Teras 4: Putih Abu-Abu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

KYAAAAAHHH saya dan mama fujo gaachan datang lagi...

Semoga kalian menikmati cerita kami, sebagaimana kami menikmati masa-masa nulisnya. oh lala

Vote, komen yaw

Salam menDAKI

Malagoar & gaachan

.

.

.

.

.

Abu-abu campur putih jadi warna telur asin.

Tim nggak tahu apa yang salah, setelah pulang dari kolam renang itu, sikap Azayn berubah banyak kepadanya. Seperti: nggak mau diajak makan ke kantin, nggak mau diajak jalan-jalan, di telepon;sms nggak ada satu pun yang dibalas. Udah gitu, tiap pulang sekolah tuh marmut juga sering banget ngilang. Tim jadi khawatir, jempol kucing ngondeknya sedang dalam masalah berat.

Sementara itu Azayn sedang dalam keadaan mencurigakan. Dia melingkari kalender di kamarnya, menandai dengan keterangan jumlah pemasukan. Azayn harus tahan. Dia nggak boleh tergoda dengan SMS dan rayuan mas Tim. Dia mau ke otong klinik, tapi dia juga masih kesal pada ucapan mas Tim waktu itu. Mas Tim pamrih, mas Tim lebih mencintai burung besar dibanding jempol kucing miliknya. Azayn ngambek pada mas Tim, tapi dia juga ingin punya rebung besar yang lebih terpercaya kekuatannya.

Selepas mengganti seragamnya, Tim pamitan kepada mak, bapak, ama mbah mau ke rumah Azayn. Ingin memastikan makhluk tulang lunak itu sehat-sehat aja apa nggak. Padahal dalam hati, Tim dilanda rindu. Sangat. Tapi Tim nggak sudi buat ngaku. Nanti Azayn bisa ge-er lagi. "Assalamualaikuuum!" Tim berseru di depan rumah Azayn. Biasanya dia kalo mau ketemu Azayn langsung nyelonong lewat jendela kamar si ikan cupang itu. Namun kali ini nggak bisa. Jendela kamar Azayn tertutup rapat. "Bundaaa Azaynnya adaaa nggaaak!" Tim kembali berseru.

Azayn tersentak begitu mendengar teriakan di luar. Itu suara mas Tim. Bundanya muncul setelah itu, bicara sebentar dengan mas Tim. Bunda mengatakan kalau Azayn lagi di kamar. Mampus!! Azayn panik. Nggak, nggak! Dia nggak mau melihat mas Tim. Bisa runtuh pertahanannya kalau ketemu dia lagi. Azayn bergerak kilat. Dia sudah mengunci jendela, kali ini pintu juga. Namun, Azayn terlambat. Ketika jarinya nggak konsen memasukkan kunci di lubang pintu, mendadak mas Tim sudah membuka pintu kamarnya. Azayn terantuk pintu. Berharap segera amnesia.

"Az, lo nggak apa-apa?" Mas Tim menyongsong tubuh Azayn yang mendarat sempurna di ubin.

"Mas Tim ngapain ke sini?" Azayn mencibir.

Tim bingung. Mau menjawab rindu kok nggak banget. Mau bantu Azayn berdiri si Azayn menolaknya. Akhirnya dia cuma jawab, "pinjem ... pinjem buku paket!"

"Sejak kapan kita jadi satu tingkat?"

Tim menepuk jidat menrutuki kebodohannya. Dilihatnya Azayn yang cemberut sambil elus-elus jidat ama pantat. Percuma juga boong. Tuh marmut biarpun nyablak tpi otaknya cerdas bget kalo dsuruh nyinyir. "Gue ... kok lo jauhin gue sih?"

Azayn menegang di tempatnya. Dia menggeleng kencang, mencoba menghalau bayangan mas Tim yang menawarkan cinta padanya. Bahkan mas Tim sudah tampak seperti pangeran dari India sekarang. Azayn menelan ludah dan menjawab, "Ka... Kapan Azayn gitu? Eng... Nggak, kok!" Sudah jelas kalau cowok manis itu berkilah.

"Lo tu gk pandai berbohong. Jelas-jelas akhir-akhir ini lo ngejauhin gue. Sebenarnya ada apa? Gue punya salah ama lo?"

Azayn melirik mas Tim takut-takut. Dia ragu. Kalau dia ngaku, apa mas Tim akan marah dan menjauhinya? Tapi kalau nggak ngaku nanti mas Tim salah paham. Azayn galau.

"Az pleaseee...," kedua mata Tim tampak penuh harapan, "jangan bikin gue galau dengan ngejauhin gue."

Azayn menunduk, memilin-milin ujung bajunya. Setelahnya dia berbisik pelan, "Aku kecewa sama mas Tim."

Seperti disengat lebah, pernyataan Azayn begitu menusuk ulu hati Tim. 'Kecewa dengan gue? Ya Tuhan apa yang udah gue perbuat padanya?' Tim mencoba mendekat. Namun Azayn menjauh. Tim mendekat lagi. Azayn kembali menjauh. Tim frustasi. Azayn menolaknya mendekat. Nggak tahu kenapa hati Tim nggak suka. Azayn itu punyanya tak seharusnya ia menjauh. "Kecewa?" Suara Tim tercekat, "kenapa? Apa yang udah gue perbuat sampai lo kecewa ama gue?"

"Mas Tim menawarkan harapan palsu! Mas Tim pamrih! Kemaren mas Tim bilang, kalau burung Azayn panjang dan besar mas Tim bakal sayang-sayangin. Tapi sekarang punya Azayn masih kecil. Mas Tim nggak sayang..." Azayn tertunduk kecewa. Dia nggak mau berdekatan dengan mas Tim. Kalau dia dekat-dekat, Azayn takut khilap dan mengingkari janji. Cowok jantan kan nggak bakal mengingkari janjinya!

Astaganaga. Itu pemikiran macam apaaa? Padahal kemarin Tim mengucapkan itu tujuannya hanya bercanda doang. Nggak lebih. Kenapa malah dibawa hati ya. Tim menggaruk kepala. Lagian kalo dipikir-pikir ucapannya absurd banget. Buat apa menyayangi Azayn gegara panjang anu-anuan. Tim jadi geli sendiri. Mau dipake apa coba anu nya Azayn. Dia kan juga udah punya. Jauh lebih panjang lagi. Kan nggak mungkin dia iri ama punya Azayn? Aneh-aneh aja nih kerdil itu. "Ya ampun Azayn, gue ngomong gitu kemarin nggak ada maksud. Gue cuma bercanda? Jadi alasan lo ngejauhin gue itu? Astagaaa... nggak masuk akal banget sih pikiran lo?"

"Azayn emang nggak masuk akal! Azayn emang labil, otong pendek, idup lagi! Tapi Azayn sayang mas Tim...." Cowok mungil itu hampir mewek. Tingkah binal dan isengnya berubah jadi melankolis dramatis drastis apatis. Dia menatap mas Tim lagi, mengerjap. Kan Azayn sudah sering bilang ke mas Tim kalau dia sayang cowok mesum judes itu. Apa mas Tim anggap dia bercanda?

"Gue juga sayang ama lo kok." Tim kewalahan. Bisa berabe kalau Azayn sampe nangis. Emak ama Bunda yang sayang banget ama tuh bogel bisa menyunat anunya sampe habis. Oh nggak! Nggak! Jangan sampe itu terjadi. Rebung kebanggaannya adalah aset masa depan. "Az lo jangan nangis dong. Gue juga sayang ama lo kok." Tim membujuk. Mencoba menenangkan. Kembali mendekati Azayn yang masih ogah didekatinya.

"Dusta!!" Azayn memekik nggak percaya. Si mungil itu sudah nggak kuat lagi di dekat mas Tim. Dia ingin kabur, tapi mas Tim menghalangi pintu. Azayn mikir. Ah, Azayn ingat! Dia berbalik, berlari, membuka lemari dan masuk di dalamnya. Dia nggak akan keluar sampai mas Tim pergi.

Tim terkejut. Menggeleng kemudian. Jaman gini masih musim sembunyi di balik almari? Tim mendekati almari. Selonjoran. Menempelkan punggung di sana. Mengetuk pelan tiga kali daun almarinya, "Jangan ngambek dong, Az. Gue minta maaf deh kalo salah ama lo. Gue beneran sayang ama lo. Gue gk dusta. Selama ini kan lo adik kesayangan gue. Lo minta apa aja gue turuti. Maafin mas lo ini dooon." Tim merengek.

Azayn makin galau. Adik katanya! Dengar itu, Azayn! Mas Tim yang kamu cintai sepenuh hati siang dan malah itu hanya menganggap kamu adik. Kamu adiknya. Azayn menunduk, menangis pelan tanpa suara. Dia menggigit bibir, menahan isak tangis yang menyesakkan dadanya. Perlahan dia bicara dengan suara gemetar, "Aku nggak mau keluar kalau mas nggak pulang! Azayn ingin sendiri!"

Tim sedih. Ada sesuatu di dadanya yang nyeri ketika Azayn menolaknya. Selama ini Azayn selalu mengatakan ya kepadanya. Nggak pernah nggak. Lantas kini? Tim butuh oksigen. Butuh dopamin untuk mensupply rasa sedih yang mengakar entah bagaimana caranya di sana. Azaynnya menolaknya. Azayn kesangannya ... menolaknya? Tim menghela napas panjang, melepasnya berat. Diketuk lagi tiga kali. "Ay ... please jangan bikin mas lo kepikiran. Gue sedih banget lo nolak keberadaan gue. Apa yang harus gue lakukan supaya lo mau nerima gue? Gue mohon, Ay. Buka dong. Please..."

"Mas Tim pergi aja dulu! Nanti kalau Azayn udah nggak sakit hati lagi, pasti Azayn hubungi mas," ucap si Mungil separuh hati. Dia masih ingin menenangkan diri.

"Tapi, Ay, gue mohon. Gu--"

"Pergi!"

"Ay...."

***

\kX�A���

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro