Chapter 6: Pesanan Berikutnya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Shira, tolong antar pesanan ke alamat ini, ya?"

"Baik, Tante." Shira yang sedang menggosok meja itu bergegas cuci tangan dan langsung menyambar rompi restauran untuk mengantarkan makanan tersebut.

Minggu pertama kerja paruh waktu yang baik-baik saja. Shira sempat khawatir kejadian minggu lalu membuatnya dikomplain oleh pelanggan—Ryuga—karena perdebatan itu. Sepertinya Ryuga memang tipe pria yang bodo amat dan tak mau memperpanjang masalah. Shira cukup bersyukur karena hal itu.

Setelah memasukkan pesanan ke dalam box skuter, Shira memasang helm lalu menaiki skuternya. Menyetel terlebih dahulu alamat pesanan yang tertera di kertas nota di google maps ponselnya. Begitu mengetik alamat itu, kening Shira berkerut.

"Astagfirullah, alamat Ryuga? Lagi?"

Buru-buru gadis itu turun dari skuter dan melepas helm. "Tante, ini alamatnya sudah benar, kan?"

"Iya, itu alamat pelanggan tetap kita." Bu Nur berteriak dari arah dapur restauran.

Shira meneguk salivanya sendiri. Ia baru teringat sesuatu, "Ah, jangan-jangan maksudnya caption itu pesanan ini? Ambil di pesanan berikutnya." Shira mengangguk-angguk.

Kemudian gadis itu menggeleng kepalanya untuk mengusir pikiran ingin berangkat ke rumah Ryuga. Bisa jadi Ryuga ingin balas dendam masalah ledekannya minggu kemarin. Shira masih ingat betapa kesalnya wajah pria itu.

"Aw, aw, aw, Tante!" Shira berakting kesakitan sambil memegangi perutnya, "Sepertinya saya sakit perut."

"Kenapa?" Bu Nur berjalan keluar dapur, "Sakit perut? Kamu belum makan, ya?"

"Udah, agak telat sih, Te. Kayaknya maag saya kumat." Shira akting semakin menjadi-jadi. Ia sampai menekuk lututnya.

"Aduh, gimana ini?" Bu Nur terlihat panik, "Kamu mau ke rumah sakit?"

"Nggak perlu, Te. Istirahat bentar aja, nggak apa-apa? Diminumi air anget sama obat Pereda maag pasti sembuh."

"Ya udah, ya udah. Ayo, ke dalam, Tante buatin susu anget, ya?" Bu Nur membantu Shira berdiri dan menuntunnya masuk ke dalam restauran.

Akting Shira berhasil.

Sementara di depan pintu rumahnya, Ryuga sudah menunggu pesanan makanan halalnya datang. Ia sudah menunggunya hampir lima belas menit setelah makanan terkonfirmasi diantar ke alamatnya. Cuaca memang terlihat panas, tetapi udara peralihan musim kemarau ke musim dingin, membuatnya beberapakali menggosok tangan.

Di saku jaket pria itu terdapat gantungan tas milik Shira.

Mendengar bel pintu utama terdengar, Ryuga langsung beranjak dan membukanya.

"Pesanan dari Restauran Halal RM Padang," ucap kurir makanan tersebut.

Ryuga sempat terdiam melihat bukan kurir terakhir yang mengantar pesanannya. Pria itu urung mengeluarkan gantungan tas di saku.

"Ya. Ini uangnya." Ryuga mengulurkan uang, lalu menerima pesanannya. "Terima kasih."

"Terima kasih sudah memesan di restauran kami. Kami tunggu pesanan berikutnya, saya permisi," ucap kurir itu sembari berpamit.

"Iya, terima kasih."

Sambil menutup pintu dan berjalan ke rumahnya, Ryuga bertanya-tanya, ke mana kurir makanan yang itu? Si Sirius yang aneh. Ah, mungkin bukan jadwalnya mengantar makanan. Pria itu mempercepat langkahnya masuk ke dalam rumah, kemudian meletakkan pesanan di meja.

Pria itu mendekati telepon rumah, kembali memesan. Kali ini, kurir berhijab itu yang akan datang, Ryuga yakin.

Namun, saat makanan datang, ternyata masih kurir yang sama. Tak ingin rencananya membalas Sirius yang aneh itu gagal, Ryuga kembali memesan untuk ketiga kalinya. Namun, tetap diantar kurir yang sama.

"Anda sangat menyukai masakan kami, ya? Anda mendapat salam terima kasih dari pemilik restauran, jika tidak sibuk ditunggu kedatangan Anda ke restauran," ucap kurir tersebut sambil tersenyum.

Ryuga tersenyum tanggung, benaknya sedang bertanya-tanya saat ini. Ke mana kurir Sirius itu?

"Permisi."

"Iya?"

"Maaf, saya boleh bertanya?"

"Boleh, boleh, silakan."

"Kurir berhijab itu masih bekerja di restauran ini?"

"Kurir berhijab? Ah, Shira-ssi?"

"Shira? Namanya Shira?"

Kurir itu mengangguk, "Dia tidak mengantar makanan hari ini."

"Oh, begitu."

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Ah, tidak, tidak. Terima kasih makanananya."

Kurir tersebut mengangguk kemudian pergi dari depan rumah Ryuga. Pria berkulit seputih pangsit itu menghela napas panjang sambil menggigit bibirnya sebentar. Tak lama berdiri di depan pintu rumahnya, Ryuga masuk dengan langkah kecewa karena gagal membalas gadis itu.

ㅎㅎㅎ

Tak bisa beralasan lagi sakit perut, kali ini Shira tidak bisa menghindar untuk menolak mengantarkan pesanan ke rumah Ryuga. Setidaknya ia tidak kehabisan akal untuk menghindar dari superstar itu. Memakai masker wajah, berakting seperti kena flu adalah jalan satu-satunya.

Usai memencet bel rumah Ryuga, Shira mulai berakting. Ah, sebetulnya gadis itu memang berbakat sekali berakting. Kini giliran superstar itu yang akan jadi korban akting pemilik garis wajah yang mungil itu.

"Loh, loh, aduh, aduh..." Tanpa diundang, tiba-tiba sesuatu seperti meremas perutnya. "Ah, aduh, aduh..." Shira mencebik di balik maskernya, "Kebelet puuup, Ya Allah..."

Bersamaan dengan itu, Ryuga muncul. Mau tak mau Shira yang semula menekuk lututnya menahan kebelet itu harus berdiri tegak, menggigit bibirnya. "Pesanan dari Restauran Halal R—M Paaaaa—dang..."

"Ketemu lagi," ucap superstar itu. Ada skenario balas dendam dalam benak Ryuga saat ini, ia ingin gadis di depannya ini mengatakan kata maaf atas olok-olokannya beberapa waktu lalu.

"Iiii—ya..." jawab Shira dengan suara gemetar, ia paling tidak bisa menahan kebelet pup, yang ada di otaknya sekarang hanya ingin bertemu dengan toilet. "Iiii—ni pesss—anan—nyaaa..."

Mendengar suara gemetar Shira, juga melihat dahi gadis itu yang penuh dengan air keringat mengalir, Ryuga mengerutkan kening. Namun, pria itu mencoba untuk bodo amat, bukan urusannya. Yang penting hari ini ia mendapatkan kata maaf dari gadis itu.

"Kau tahu, kau berhutang kata maaf padaku."

"Maaf."

"Hm?" Pria kelahiran Daegu itu terkejut, segampang itu? Pikirnya. Padahal ia belum mengeluarkan senjata untuk mengerjai gadis itu. Ryuga mencoba kembali, "Gara-gara kau, aku jadi bahan olok-olokan member."

"Maaf," sahut Shira kembali dengan cepat.

"Hm?" Tidak seperti ini skenario dalam benak rapper itu. "Sebentar, kenapa kau gampang sekali mengatakan maaf, memangnya kau tahu apa kesalahanmu?"

Shira mengangguk sambil mengatur naik turun napasnya. Gadis itu mencengkeram kuat ujung keresek yang berisi kotak pesanan milik Ryuga yang masih menggantung di tangannya.

"Apa, coba katakan."

"Maaf."

"Iya, katakan apa kesalahanmu?"

"Maaf, aku sudah tidak tahan lagiiiiii!" Tiba-tiba gadis itu menyerahkan kotak pesanan dengan paksa ke Ryuga, kemudian melewati pria itu untuk masuk ke dalam pintu gerbangnya.

"Hei, hei, kau mau ke mana?" Ryuga kontan menyusul Shira.

Di depan pintu dalam Shira berpapasan dengan kakak laki-laki Ryuga, Ryusin. Melihat Shira memegangi perut dengan panik, bertanya keberadaan kamar mandi, Ryusin langsung mempersilakan masuk dan memberi letak kamar mandi.

"Hyung, apa yang kau lakukan?" Ryuga datang dengan protes kakak laki-lakinya membuka pintu dalam sembarangan kepada orang asing. "Aissh!"

"Dia bukan temanmu?"

"Bukan, kau tahu sendiri aku tidak punya teman perempuan!" Ryuga berlari menyusul gadis itu.

Sementara Shira masih berusaha menahan mati-matian agar tidak kebablasan masih berusaha menemukan letak kamar mandi di rumah seluas dengan banyak pintu itu. Gadis itu berlari ke sana ke mari, hingga akhirnya bertemu dengan dapur dan menemukan kamar mandi tak jauh dari ruangan itu.

Shira langsung duduk di atas toilet, panggilan alam akhirnya bisa ia jawab dengan embusan napas melega. Seperti mengeluarkan perasaan dalam yang tertahan sakit di dalam dada, terasa plong pada detik ini.

"Apa kau sudah gila? Keluar!"

Dan baru saja gadis itu mengembuskan napas lega, kini kembali tercekat karena harus menghadapi Ryuga yang sedang menggedor pintu itu.

"Shibal,"—sialan—umpat Shira tidak tahan dengan kesialan yang menimpanya pada detik ini. Tidak peduli, untuk saat ini Shira ingin menuntaskan panggilan alam dulu. Setelah itu, ia hanya perlu kabur saja.

"Shira-ssi! Kau memang gadis gila." Ryuga terus menggedor pintu.

Mendengar namanya disebut, panggilan alam Shira mendadak lenyap. "Kok, dia tahu namaku?"

Tak lagi bisa merasa bodo amat, detik ini Shira menggigit bibir karena merasa takut.

ㅎㅎㅎ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro