MEMORIES 30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Agan hampir saja tidak bisa menahan diri karena bertemu perempuan yang selama ini dirindukan. Tangan Agan mengepal, dan napasnya memburu, demi memblokir sementara rasa yang buncah ingin keluar. Semua harus tetap terkendali hingga ada kepastian soal status Inggit. Dia masih sendiri atau sudah bersama orang lain.

"Duduk!" titah Agan dengan suara serak.

"Baik, Pak!" titah yang tak bisa ditolak.

"Git, soal panggilan aku ingin kesepakatan kita dulu berlaku lagi." Agan tidak nyaman dengan sikap formal Inggit.

"Pertemuan pertama kali setelah empat tahun, ternyata membuat kita jadi seperti ada sekat. Kamu ke mana aja, sih?"

Kali ini Agan mendekati Inggit lebih intens, dari bahasa tubuh dan tatapannya. Sikap gentleman ini menarik perhatian Inggit.

"Kamu memangnya cariin aku? Kenapa?" tanya Inggit lebih sekadar ingin tahu tentang apa yang dipikirkan Agan tentangnya, dulu dan sekarang.

"Setelah kamu resign, aku pikir kamu tetap di Semarang. Ternyata kamu menghilang entah ke mana. Bahkan nomor kamu juga nggak aktif. Hampir saja aku minta bantuan Papa buat cari kamu."

Inggit sadar Agan bukan orang biasa, apalagi Aryo. Papanya Agan adalah CEO perusahaan yang lumayan besar. Wajar mereka memiliki bodyguard banyak dan tersebar.

"Sampe segitunya? Memangnya ada apa? Aku berpikir waktu itu lebih baik meninggalkan Semarang. Mencari kota baru dan pengalaman baru. Aku berharap kamu mendapatkan jodoh setelah aku pergi."

Agan meraup mukanya kasar. Gemas rasanya mengetahui Inggit masih tidak peka dengan perhatiannya selama ini. Akan tetapi wajar, dulu dia menjaga kesuciannya sebagai istri. Sekarang dia berharap semua akan berjalan sebaliknya.

"Aku cari kamu karena khawatir, Mama bahkan berniat mau sewa detektif."

Tante Lisa mengingatkan Inggit pada sosok ibunya. Dalam hati Inggit sangat ingin bertemu, tetapi kembali dia sadar posisi dan harus move on dari kehidupannya yang dulu. Inggit sudah banyak merepotkan dengan semua masalah dan kesendiriannya. Dengan menjauh setelah mengucapkan terima kasih empat tahun lalu, Inggit berharap semua orang akan bahagia dengan pilihannya.

Namun, kenyataannya tidak berjalan seperti yang dibayangkan Inggit. Tuhan membuat mereka bertemu lagi dalam situasi yang canggung, karena sama-sama sendiri.

"Maaf, Gan. Aku terlalu rapuh dan bingung waktu itu. Kenangan buruk di kota itu membuatku stres dan tidak fokus melakukan apa pun. Makanya aku pergi tanpa memberi kabar siapa pun."

Inggit menunduk, tangannya saling meremas. Sungguh, saat ini dia dalam posisi yang tidak nyaman. Agan adalah baguan dari masa lalu yang mengingatkannya dengan hal buruk yang pernah terjadi.

"Git, apa kamu lebih nyaman kalau aku jauh dari kamu?" Agan melihat sikap Inggit dan memahami situasi. Perempuan di depannya ini luka hatinya belum pulih. Lula itu masih perih, dan karena kehadirannya luka itu kembali robek dan berdarah.

Anehnya, perih yang dirasa bersamaan dengan hadirnya nyaman dan tidak ingin jauh lagi dari sosok sahabat di depannya. Mungkin sekarang akan terbuka kesempatan untuk jalinan lebih dari sahabat. Saat mendengar pertanyaan Agan, sontak Inggit menggelengkan kepalanya.

"Oke, artinya tidak masalah aku melanjutkan kontrak di perusahaan ini. Jadi, mulai hari ini kita akan jadi rekan kerja lagi, ya. Aku akan menunggu kontrak dengan hatimu juga."

Agan keterlaluan. Dia tidak memikirkan kondisi Inggit saat mendengar hal itu. Setelah empat tahun dia kehilangan Anjas, kebahagiaannya, termasuk kehangatan perhatian Agan, kini hangat itu kembali dan ber-metamorfosa.

"Tidak ada yang berubah rupanya," ucap Inggit lirih. Tatapannya beralih kepada pria yang sekarang juga tengah menatapnya.

"Memang tidak ada yang berubah. Aku menjaganya sampai tiba saat ini. Aku serius dan coba pikirkan tentang ini."

***

Perusahaan dalam kondisi sangat baik. Permintaan pasar meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Tak terasa Agan  hampir dua tahun melakoni tugasnya di perusahaan orang lain. Padahal perusahaan Aryo menunggu dirinya untuk mengelola. Semua maklum dengan keinginannya mengejar Inggit, wanita yang dicintai sejak lama. Sebelum terlambat kedua kalinya, kali ini Agan berusaha lebih intens mendekati Inggit.

Inggit sendiri sudah menyadari perasaan Agan padanya. Tetapi tidak mungkin dia hiraukan saat itu. Bahkan saat sudah bercerai, masa idah-nya mengharuskan perempuan harus menunggu hingga waktu yang sudah ditentukan. Lagipula Inggit merasa perlu menyendiri sebelum membuka hatinya kembali. Tidak bisa dipungkiri Agan telah menempati sudut di hatinya, dulu sebagai sahabat. Sekarang Inggit menyerahkan semua pada takdir. Biarlah kali ini Dia Yang Maha Berkehendak, menentukan tanpa harus Inggit berharap sesuatu di awal.

"Hari ini oncom yang saya bawa jumlahnya terbatas. Kalo kamu nggak buru-buru ke meja saya, dua menit lagi oncom akan ludes tanpa sisa." Kalimat Darma menghentikan lamunan Inggit. Aroma oncom goreng menyapa penciumannya.

"Bang Darma bakalan aku diemin tujuh abad kalo sampai oncom beneran ludes." Inggit melesat secepat dia bisa, meninggalkan Darma yang tersenyum dan geleng-geleng kepala.

Darma cukup tahu Inggit seperti apa. Waktu empat tahun cukup baginya mengetahui karakter Inggit.

"Pak Darma, dipanggil Pak Agan di ruangannya," ujar Udin sambil membawa alat pel menuju ruang penyimpanan alat kebersihan.

"Oke, makasih Din." Darma langsung memenuhi panggilan itu. Sebagai karyawan dia mengagumi cara bekerja Agan. Simpel, tidak banyak bicara tetapi bertindak lebih banyak.

***

"Git ... Inggit!" Agan mulai kesal dan mempercepat langkahnya menyusul perempuan di depannya.

Inggit sengaja mengabaikan sedikit panggilan Agan. Terang saja, tadi mereka dilihat banyak karyawan lain, dan Agan dengan santainya mendekati Inggit. Setelah langkah keduanya sampai di lorong tangga karyawan Inggit berhenti. Dia berbalik menunggu Agan yang sedang mengatur napasnya.

"Kamu kenapa, sih? Aku punya salah atau apa?" tanya Agan dengan wajah kelelahan.

Inggit menahan senyumnya melihat ekspresi Agan. Sepertinya beberapa tahun ini pria itu jarang olahraga. Jalan cepat sedikit saja sudah ngos-ngosan.

"Hei, kamu menertawakanku? Memangnya ini lucu?" Agan mulai gusar. Inggit mengabaikan panggilannya dan tidak merasa salah sama sekali. Meskipun mereka belum terjalin ikatan apa pun, dia tetap berstatus sebagai atasan dan bawahan di kantor.

"Maaf, Gan. Kamu nggak nyadar tadi banyak karyawan lihatin kita? Kalau tadi ada komunikasi kita yang sedekat itu, apa kata mereka? Pasti akan jadi sasaran empuk dan gosip segera menyebar." Inggit tetap santai menanggapi kejadian itu. Dia hanya tidak mau jadi pusat perhatian orang. Selama ini tidak banyak yang tahu tentang jati diri dan masa lalunya.

Agan terdiam sejenak, dia lega setelah berbicara dengan Darma tempo hari. Sebagai atasan di kantor, Darma cukup mengenal bawahan di divisinya. Agan memastikan Inggit tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun di kantor. Darma berterus terang tidak mengetahui bagaimana Inggit di luar kantor. Tetapi ada informasi dia selalu pulang ke rumah setelah bekerja, menghabiskan waktu di rumah, bahkan saat akhir minggu sekalipun. Saatnya sudah tiba, dan Agan tidak ingin menunda lagi.

***

Surprise apa yang disiapin Agan, ya?

Alhamdulillah, akhirnya busa update. Maafkan, kemarin" ini ada kendala dari ponsel saya. Wattpad-nya masalah jadi harus saya pindah aplikasinya.

Sebelumnya ada aja drama yang lupa password dan coba buat akun baru. Tetapi bersyukur semua tidak perlu.

So, kita jumpa lagi di sini. Semoga lancar lagi setelah ini. Amin.

Salam sehat dan happy reading.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro