1. RUSAK

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zyan kira sore itu akan aman-aman saja seperti biasanya. Dia akan menghabiskan Kamis sorenya dengan menggenggam tangan Devi. Betapa menyenangkan sensasi berdebar yang menjerat dadanya. Ketegangan yang semakin memuncak karena berhasil memacari Devi. Cewek most wanted dari SMA 1 yang pekan lalu turun jabatan dari Ketua OSIS. Periode yang telah usai, membuat Devi lega. Dia tidak harus berkutat dengan keorganisasian yang menguras jiwa dan raganya.

Namun, ketegangan menyenangkan itu bertransformasi dalam sekian sekon menjadi horor. Tamparan paling nyaring nyaris memecah rahang Zyan. Begitu pula tatapan mata berapi-api yang sarat luka pengkhianatan.

Karina masih gemetar. Dadanya naik turun mengatur napasnya yang sulit dikendalikan. Bibirnya berkedut menahan hujan makian terlontar untuk Zyan.

Dia tidak ingin mempermalukan diri dengan emosi lemah itu. Namun, sakit yang menghantam Karina memberikan dorongan agar cepat bertindak. Tamparan itu menjadi tindakan pertama Karina demi menghempas luka-luka yang semakin menganga.

Desas-desus soal Zyan jalan sama cewek SMA memang sudah lama didengar oleh Karina. Awalnya Karina bungkam dan berharap sekadar bualan belaka. Teman-temannya yang iseng menakuti Rina dan menguji batas kesetiaannya untuk Zyan. Sayangnya, firasat cewek kelahiran November itu kuat juga, berikut bukti-bukti yang disodorkan teman-temannya waktu memergoki Zyan.

Kamis yang disertai sekumpulan awan kelabu itu senada dengan Karina. Hujan air mata yang jatuh di lantai Roxy bersumber dari sulingan emosi Karina.

"Makasih sudah jadi kado terbaik dalam hidup aku, Zyan." Hebat sekali. Karina malah tersenyum. Dia menarik napas dan melirik pedas pada Devi.

Usai berkata itu, perasaan Karina semakin ringan. Dibandingkan dirinya, Devi bukan apa-apanya. Bukan berarti Rina narsis, tetapi dari segi kecantikan, Rina jauh lebih unggul. Devi hanyalah anak kicik yang mudah diperdaya. Kini, lihatlah betapa ciutnya Devi sebagai selingkuhan dari pacar Karina.

"Tungguin aku, Rin."

Zyan balik mengejar. Pergelangan tangan Rina digenggam erat. Zyan merasa harus memberikan penjelasan untuk Rina. Gadis yang menemani sejak mereka SMA.

"Devi cuma sepupu, Rin."

"Sepupu pun boleh dinikahi kok. Asal bukan dari garis bapak. Kamu sama Devi udah cipokan di tempat umum, cocok kok." Dengan santainya, Rina tersenyum mengejek.

Sudah satu jam lamanya Karina membututi di belakang pasangan itu. Menyakitkan bahwa Zyan diam saja saat Devi berulangkali mencuri cium bibir Zyan.

"Rin," desah Zyan panik.

"Jangan rusak dia, Zyan. Inget tahun kemarin."

"KARINA!" bentak Zyan semakin gusar. Dia menoleh ke arah Devi. Cewek itu sudah menangis karena terkejut.

Namun, mana yang lebih sakit hati lagi dibandingkan Karina? Zyan, pacarnya yang mata keranjang. Baru ditinggal setengah tahun kuliah di kota Surabaya, justru dengan mudahnya berpaling.

Karina kalah oleh jarak. Hubungan mereka rusak, terlindas oleh siapa yang selalu ada. Karina rasa, dia harus menyerah tentang hatinya.

Zyan yang naksir dan nembak duluan. Zyan yang justru mati-matian mencari perhatian Karina. Juga, yang mengkhianati dengan keberanian patut diacungi jempol.

"Aku minta maaf, Rin."

"Udah dimaafkan, ya. Sekarang kita fix putus."

"Nggak bisa, Rin. Kita nggak bisa putus." Zyan menggelengkan kepala. Dia tidak terima dengan keputusan sepihak Karina. Memutuskan hubungan dengan Rina merupakan cobaan yang berat baginya.

Lucu. Dia yang selingkuh, dia pula yang tidak rela ditinggalkan Karinaq. Rasanya tidak adil merasakan kehilangan.

"Tapi kamu selingkuh, Zyan. Buat apa aku pertahankan kamu?"

"Kasih aku satu kesempatan lagi, please."

"Jaga aja gundikmu itu."

Karina berbalik. Ingin secepatnya angkat kaki. Namun, kekuatan Karina menyusut drastis. Kepalanya seolah mau meledak di antara riuh suasana mal. Apalagi beberapa pasang mata masih terkunci ke sumber konflik di tengah food court. Mereka tidak lain adalah hiburan dadakan paling menarik dibandingkan pengumuman undian mobil yang diselenggarakan panitia.

"Karina!"

"Kak Zyan, jangan tinggalin aku dong," sergah Devi akhirnya sumbang suara. Remaja itu menggenggam lengan Zyan posesif.

"Lepasin aku, Devi!"

"Nggak!"

Zyan tidak bisa fokus untuk Rina selagi Devi menangis kencang. Bukannya menyeka air mata dan menenangkan gadis 17 tahun, Zyan balas membentak agar diam. Saat dia menoleh ke Rina, hanya punggung yang semakin mengecil terlihat oleh Zyan.

Karina bergegas lari menuruni eskalator. Penyesalan menggelegak dalam dada Zyan.

Dia memang brengsek.

Devi hanyalah pelarian dari kerinduan Zyan. Menjalin hubungan jarak jauh itu berat bagi Zyan. Percobaan untuk menutupi perselingkuhan itu kandas selagi Karina muncul mendadak. Padahal ini bukan musim liburan kampus.

"Bisa diem gak sih? Malu-maluin aja nangis!" Sekali lagi Zyan membentak. Frustasi menjeratnya seiring Devi yang berjongkok sambil menangis semakin keras.

"Kalo Kakak pergi, aku tinggal loncat di tengah kereta yang lewat!" ancam Devi tidak mau kalah.

"Cewek sinting!" Zyan menggertakkan gigi. Bukan mustahil kalau di depan Roxy mal, terdapat rel kereta api. Kerap kali memicu macet penyintas yang hendak berbelok ke Roxy ataupun terus ke arah Lumajang.

"Emangnya kenapa kalo aku sinting? Kan, kakak yang mengubah aku gila."

Zyan mengepalkan tinju. Dia marah besar, tetapi tidak leluasa dengan tindakan Devi.

Ini bukan pertama kalinya Devi bertindak di batas kewajaran. Zyan memang kalah oleh jarak dan waktu, tetapi juga sikap Devi mengendalikan aspek kehidupan Zyan. Kalau Zyan menolak cintanya, Devi bakal bunuh diri.

"Oke, kamu tenang dulu. Kita pulang, ya," ajak Zyan akhirnya mengalah.

Kendati hatinya hancur, akal sehatnya masih bekerja. Dia harus mengantar Devi pulang ke rumahnya dan menjelaskan kondisi gadis itu ke orang tua Devi.

Devi merengek. Namun, ajakan Zyan membuatnya luluh. Dengan cepat, dipeluk pinggang Zyan seolah tidak ingin lepas selamanya. Hal ini membuat Zyan risih dilihat banyak orang. Sebagai gantinya, Zyan melingkarkan sebelah tangannya di pundak Devi. Dia membimbing pacar keduanya segera menghilang dari area mal. Namun, pandangan Zyan menjelajahi segala sudut. Berharap sosok Karina masih ada dalam pandangannya.

Sungguh, dia masih rindu Karina. Sayangnya, pantaskah dia berharap ada kesempatan kedua jika Rina mencampakkan begitu saja?

Dia tahu kesalahannya terlalu besar untuk dimaafkan Rina. Dia tahu diri atas sikap kepengecutannya. Seharusnya sejak awal, Zyan terbuka ada gadis yang mendekatinya. Seharusnya dia menemukan solusi atas hubungan mereka yang kritis. Bukan main terima penembakan Devi. Ujung-ujungnya hubungan gelap mereka semakin tidak sehat seiring labilnya Devi.

Devi yang aneh bagi Zyan. Dia tidak tahu bagaimana cara melepaskan diri. Devi terlalu pandai mengancam dengan segala cara. Zyan yang terlalu pengecut, selalu mengiyakan semua kemauan Devi.

Kini, dia kehilangan Karina demi menjaga Devi.

"Rin, aku akan mencarimu sebentar lagi," tekad Zyan dalam hati dan memalingkan muka.

Devi tetap menempel di sisi Zyan. Sama sekali tidak ingin melepaskan dekapan Zyan. Padahal Zyan hendak mengambil mobil dan menjemput Devi di lobi mal.

"Kak, aku nggak mau pulang ke rumah. Kita ke alun-alun aja."

"Devi," panggil Zyan semakin pasrah.

Dia paham. Devi tidak bisa diganggu gugat lagi. Keinginan Devi harus dituruti. Jika tidak, Devi akan meledak lagi. Menunjukkan betapa besar cintanya untuk Zyan dan melukai fisiknya lebih parah lagi.

Devi, mengalami gangguan kepribadian ambang. Gangguan psikologi yang sulit diterima orang lain. Dia haus perhatian dari orang yang disukainya, tanpa tahu batasan mencintai dengan cara yang benar.

Zyan menyesal telah mengatai Devi sinting tadi. Ditepuk dengan lembut lengan Devi agar gadis itu berhenti merasa terguncang. Namun, dia lebih mengasihani dirinya sendiri yang terjebak di tengah Devi dan Karina.

"Demi apapun. Aku nggak bisa merusak hati siapapun, termasuk kamu, Karina." Batin Zyan bergemuruh lagi.

Pilu karena kehilangan mendalam. Namun, janji tetap janji. Dia harus menjaga Devi agar tidak menggila malam ini.

13 November 2023
12.50 WIB

"Demi apa yaaaa.... Aku lama nggak menulis cerita. 1 cerpen aja nggak sanggup. Kesibukan sebagai tenaga pendidik di suatu sekolah membuatku mabok laporan. Lihat layar laptop, PC dan HP sudah silau disebabkan serbuan dokumen menumpuk untuk dikencani.

Semoga dengan 1 bab ini, bisa masuk feel-nya. Aneh, ya kisahnya? Wkwkwk. Namanya juga udah lama nggak ngebut menulis. Semoga lebih baik lagi di bab selanjutnya.

Biasanya aku menulis itu ada ide dulu. Ada premis dulu, sinopsis dulu dan outline biar enggak rawan bumpet ngelanjutin lagi. Tapi, yawdala... Impulsif aja nulis semengalirnya perasaan aku.

Terima kasih yang berkenan mampir baca dan ngasih bintangnya. See you on next chapter.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro