Bab 2: Sepeda

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

KYAAAAAHHHHHH akhirnya bayi pertama saya dan mama fujo gaachan menetaaas jugaaa...

Yawlaaah saya grogi masa diajak kolab ama suhu kayang. Saya kan minder gitu orangnya. Baperan lagi. Vote, komen dan sebangsanya selalu kami tunggu-tunggu

Selamat menikmati

Salam DAKI

Malagoar & gaachan

.

.

.

.

.

.

Sepeda itu digerakkan dengan roda.

Nyatanya Tim nggak bisa menjalankan balas dendamnya. Rencana jahat mau ninggalin si tuyul Azayn ke sekolah nggak terlaksana. Saat ia mengendap-endap mau ngeloyor pergi dengan sepeda onthelnya, Mak udah menjewernya terlebih dulu. Sebal, sambil menggerundel nggak suka, Tim cuma bisa pasrah ketika bogel baru mendapat mimpi basah itu ngamplok di jok penumpang. Kedua tangan mungilnya, memeluk erat perut Tim yang kencang. Kedua kakinya diikat di depan, supaya nggak masuk ke dalam roda. Pokoknya mirip banget anak TK lah.

"Mas Tim mau kabur? Nggak bakalan bisa. Azayn udah mimpi semalem, mas Tim mau jalan-jalan pagi ini." Azayn nyengir, wajahnya ndusel imut di punggung mas Tim.

Tim geli. 'Tuh cebol ngapain sih meperin wajahnya di punggung gue?' Begitu batinnya nggak suka. Tim menggerutu. Kemudian menyahut, "Bodo!"

"Mas Tim tahu, nggak... kan membantu orang itu pahala. Apalagi membantu orang yang mau menuntut ilmu. Jadi pahala mas Tim itu dobel," ucap si mungil bangga. Kakinya yang diikat di depan bergerak. Sepatunya saling tumpang tindih. Dia nggak mau sepatunya lecet kena sepeda mas Tim, jadi dia pasrah waktu mak mas Tim mengikat kakinya di depan. Oh, indah sekali ya!

Tim berdecak, "Tapi nggak sama lo juga kali gue bantunya. Ngebantuin lo mah, azab buat gue," Tim cemberut, walaupun sudut bibir penuhnya berkedut. Menahan senyum. Seneng banget rasanya udah ngerjain si bogel itu. Kok bisa sih dia punya tetangga yang kadar keimutannya di atas rata-rata? Dia kalo disentuh pecah kayak kaca nggak ya kulitnya. Soo rapuh gitu kelihatannya? Tim menggeleng. Pemikirannya luar biasa menakutkan.

"Sejak kapan bantuin Azayn dibilang azab? Mas Tim galak, ih! Kalau aku tinggal ntar nangis..." Azayn menunduk, mengerut dengan wajah kecewa. Namun sedetik kemudian dia tersenyum cerah. Kalau memang mas Tim menjauh, Azayn yang mendekat. Azayn nggak akan pernah pergi meninggalkan mas Tim seorang diri. Nggak akan! Azayn sudah mendeklarasikan diri sebagai kembar sial mas Tim.

"Ya iya lah, kan lo hermaprodit," Tim ngakak setelahnya. Menggowes sepeda penuh semangat.

"Mas Tim aja yang iri sama keimutanku!"

"Idih, sekarang sebutin bagian tubuh lo yang bisa bikin gue iri? Emang ada? Mimpi lo..."

"Mas Tim iri sama burungku. Kata orang, iri itu tanda nggak mampu. Makanya mas Tim ngeledekin mulu!"

"Burung lo yang sebesar jempol kucing ngondek itu?" Ops... Tim keceplosan.

Azayn menunduk kecewa. Perlahan iblis berbisik di hatinya. Dengan ekspresi kesal, si mungil menggigit punggung mas Tim kencang. Hingga cowok bongsor yang otongnya gede itu menjerit sampai sepedanya oleng.

"Aw aw aw .... anjeeeer sakiiit ... aw .... aw ... aw .... lepas lepas lepas. Sakiiiit. Eh eh eh eh...." sepeda oleng, Tim nggak bisa mengendalikan keseimbangan, sepeda miring ke kiri. Lalu braaaaaakkkk .... sepeda nyungsep ke gorong-gorong. Tubuh mereka kuyup. Kotor. Belepotan lumpur. Tim misuh-misuh. Maki-maki.

Azayn ngakak. Kata iklan, berani kotor itu baik. Jadi sekarang mereka sudah jadi anak baik. Harusnya Azayn yang menderita. Dia kan diikat, nggak bisa lompat. Mas Tim pasti marah. Apa Azayn harus kabur? Ketika tangannya sibuk melepaskan tali di kakinya, mas Tim sudah berkacak pinggang ganas. Mas Tim memang marah!

Tim murka. Menyemburkan uneg-unegnya, "Lo tuh...." Tim kehabisan kata. Melihat Azayn malah meringis menampilkan gigi kelincinya. Demi Tuhan, sekarang Tim pasti sedang nggak waras saat malah berfikir tampang Azayn jadi tambah imut dengan begitu. Tim berdecak. Berjongkok. Membantu si bogel itu melepas tali pengikat kakinya. "Lo tuh bener-bener nyusahin sumpah!" Gerutunya nggak habis-habis. Si imut itu kian meringis. Bling-bling. Tim menggeleng. Dalam hati berdoa. Supaya dirinya dijauhkan kesialan jika dekat-dekat si marmut. 'Ah ... sial senyumnya manis banget, anjir!'

"Mas Tim, bolos yuk!" Mata Azayn mengerjap bahagia. "Ntar kita main berdua. Tapi jangan bilang-bilang bunda, nanti uang sakuku dipotong!"

Tim berfikir sejenak. Dengan kondisi yang belepotan gini, emang nggak bakalan dibolehin masuk sekolah ama pak satpam. Matanya berputar. Terbujuk. Ah si marmut itu pinter banget sih ilmu persuasinya. "Eng... bolos kemana?"

Azayn nyengir sempurna. Mas Tim itu kayak duren. Keras luar lembut dalam. Azayn berdehem sok gaul lalu berdehem pelan, "Ke kolam renang, yuk!" Oh, itu ide paling absurd yang pernah Azayn pikirkan. Tapi memang Azayn ingin mandi. Kan nggak mungkin mandi di sungai. Nanti Azayn hanyut, lagi!

Sebelah alis Tim tertarik tajam, "Kolam renang?" Ulangnya tak percaya. Selama Tim hidup. Empat hari lebih tua dari Azayn, manusia kurcaci itu nggak pernah punya sejarah akrab ama yang namanya renang. Jangankan renang, kakinya tercelup bentar ke permukaan air pun, ia bisa tenggelam. Tim mengangkat sepeda ke jalan raya. Lalu menghadapi marmut itu, menyalak keji tanpa ampun, "Lo kan nggak bisa renang? Lo mau bunuh diri?"

"Aku bisa ngambang, mas Tim! Mau ya?" Si mungil itu sebenarnya mesum tersirat. Azayn nggak berharap buat melatih ototnya untuk berenang. Azayn nggak paham apa itu gaya dada, atau dadagh-dadagh. Azayn kan bukan katak. Meski sama-sama mungil, tapi katak kan bisa renang. Jujur, Azayn hanya ingin lihat badan seksi mas Tim yang tercelup air. Mirip teh celup. Netes-netes gitu. SEMPURNA.

"Lo kira tai bisa ngambang?" Sembur Tim keji.

"Mas Tim ngatain aku tai?" Azayn merengut nggak suka.

"Bukan gitu maksud gue. Engh ... maksud gue.."

"Aku mau pulang!"

Tim kewalahan. Ngebiarin Azayn pulang dalam keadaan ngambek tuh musibah. Mak yang cinta mati ama anak tetangga itu, bakal murka. Lalu nyunat tanpa ampun sangu seminggu. Nggak. Nggak. Tim nggak mau. "Kok lo mau pulang sih? Jangan donk." Tim mencoba membujuk. Tapi si bogel tak mengacuhkannya. Bersedekap. Makin imut. "Jangan ngambek donk, Ay."

Azayn tersentak. Matanya mengerjap imut. Mas Tim tadi memanggilnya apa? Azayn nggak lagi congek, kan? Azayn yang awalnya ngambek dan merajuk kesal berubah. Ekspresinya berubah hanya dalam beberapa detik. Nggak lama setelah itu lengannya menggaet siku mas Tim sambil berteriak kencang, "Mas Tim! Aku cinta mas Tim! Ayo renaaaaang!!" Si mungil melompat bahagia saat ini.

Tim memutar mata. Jangan sekali-kali terpengaruh ama kata-kata Azayn. Manusia bogel itu nggak pernah disaring omongannya. Mulut cokotable itu emang nyablak kek toa masjid. Ia menghela napas panjang. Mengangguk tiga kali kemudian. "Iyaaah iyaaah." Dan membiarkan si kecil menggelayuti lengannya. Sepeda onthel yang ancur gegara nyungsep di gorong-gorong ia tuntun. Eh si marmut malah menjatuhkan kepalanya di pundak Tim. 'Astaga... mimpi apa gue semalam, bisa-bisanya nurutin kemauan si kerdil ini.'

Sementara itu Azayn hanya sedang membayangkan kisah indahnya bersama mas Tim. Dia akan duduk di pinggir kolam, mengoleskan sunblock ke tubuhnya yang mulus. Lalu mas Tim datang dan bertanya, "Sini aku bantu, Ay!". Azayn mengusap sudut bibirnya. Dia ngiler beneran. Padahal dia tahu, itu hanya khayalan. Delusi kotor dan mesumnya semata.

"Awas aja lo kalo bikin gue kesusahan di kolam renang!"

"Nanti Azayn pura-pura jadi perosotan, kok mas! Jadi mas Tim bisa bebas seluncuran di atas badanku."

"Perosotan nenek moyang lo? Baru ditindih bentar pasti tuh tulang rawan pada patah mua."

"Kalau mas Tim tahu aku serapuh itu, harusnya mas Tim lebih menjagaku. Merawatku...." Si mungil mengos-mengos bangga saat ini. Dia melangkah beriringan bersama mas Tim tercinta, menuju kolam renang.

"Tapi kan lo jadi nggak bisa dipake kalo terlalu rapuh. Gimana sih lo?" Tim berspekulasi ngawur. Nggak sadar kalau omongannya mengandung unsur ambigu. Membuat si kecil di sampingnya merona malu-malu.

nua-f )+x

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro