Chapter 7: Secarik Kertas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebenarnya tidak ada yang namanya hari sial. Namun, ada yang namanya hari di mana ruang dan waktu mengantarkanmu pada satu rentetan kejadian yang membuatmu ingin menghilang pada detik itu juga.

Seperti apa yang dirasakan Shira, sambil menatap cermin wastafel di kamar mandi rumah Ryuga, gadis itu berharap ingin menghilang pada detik ini. Mungkin jika Ryuga bukan siapa-siapa, bukan seseorang yang dikagumi Shira, tak akan membuat gadis itu malu setengah mati. Bisa-bisanya ia menumpang pup di rumah idol.

Setidaknya jika tidak bisa menghilang pada detik ini, Shira ingin berubah menjadi kecoa terbang agar bisa melarikan diri tanpa harus menemui pemilik rumah.

Tak bisa dibayangkan bagaimana seramnya menghadapi Ryuga, member paling dingin dari semua member Beyond. Jangan, kan, Shira yang tak dikenal Ryuga, para member saja yang sudah lebih dari sepuluh tahun bersama, acap kali takut membuat pemilik mata tajam itu jengkel.

"Ya Allah, hamba tahu bukanlah seorang nabi, tapi bisa nggak sih, hamba dikasih mukjizat bisa berubah jadi kecoa terbang, sekaliiii aja." Saking frustasinya lebih dari dua puluh menit berada di dalam kamar mandi Ryuga, tak berani untuk membuka pintu dan keluar.

Shira mengeluarkan ponsel dari saku rompinya, kemudian menelpon Regi.

"Gi?"

"Kenapa, Shir?"

"Sibuk, nggak?"

"Nggak, sih, lagi longgar. Kenapa? Butuh sesuatu?"

Shira menghela napas panjang sejenak, "Nggak sih, aku cuma pengin tanya."

"Tanya apa?"

"Misal, ya, kamu berada di situasi yang bikin kamu malu setengah mati, apa yang bakal kamu lakuin buat keluar dari situasi tersebut?"

"Hah? Situasi yang bikin malu setengah mati?" Terdengar Regi tertawa, "Kenapa? Lo kebelet berak di rumah pelanggan, ya?"

"Iya."

Jawaban Shira membuat Regi tertawa sampai terbatuk-batuk. Sejak dulu Regi memang sudah tahu kalau temannya itu paling tidak bisa menahan berak. Shira pernah kabur di acara ospek saat senior lagi marah-marah, Shira juga pernah turun dari panggung Al-Banjari acara keagamaan di kampus meninggalkan rebananya. Baru-baru ini, Regi harus menjaga pintu kamar mandi umum menunggu Shira yang kebelet saat perjalanan pulang dari tempat kerja.

Sudah bukan hal yang mengejutkan bagi pria 26 tahun itu mendengar Shira terjebak di situasi yang membuatnya malu setengah mati.

"Minta maaf aja baik-baik."

"Masalahnya..." Shira menggantung kalimatnya, tidak mungkin gadis itu bilang kalau rumah yang ia tumpangi buat pup adalah rumah seorang idol terkenal. Regi bahkan tidak tahu Shira pernah bertemu beberapa kali dengan sang idol, gadis itu tidak pernah cerita kepada siapa pun, kecuali kepada Kiran.

"Masalahnya apa?"

"Masalahnya pemilik rumah kelihatan nggak ramah."

"Ah, gampang, pura-pura aja kesurupan."

"Dih, pura-pura kesurupan?"

"Iya, lo, kan, jago tuh akting. Pura-pura aja ngereog sambil kabur."

"Nggak masuk akal banget habis pup kesurupan."

Regi tertawa lagi, "Ya udah, kalau gitu minta maaf aja baik-baik. Siapa, sih, yang mau nyalahin panggilan alam? Manusia mana coba yang nggak berak, kan?"

Shira mengangguk, "Iya."

"Jangan lupa juga nanti minta maaf sama yang punya restauran, ya, meskipun entar kena marah, lebih baik daripada tahunya dari pelanggan yang komplain, kan?"

"Dipecat, nggak, ya, aku?"

"Nggaklah, Bu Nur itu orang baik, kok, dah sana minta maaf."

Setelah sambungan teleponnya dengan Regi berakhir, Shira kembali memasukan ponsel ke saku rompi. Kemudian gadis itu bersiap untuk keluar dari kamar mandi Ryuga. Jantungnya dag, dig, dug, berasa seperti sedang berjalan masuk ke dalam ruangan sidang skripsi menghadapi penguji yang killer.

Perlahan Shira memutar knop pintu kamar mandi, kemudian melongokan kepalanya untuk melihat situasi. Memeriksa sedang di mana superstar itu. Melihat tak ada batang hidung Ryuga di sekitar situ, Shira memberanikan diri untuk membuka pintu lebih lebar dan keluar. Menutupnya secara perlahan.

Guk, guk, guk! Gonggongan anjing berbulu tebal berwarna cokelat itu mengejutkan Shira. Tak bisa menahan diri untuk tidak lari, Shira berteriak ketakutan dikejar Hilo, anjing peliharaan milik Ryuga.

"Mamaaa!!!" teriak gadis itu.

Ryuga yang menunggu Shira di ruang tamu itu terkejut melihat gadis itu melompat ke atas sofa, ke belakang superstar tersebut. Shira mencengkeram sweater pria itu dan mencoba berlindung dari gonggongan Hilo.

"Apa yang kau lakukan?" protes Ryuga mencoba melepaskan diri dari cengkeram tangan Shira.

"Apa lagi? Aku takut!" bentak Shira, refleks.

"Hilo, Hilo, ck, ck, ck, Hilo..." Ryuga mencoba menenangkan anjingnya. "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, dia temanku. Tenang, tenang..." Ryuga menggendong Hilo, mengelus-elus bulu anjing berjenis toy poddle itu.

Sementara Ryuga sibuk menenangkan Hilo, Shira melompat dari sofa dan lari menuju pintu. Ia memang berniat untuk meminta maaf secara hormat, tetapi gonggongan Hilo membuatnya takut setengah mati. Studi wisata saat SMA ke Pulau Dewata membuatnya trauma dikejar anjing.

Saat Ryuga keluar dari gerbang rumahnya, pria itu mendapati skuter Shira sudah tidak ada di sana. Sesuai dugaan Ryuga, gadis itu kabur.

"Gadis gila," cibirnya sambil tersenyum miring. Mata Ryuga menangkap secarik kertas tertempel di mickrofon interkomnya. "Apa ini?"

Ryuga menarik kertas itu dan menulis kalimat yang tertulis di sana.

"Ryuga-ssi, saya mingta maaf. Mingta? Apa-apaan?" pria itu mengerutkan kening membaca kata-kata dalam bahasa korea Shira yang typo.

"Saya mingta maaf karena tidak bisa menggucap maaf dengan hormat. Jika nanti saya bertemu dengan Anda lagi, saya akan memingta maaf dengan layak dan hormat. Sebelumnya, maaf, bukan bermaksud terbang, terbang?" Ryuga menggeleng kepalanya, "saya memang takut pada anjing. Sekian. Ah, ya, lupa, tolong bayar pesanan makanan Anda melalui transfer, saya tidak punya cukup uang untuk mengantinya. Saya mingta maaf."

Ryuga menghela napas panjang melalui bibir membaca kalimat surat Shira yang banyak typo. Tak lama pria itu mengeluarkan benda di dalam saku jaket, gantungan tas yang gagal lagi untuk dikembalikan pada pemiliknya.

ㅎㅎㅎ

Shira tidak menyangka jika diselamatkan oleh anjing. Ya, untuk sementara. Mau tidak mau, Shira harus meminta maaf secara baik-baik kepada Ryuga atas hal yang memalukan itu di lain waktu. Setidaknya ia bisa mengumpulkan keberanian sebelum nanti memang kembali dipertemukan Ryuga lagi. Meski tak menampik jika ia berharap tidak lagi bertemu dengan Ryuga untuk selama-lamanya.

"Malu banget, tahuuuu."

Melalui sambungan panggilan video, Kinar masih tertawa sampai suaranya habis pekara mendengar cerita Shira menumpang berak di rumah Ryuga.

"Jodohmu deh Si Oyen itu." Oyen adalah panggilan untuk Ryuga di antara Kinar dan Shira agar semua cerita mereka tidak dimengerti oleh Ayumi.

"Jodoh mbahmu."

Kinar tertawa melihat air muka sahabatnya yang kusut setelah mengalami insiden paling memalukan di sejarah hidupnya. Bisa-bisa membuat onar di rumah crush. Jika Kinar jadi Shira, Kinar setuju kalau ia berharap tak bertemu dengan Ryuga lagi untuk selamanya. Malunya bisa terbawa sampai tujuh turunan.

"Tapi, btw, Shir. Temen sekamarmu itu masih belum tahu, ya, kalau kamu ketemu Oyen beberapa kali?"

Shira melirik Ayumi yang sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya sambil mendengarkan lagu-lagu Beyond melalui earphone. Sampai detik ini Ayumi tidak tahu tentang rentetan kejadian antara Shira dan Ryuga. Kadang Shira juga merasa bersalah kepada teman sekamarnya itu, tetapi itu lebih baik, kan? Shira takut akan terjadi masalah jika dirinya bercerita mengenai pertemuannya dengan Ryuga. Hal sekecil Ryuga belanja di sebuah mal saja heboh, apalagi dengan cerita Shira, ah, Shira ngeri membayangkannya.

Lagipula, Shira sangat menghargai kehidupan sang superstar di balik layar kaca.

"Kayaknya aku mau berhenti kerja di situ."

"Lah, kenapa?"

"Nggak tahu, dah, malu aku."

"Tahan-tahanin, lagian, nggak tiap hari Oyen pesen makanan di situ, kan? Inget, dapet kerja yang bisa nerima kamu yang muslim di Korea itu susah. Selagi nggak ada komplain masuk, ya berarti baik-baik aja, Shir. Masa belum sebulan udah mau resign? Nggak lucu, tahu. Sayang banget."

Shira hanya menghela napas panjang, ia sungguh-sungguh tidak tahu harus bagaimana.

"Lagian kamu nggak bisa banget nahan berak, heran dah aku."

"Tidak menerima saran dan kritik. Kin, aku off dulu, ya, aku mau ngerjain tugas nih, minggu depan ada persentasi."

Kinar memutus sambungan panggilan video setelah mengucap salam.

Shira menatap dinding di depannya, di atas ranjang Ayumi dengan helaan napas panjang. Poster Ryuga terpampang jelas di sana. Gadis itu mengusap-usap wajahnya ingin sekali menghilangkan rasa malu yang setiap detik rasanya menyiksa. Kakinya dihentak-hentakkan ke kasur dengan jengkel.

"Kau kenapa?" tanya Ayumi.

"Hanya saja."

"Sesuatu yang menjengkelkan terjadi?"

Shira menggeleng, "Kakiku hanya sedang pegal."

Ayumi melepas earphone-nya kemudian berjalan mendekat ke Shira, "Mau ke salon pijat?"

Shira tertawa sumbang, "Apakah aku punya banyak uang untuk ke sana?"

"Tidak." Shira dan Ayumi tergelak.

"Oh, ya, kau jadi ikut jaga stand di Festival nanti?"

"Aku tidak bisa menolak."

"Sayang sekali, padahal aku ingin mengajakmu berdiri di bawah panggung di hari terakhir Festival." Ayumi tampak kecewa.

Shira hanya tersenyum. Sejujurnya, Shira merasa senang karena mendapat tugas menjaga stand jurusannya nanti di Festival Musim Dingin Kampus, jadi ia bisa menolak ajakan Ayumi untuk berjingkrak di bawah panggung. Katanya, pihak kampus mengundang beberapa idola K-pop seperti Jessi, Hanbin dan Penyanyi Senior, Psy.

Melihat konser dari jauh, Shira merasa cukup daripada berdesak-desakan dengan ribuan mahasiswa.

Baru saja membuka laptop untuk mengerjakan tugasnya, teleponnya berdering mendapat panggilan dari pemilik restauran.

"Assalamualaikum, Bu Nur, ada yang bisa Shira bantu?"

Jantung Shira berdebar, jangan-jangan ia mendapat omelan dari pemilik restauran karena kejadian tadi sore.

"Walaikumussalam, ada orang datang ke restauran ingin bertemu denganmu. Kamu bisa ke sini malam ini, Shira?"

"Hah? Siapa, Bu?"

"Ibu juga nggak kenal. Dia nunggu kamu di sini, bisa ke sini?"

Shira melirik jam di dinding kamar, sebentar lagi isya. Masih ada waktu sebelum gerbang asrama di tutup.

"Bisa, Bu, saya ke sana sekarang." Shira melompat dari ranjangnya, menyambar coat, hijab, kupluk, dan sarung tangan milik Regi yang belum ia kembalikan.

"Mau ke mana?"

"Mau ke restauran sebentar."

"Hati-hati. Jangan pulang malam-malam."

"Eung."

Entah siapa yang datang menemui Shira ke restauran. Benak gadis itu sudah menebak-nebak sepanjang perjalanan. Namun, tak ada satu pun dalam pikirannya berhasil menebak siapa.

Hanya saja, saat beberapa meter akan tiba di restauran, Shira baru teringat seseorang.

"Ah, nggak mungkin," sangkalnya. "Tapi... bisa jadi, kan?"

Gadis itu menghentikan langkah, "Kurang kerjaan banget dia datang ke restauranku malam-malam gini. Memangnya dia gabut apa?" Shira kembali berjalan. Namun, beberapa langkah kemudian kembali berhenti, "Astagfirullah, kalau beneran dia gimana?"

"Shira!" Panggilan Bu Nur yang menunggu di depan pintu tidak lagi bisa menahan langkah Shira untuk mendekat.

"Bismillah, semoga bukan dia." Shira melangkah penuh tekad menuju restauran.

ㅎㅎㅎ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro