Bab 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart

Ngeongan para anak kucing mengisi keheningan saat Fonda yang bersimpuh di antara rerumputan dengan cekatan menangkap salah satunya untuk memeriksa bagian dalam telinga. "6591."

Bastian meraih fail dengan nomor yang sama. Pria itu juga duduk bersila tidak jauh dari Fonda, membuka map cokelat, dan memegang pulpen, siap untuk menulis.

"Telinga bersih, denyut jantung ...." Fonda menempelkan stetoskop pada dada anak kucing yang menggeliat manja itu lalu menghitung sejenak. "Normal. Pernapasan bersih."

Anak kucing emas itu meronta dan berguling jatuh ke rerumputan sebelum Fonda mengambil anak kucing lainnya sambil bertanya, "Siapa dokter malam yang bertugas?"

"Dokter Ahmad, beliau juga bertanggung jawab atas kamar otopsi."

Sama seperti Genma Tangerang Selatan.

"Saya harus bertemu dengannya untuk melakukan serah terima binatang-binatang ini," ucap Fonda sambil mengembuskan napas panjang. Jemari tangannya yang terbalut sarung karet biru secara naluriah menggosok gemas tengkuk anak kucing di pangkuannya. Wanita itu tanpa sadar menghirup aroma tanah dan rumput di dalam kandang dan menyukainya.

"Bukankah mereka tugas Anda?" Bastian menatap Fonda dengan keheranan. Dokter Ahmad memiliki cukup banyak tanggung jawab. Beliau juga harus mengawasi latihan hewan-hewan buas i—"

"Saya telah mendapatkan persetujuan dari Direktur Genma Surabaya untuk hanya mengawasi Cindaku," potong Fonda cepat. "Dokter Ahmad dapat mengajukan keberatan kepada beliau apabila ingin menolak tanggung jawab ini."

Wanita itu menyenter telinga anak kucing yang meminta perhatiannya dan bergumam, "6590. Telinga bersih ...."

*****

Dengkuran pelan terdengar saat Fonda berdiri di depan sel Cindaku. Daging besar kangguru, kudapan berisi obat bius, telah habis disantap oleh makhluk yang kini terlelap, dengan posisi duduk seperti biasanya.

"Buka pintunya."

"A-apa aman, Dokter?" tanya Bastian tergagap. "Mungkin kita harus menembakkan lagi peluru bius untuk memastikan."

"Dan, membuat Cindaku tewas karena overdosis?" Fonda mendengkus dengan tangan bersedekap, membuat tas dokteryang dia genggam berayun pelan. "Saya sudah menakar dosisnya. Cindaku akan tertidur sekurang-kurangnya satu jam, cukup waktu untuk mencukur dan memeriksanya."

"T-tapi bagaimana bila dia tiba-tiba terbangun? D-dia bisa langsung mematahkan leher Anda."

"He died. She died. They died. We died."

Gumaman Hendra yang bahkan hampir seperti bersenandung terngiang pada ingatan Fonda. Wanita itu tersenyum miring dan berkata, "Seandainya dia mematahkan leher saya, kembalikan kasur lamanya dan jangan lagi memberikan dia daging tambahan, dengan demikian dia akan lebih menghargai dokter baru yang akan mengurusnya."

*****

Detak jantung normal. Paru-paru bersih. Cindaku dalam kondisi sehat.

Fonda hanya menghabiskan lima belas menit untuk menyelesaikan pemeriksaan. Kini, wanita itu melakukan tugas lainnya.

Embusan napas hangat yang teratur menggelitik jemari Fonda saat wanita itu membelai dagu Cindaku, mencari bagian bakal janggut yang belum tercukur.

Wanita itu menyelipkan untaian poni putih panjang yang menghalangi pekerjaannya sebelum menahan napas, mengagumi wajah yang terlihat damai saat sedang tertidur. Dia memang tampan.

Fonda menahan diri untuk membelai bibir tipis yang berwarna merah jambu pucat ataupun menyusuri tulang pipi tinggi yang terpampang di hadapannya.

"Dokter, sudah lewat tiga puluh menit."

Suara tegang Bastian membuat Fonda menoleh ke balik bahu. Wanita itu menahan senyum saat melihat kedua pengawalnya mengacungkan ujung senapan bius ke arah Cindaku dengan posisi siaga. "Artinya saya sempat merapikan rambutnya."

Fonda meraih gunting panjang dan sisir, lalu mulai bekerja dengan cepat. Dia memiringkan kepala Cindaku, memangkas tiga senti bagian tengkuk, membuat kalung hitam pada leher makhluk itu semakin kentara, dan membiarkan poni Cindaku sedikit lebih panjang, modis dan tetap maskulin.

"Empat puluh menit," ucap Bastian dengan nada hampir tercekik. "Dokter, keluar sekarang."

Fonda memutar mata, meremehkan kekhawatiran pria itu. Namun, dia tetap memasukkan alat-alat miliknya ke dalam tas, bahkan sempat membersihkan potongan rambut dari tubuh Cindaku dengan sikat dan mengumpulkannya ke dalam plastik sampah yang dia bawa, sebelum berjalan santai ke pintu sel.

"Buka pintunya."

Bastian tidak menunggu lama. Pria itu secepat kijang segera menekan sidik jadi pada saklar, membuat lampu mungil merah berkedip hijau, dan cepat-cepat menguncinya kembali saat Fonda telah keluar.

Masih sisa sepuluh menit.

Fonda menyesali sisa waktu yang terbuang cuma-cuma. Namun, wanita itu pada akhirnya hanya mengembuskan napas panjang sebelum berkata, "Pak Bastian, tolong pindahkan berkas-berkas Cindaku dan kursi kerja saya ke ruangan ini. Kita bisa menggunakan meja ini sebagai meja kerja saja."

"Maaf, Dokter?" ulang Bastian dengan terheran-heran saat Fonda mengetuk jarinya yang terpoles cat merah kepermukaan meja kayu di antara mereka. "Anda akan bekerja di sini?"

"Bukankah itu ide yang cemerlang?" Fonda tersenyum miring. "Saya bisa mengobservasinya setiap waktu dan Genma akan menghemat tenaga satu pengawal untuk menjaganya."

*****

Satu jam sepuluh menit.

Fonda tersenyum kecil saat Cindaku membuka mata. Makhluk itu tampak linglung saat melihat wanita itu sedang duduk balik meja kerja yang berada di luar teralis.

"Sudah bangun?"

Kening Cindaku mengerut. Makhluk itu mengendus udara sebelum membaui dirinya sendiri, menemukan aroma Fonda di sana.

"Saya tadi mencukur dagu dan sedikit memotong rambutmu," jelas Fonda sambil menunjuk rambut juga dagunya sendiri. "Saya rasa kamu tidak keberatan dengan gaya itu, hanya sedikit dirapikan."

Mata biru Cindaku sontak berkilat marah. Makhluk itu mendadak mengaum, menunjukkan kegusaran akibat seseorang telah menerobos batas pribadinya.

Akan tetapi, Fonda bergeming. Wanita itu mengembuskan napas panjang dan berkata, "Saya minta maaf, tetapi apabila saya melakukannya saat kamu bangun, tentu kamu akan mencekik saya seperti sebelumnya. Saya tidak bisa menanggung risiko itu."

Cindaku membalas dengan menggeram pendek-pendek. Makhluk itu tiba-tiba memukul dinding di sisi dan menatap Fonda dengan penuh kebencian.

Tidak suka disentuh rupanya.

"Baiklah, saya tidak akan sering-sering melakukannya, hanya sebelum jadwal pertandingan, cuma itu yang bisa saya berikan."

Cindaku menggeram tidak setuju. Namun, Fonda mengabaikannya.

Wanita itu membuka laci meja, memeriksa kumpulan botol mungil di sana, lalu bergumam, "Aroma lavendel .... mungkin kamu akan menyukainya."

Fonda membuka tutup lalu meneteskannya pada mesin aroma terapi. Wangi menyenangkan sontak menyebar di udara.

Cindaku tidak lagi menggeram. Makhluk itu hanya mengendus sejenak sebelum mendengkus, seakan tidak tertarik dengan bau yang dia cium.

Bukan lavendel, tetapi tidak memicu reaksi alergi. Fonda mengamati sejenak tingkah Cindaku. Makhluk itu membuang pandang dengan wajah masam, mirip sedang menggerutu dalam hati.

Fonda menyandarkan punggung, mencari kenyamanan dari sandaran kursi, sebelum mengerang kecil. "Ini nyaman."

Fonda melepaskan stilleto, meluruskan kaki dengan meletakkannya di kursi plastik yang dia taruh di bawah meja, sebelum menutup mata, dan berkata, "Jangan berulah di sana, saya membutuhkan waktu untuk beristirahat sebelum melanjutkan tugas saya."


Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang^^

19 Maret 2024

Luna S. Winterheart / Wulan Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro