Bab 7. Usaha Dikta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bisa lepas sekarang, nggak?" desis Gyana jengkel karena pemuda di sampingnya seperti tidak sadar jika masih menggengam tangannya sejak tadi. Tentu saja hal seperti itu akan menimbulkan kesalahpahaman bagi siapa pun yang melihat. Untuk Pradikta mungkin tidak akan menjadi masalah, tetapi untuk Gya itu adalah bencana.

"Sori." Dikta melepas genggaman tangannya sembari berdeham, mencoba menyembunyikan gugup yang tiba-tiba hadir. Jujur dirinya tidak dengan sengaja terus menggenggam jemari gadis yang kini melesatkan tatapan sengit terhadapnya ini.

"Kamu jangan deket-deket cowok itu lagi, kalau bisa blokir aja nomornya." Pradikta tidak melakukan ini semata-mata karena cemburu, tetapi dia tahu betul pemuda macam apa Andi itu. Yang jelas bukan pribadi baik, dan Gyana tidak boleh mendekat barang sesenti pun.

"Apa—"

"Dia pernah kepergok lagi ngelecehin cewek," potong pemuda itu cepat sebelum gadis di samping nya sempat memprotes. "Hampir di-DO juga dari kampus."

Gyana langsung terdiam karena informasi tersebut mengejutkan sekaligus mengerikan. Beruntung tadi mereka bertemu di tempat ramai.

"Jangan sok njelek-jelekin orang, kayak tingkahnya udah bener aja."

Namun, meski begitu tentu saja Gyana tidak akan menunjukkan jika dirinya takut atau malah berterima kasih pada pemberi informasi. Jika orangnya bukan Dikta mungkin akan lain.

Pradikta hanya tertawa kecil, sudah biasa mendapat sikap ketus dari seorang Gyana. Hal yang seharusnya menjengkelkan itu kini menjadi lucu di mata pemuda dengan alis tebal itu. "Terserah kalau nggak percaya."

Gyana memilih untuk tidak merespon, gadis itu melangkah terlebih dulu menuju kampus.

"Masih ada kelas?" Dikta menahan tubuh Gyana saat gadis itu akan menyeberang jalan padahal kondisi masih ramai. Tidak memedulikan protesan yang gadis itu berikan, Dikta dengan sigap memegang lengan Gyana dan menuntunnya untuk menyeberangi jalan dengan cara yang benar.

Gyana sempat tertegun, ingin menarik tangannya, tetapi kondisinya tidak sedang memungkinkan. Jadi yang dilakukannya hanya bisa merundukkan kepala, mencoba menutupi wajahnya saat beberapa pasang mata melihat mereka dan menunjukkan berbagai macam ekspresi.

*

Jemari Gyana yang sedang memilah beberapa novel terhenti. Gadis itu berdecak lirih, lalu dengan cepat menoleh ke arah samping, menemukan seorang Pradikta sedang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Pemuda itu melebarkan mata dan melempar senyum, seolah jika pertemuan mereka ini adalah kebetulan. Padahal Gyana sangat yakin jika pemuda itu mengikutinya sejak tadi.

"Aku beli buku." Sebelum dituduh yang tidak-tidak, Dikta menunjukkan buku di tangannya. Tujuannya ke toko buku sebenarnya ada dua; pertama memang benar-benar sedang mencari buku, kedua karena untuk mengikuti Gyana sesuai mandat dari ayah gadis ini.

Gyana hanya berdecih, lalu melangkah ke rak lain karena selain novel, ada buku lain yang dirinya butuhkan.

"Toko buku ini perasaan luas, deh," cibir Gyana saat Dikta kini sudah berdiri menjulang tepat di sampingnya. Tidak lagi sembunyi-sembunyi seperti tadi.

"Tapi buku yang aku cari ...." Pemuda itu malah berpindah posisi menjadi tepat di belakang Gyana. Secara otomatis gadis itu menahan napas saat lengan Dikta menjulur ke arah depan, dan mengambil buku yang ada di depannya. Dan sialnya Dikta tidak langsung menarik tangannya padahal buku sudah ada di tangan pemuda itu. Sedikit merunduk, Pradikta menatap wajah Gyana yang mendadak gugup, melempar senyum, lalu menarik tangannya sembari menggeser tubuh.

Saat itulah Gyana baru sadar untuk mengambil napas yang sejak tadi tertahan. Ada gugup yang merajai, apalagi saat aroma khas seorang Pradikta masih tertinggal di indera penciumannya. Parfum yang pemuda itu kenakan adalah jenis yang—sialnya Gyana sukai. Campuran antara wangi maskulin dan buah-buahan segar. Gadis itu tidak bisa menjabarkan bagaimana wangi parfum lawan jenis. Namun, untuk dirinya yang tidak terlalu menyukai parfum dengan bau menyengat, parfum pemuda ini sangat ramah dihidungnya.

Tunggu! Apa yang dirinya lakukan saat ini? Mengapa jadi membahas parfum pemuda itu? Melirik ke arah samping, Dikta tengah mengamatinya dengan senyuman tertahan yang—sial, kenapa jantung Gyana malah berulah di dalam sana? Gadis itu secepatnya pergi sebelum virus Dikta merasuk ke dalam otaknya dan membuat kewarasannya hilang.

*

"Gy, tunggu!" Dikta menahan lengan Gyana, tetapi segera melepasnya saat gadis itu berhenti dan melesatkan tatapan galak.

"Aku punya dua tiket nonton, temenku ada yang beli tiket dan dia nggak bisa jalan hari ini jadi aku gantiin." Tentu saja itu adalah pernyataan dusta, Dikta sengaja membeli tiket itu berharap keberuntungan sedang berpihak padanya dan gadis ini mau diajak menonton dengannya.

"Terus?" Gyana menanyakan hal itu dengan gesture malas.

"Aku bingung mau nonton sama siapa. Jadi karena di sini ada kamu, gimana kalau sama kamu aja?"

Gyana malah tertawa sinis mendengar permintaan itu. "Nggak salah ngajak orang?" Setelahnya gadis itu melangkah pergi, meninggalkan Dikta yang tentu saja tidak akan menyerah. Dia harus berhasil membawa Gyana ke bioskop hari ini.

"Gue nggak mau! Ngapain masih ngikutin? Lagian kenapa nggak ajak aja itu fans lo, kan, tinggal nunjuk." Gyana terus melangkah, sudah bersusah payah melebarkan kakinya, tetapi dengan mudah kaki panjang Pradikta berhasil menjajarinya.

"Fans aku? Yang mana?"

Gyana tidak menjawab, hanya melesatkan tatapan sengit yang ditanggapi Dikta dengan kekehan kecil.

"Aku maunya sama kamu aja, lagian aku juga nggak punya fans."

"Nggak usah ngelucu, basi!"

"Kalau memang menurut kamu banyak, bisa dong sebutin salah satunya?"

"Reni!" jawab gadis itu cepat, lalu menyesal menyebut nama itu saat tanggapan yang Pradikta beri adalah tawa lirih, yang di telinga Gyana sarat akan ejekan.

"Dia fans aku? Bukannya dia temen kamu?"

Gyana hanya menghela napas, lalu memutuskan untuk menghentikan langkah. "Lo nggak bakalan berhenti ngikutin, kalau gue nggak terima tiket itu, kan?"

Pradikta mengangguk cepat karena memang seperti itu rencananya. Senyum masih terpatri di wajah tampannya saat menatap Gyana yang terlihat sedang berpikir keras. Senyum itu menjadi tawa geli yang tertahan saat gadis di depannya tampak menghela napas, lalu mendongak dengan gaya lucu.

"Oke, gue mau! Tapi lo harus cabut begitu film selesai, dan sampai besok-besok nggak boleh gangguin gue! Gimana? Sepakat?"

Pradikta tampak mengerutkan kening, seperti berpikir. "Oke! Tapi aku nggak janji kalau kita nggak bakalan sengaja ketemu. Secara kita satu kampus dan satu jurusan juga."

Gyana mengangguk, tidak masalah jika mereka tidak sengaja bertemu, yang terpenting baginya adalah Dikta yang mengabaikannya. Itu adalah suatu hal yang memberi kehidupan kampusnya tenang tanpa gangguan.

"Oke, deal!" Gadis itu tanpa sadar mengulurkan tangan, meminta berjabat tangan, tidak menyadari jika semua itu terasa konyol.

Dikta segera menyambut uluran tangan itu sebelum sang pemilik jemari lentik itu berubah pikiran. "Tunggu!" Pemuda itu menahan jemari Gyana.

"Apa?" Gyana berusaha untuk melepas jemarinya, tetapi susah karena Dikta sengaja masih menahannya.

"Kalau setelah ini aku nggak boleh deketin kamu pas di kampus, nggak akan seimbang kalau cuman nonton."

Gyana memicingkan mata, sepertinya dirinya sudah salah mengambil keputusan. Dikta sungguh pintar memanfaatkan situasi. Namun, demi pemuda ini yang tidak akan membuatnya malu saat di kampus, sepertinya tidak masalah berkorban sedikit untuk hari ini.

"Terus?"

"Aku traktir kamu makan." Dikta mulai menarik Gyana agar gadis itu mau meneruskan langkah mereka. "Dan ini biarin kayak gini, untuk hari ini aja."

Gyana harusnya memprotes, gadis itu harusnya langsung menarik tangannya dan pergi ke mana pun. Bukannya malah mengangguk dan membiarkan jemarinya terus digenggam oleh pemuda yang masih dianggapnya musuh. Dan pada akhirnya, ada debar aneh yang terus menelusup, memaksa jantungnya untuk bekerja secara tidak wajar. Apalagi saat pemuda itu merangkul pundaknya guna menghindar dari seorang bocah yang berlari dan nyaris menabrak mereka. Gyana sadar, seharusnya tidak melanjutkan kesepakatan konyol yang pada akhirnya hanya akan merugikannya. 

***

Awas ikutan baper kayak Gyana :D 

Yang penasaran pengin baca lebih cepet silakan melipir ke karyakarsa karena di sana sudah tamat. Kalau mau ngikutin di Wattpad juga nggak masalah, bakalan terus update sampai tamat, tapi hanya 2x seminggu. 

Aku juga bakalan update cerita baru yang bakalan tayang di Karyakarsa terlebih dulu, jadi yang punya akun Karyakarsa bisa follow akun aku, ya. 

Akun Karyakarsa - ayaarini236

IG - dunia.aya

Untuk follback silakan DM aja. 

Makasih yang udah mampir dan kasih bintang. Lup banyak-banyak buat kalian :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro