Inggit senang dengan perubahan mantan bosnya itu. Sampai kapan pun Agan akan selalu jadi orang yang berarti dalam hidup Inggit.

Ada beberapa kemungkinan buruk yang sempat terlintas di benak, Agan mungkin sudah membencinya karena pergi begitu saja tanpa kabar. Mungkin saja dia juga sudah memiliki seseorang yang mendampingi hidupnya. Inggit merasa kesulitan memposisikan diri saat bertemu dengan Agan langsung nanti.

"Oke, cukup itu yang ingin saya sampaikan. Setelah ini makan siang akan datang, jadi selamat menikmati. Maaf, saya tidak bisa menemani. Selamat siang!" Tanpa menunggu reaksi semua orang, Agan beranjak meninggalkan ruang rapat. Tetapi saat kaki hendak melewati pintu, Agan menoleh lagi dan mendapati Inggit tengah menatapnya.

Reaksi Agan di luar dugaan. Dia mendekati Inggit dan berbisik tepat di samping telinganya.

"Ikut aku sekarang, atau aku peluk kamu di sini dan akan jadi berita viral di kantor." Agan masih dengan wajah datarnya. Dia melangkah keluar dan memberi isyarat pada asistennya untuk memastikan Inggit menuruti permintaannya.

"Mbak, saya ...."

"Saya tahu. Ayo!" Inggit memotong sebelum makin banyak orang menyadari ada adegan tadi.

"Boleh saya tahu nama Mas?" tanya Inggit di tengah langkah mereka menuju lokasi Agan berada.

"Saya Randy, Mbak."

"Mas Randy sudah lama bekerja dengan Pak Agan?"

"Belum lama, Mbak. Saya direkrut Pak Agan setelah beliau pulang dari Korea. Tetapi saya sudah lama bekerja pada Pak Aryo, ayah beliau."

Inggit mengangguk, sebenarnya dia ingin mengorek lebih dalam soal Agan. Tetapi mereka sudah sampai di ruangan Agan. Letaknya tidak begitu jauh dari divisi marketing.

Randy mengetuk dan langsung membukakan pintu untuk Inggit. Setelah Inggit masuk, Randy pamit keluar ruangan. Dia tahu diri, pembicaraan mereka akan melibatkan soal hati.

***

Aaaiih, dikiit, ya. Maaf, segera aku lanjut lagi, bayar kekurangan hari ini, ya.

Alhamdulillah, apa kabar semuanya? Semoga sehat-sehat dan lancar semua aktivitasnya, ya.

Masih banyak ide adegan untuk cerita ini. Sepertinya lebih dari 30 part. Kita saling mendoakan terus, ya.

Stay safe and healthy. Happy reading.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro