Bab 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart


"Binatang itu sungguh menyulitkan." Seorang pria gemuk dengan kacamata persegi mengembuskan napas panjang. "Dia seharusnya memang lebih baik mengisi salah satu tabung di kamar otopsi. Sayang sekali, banyak penonton perempuan yang tergila-gila pada penampilannya ...."

Fonda tidak mampu menahan senyum tipis saat mendengar ucapan Direktur Genma Surabaya. Setiap tindakan makhluk itu memang luar biasa unik. "Sepertinya Cindaku lebih tertarik membunuh kita semua dibandingkan menghadapi lawan-lawannya."

Fonda teringat akan adegan terakhir sebelum Cindaku pingsan terkapar. Kilat kebencian terlihat jelas pada sepasang mata biru itu, membuat dia sedikit bergetar. "Dan, sasaran utamanya adalah saya, target selanjutnya."

"Apakah itu akan menyulitkan Anda dalam menjalani tanggung jawab Anda?" Dokter Hendra meletakkan kedua tangan yang terjalin pada perut besarnya. Pria itu duduk bersadar pada sofa putih dan mengamati Fonda, menunggu jawaban.

Fonda pun spontan mendengkus meremehkan. "Tentu saja tidak. Tidak ada yang akan berubah."

Kungkungan Genma terhadap dirinya, mencengkeram seluruh hidupnya, masih sama. Tidak ada yang berbeda dibandingkan sebelumnya.

"Seperti yang diharapkan dari seorang dokter yang berpengalaman dalam menangani Inyiak."

Fonda tersenyum simpul. Inyiak tidak ada apa-apanya dibandingkan Cindaku. Namun, wanita itu menerima sanjungan yang diberikan.

"Lalu, apa yang Anda harapkan dengan datang ke sini?" Kursi gagah yang diduduki Dokter Hendra sedikit berderit, menjerit menyangga tubuh gempal pria itu.

Pemandangan langit biru tanpa batas menjadi latar pria itu, menampakkan dua buah helikopter hitam yang terparkir pada bagian puncak bangunan rumah sakit.

"Beri saya akses untuk mengontrol latihan Cindaku."

Mata Hendra berbinar terkejut. Dia menegakkan tubuh, membuatnya semakin terhimpit dengan meja di hadapan pria itu. "Saya tidak tahu bahwa Anda memiliki kemampuan mengoperasikan mesin-mesin itu. Anda membutuhkan pelatihan khusus—"

"Untuk menekan-nekan keyboard?" Fonda mendengkus. "Latihan tadi adalah latihan terburuk yang pernah saya lihat. Cindaku mengabaikan lawan tanding. Operator yang bertugas bersembunyi di balik meja dan mungkin mengompol. Beri saya akses dan waktu untuk belajar mengoperasikan mesin itu."

"Dokter Fonda, bukankah Anda telah memiliki cukup banyak tugas? Jaguarion membutuhkan per—"

"Saya tidak tertarik dengan mereka. Dokter jaga malam dapat mengambil alih tugas itu." Fonda lagi-lagi memotong ucapan atasannya. "Seperti yang Anda tahu, saya ditempatkan ke sini untuk mengurus Cindaku dan itulah yang akan saya lakukan."

"Cantik, cerdas, berani, dan berambisius." Hendra tersenyum lebar. "Tetapi, seekor ngengat dapat mudah terbakar saat terlalu dekat dengan cahaya. Apa Anda sudah siap untuk itu?"

"Berikan saya akses dan waktu, maka saya akan membuat Cindaku siap bertarung pada Selasa depan."

Fonda tidak terpengaruh dengan ucapan penuh peringatan dari Hendra. Dia tidak takut dengan kematian, tidak. Ada hal lain yang jauh lebih berharga dari nyawanya sendiri yang harus dia jaga. Sesuatu yang dicengkeram oleh Genma.

Hendra mengembuskan napas panjang, menunjukkan ekspresi menyerah. "Saya akan meminta Pak Ruben memberikan akses dan pelatihan kepada Anda. Tiga hari Anda gagal menguasai alat-alat itu, saya akan meminta dia mengambil alih kendali."

"Bila demikian, saya harus bergegas dari sekarang." Fonda tersenyum miring. Stiletto wanita itu mengentak lantai saat dia berjalan menuju pintu.

"He died. She died. They died. We died."

Fonda tersenyum samar saat mendengar ucapan dari Hendra. Wanita itu menutup pelan pintu di belakangnya dan melangkah pergi. Seandainya kematian dapat menyelesaikan seluruh masalahnya, dia akan menyambut kematian itu dengan gembira.

"Selamat datang di neraka."

Fonda teringat akan ucapan dirinya kepada seorang perempuan lain yang menatap dia dengan penuh tuduhan dan penghinaan. Bibir wanita itu melengkung sempurna saat dia bergumam pelan. "Seorang malaikat yang jatuh ke dalam neraka, akankah dia selamat atau api neraka membakar habis sayapnya?"

*****

"Dokter Fonda." Pengawal yang bertugas menjaga Cindaku bangkit berdiri saat Fonda didampingi Bastian masuk ke ruangan khusus Cindaku.

Fonda menoleh ke arah sel. Cindaku tampak duduk bersandar pada dinding dengan kaki kanan tertekuk untuk menyandarkan lengan dan kaki kiri yang ditekuk santai menyentuh lantai.

Ekspresi makhluk itu tampak datar. Namun, dia sesekali mencuri pandang ke arah kasur baru yang kini berada dihadapannya.

"Seperti janji saya, saya dapat memberikanmu kasur yang lebih nyaman," ucap Fonda sambil tersenyum kecil ke arah Cindaku. Namun, tidak ada reaksi dari makhluk itu, hanya tatapan tajam yang mengawasi Fonda, seolah sedang merekam seluruh tindakan wanita itu, mempelajari, mencari titik lemah.

"Tinggalkan saya."

Pengawal Cindaku dan Bastian saling berpandangan sejenak. Namun, mereka kemudian membusungkan dada sambil berkata, "Baik, Dok."

Fonda tidak menoleh ke balik bahu ketika kedua pengawal berjalan pergi, menutup dinding buatan dari luar, membuat dia dan makhluk itu kembali hanya berdua. "Cindaku .... Ah, tidak .... Nagata."

Kilat terkejut terlihat pada sepasang mata biru itu. Fonda pun berjalan santai menuju kursi plastik yang diletakkan pada jarak aman sambil terus berbicara, "Lahir di Solo. Ibu meninggal saat melahirkan. Ayah pengangguran. Tidak memiliki saudara, dibeli dengan harga lima belas juta oleh Genma ...."

Bibir Cindaku menipis. Kerut gusar terlihat samar di antara mata makhluk itu.

"Dibibit bersama Inyiak hingga remaja." Fonda duduk sambil menyilangkan kaki, mengamati reaksi Cindaku. "Teman atau musuh bebuyutan?"

Ekspresi geli sontak menggantikan wajah gusar Cindaku. Dia menyeringai lebar, menampilkan deretan taring yang sedikit memanjang.

"Saya menonton pertandingan terakhir kalian," lanjut Fonda. "Saya yang merawat lukanya dan saya tahu, kamu sengaja tidak membunuhnya."

Tidak ada jawaban dari Cindaku. Makhluk itu nanya menatapi wajah Fonda, menanti maksud ucapan wanita itu.

Fonda mengembuskan napas panjang. "Jangan khawatir, saat ini Inyiak di tangan yang tepat. Dokter yang merawatnya sangat berdedikasi tinggi dan bila kamu mengharapkan dapat bertemu lagi dengannya, kamu harus mulai menjaga sikap. Genma semakin tidak sabar dengan ulahmu dan tindakanmu di ruang latihan tadi tidak dapat dibenarkan."

Fonda mengunci tatapan mereka sebelum melanjutkan, "Bekerjasamalah dengan saya. Saya akan memberikanmu kenyamanan yang lebih baik dari saat ini selama kamu membantu saya melakukan tugas saya dengan baik."

Denting lift kecil yang berada di dalam kandang Cindaku berbunyi, membuat makhluk itu menoleh cepat ke asal suara dengan tatapan heran

"Kudapan setelah berlatih." Fonda tersenyum bersahabat.

Makhluk itu menekan tombol. Dia menemukan sebuah daging panggang berukuran besar berada di atas piring plastik.

"Makanlah, Inyiak menyukai menu itu. Saya pikir kamu pun akan menyukainya."

Cindaku meraih piring, mengangkat daging kangguru berukuran besar itu, dan membauinya. Dia menjilat bibir, menggigit sedikit bagian pinggir dan mengunyahnya secara lambat.

"Enak?"

Cindaku menelan potongan daging itu sambil membalas tatapan Fonda. Dia kemudian dengan sengaja menggigit dengan ganas dan mengunyahnya secara kasar, membuat Fonda mendengkus, menahan tawa.

"Saya tidak terintimidasi dengan itu," balas Fonda. Wanita itu menoleh ke arah jam dinding yang berada di belakangnya dan berkata, "Saya harus memberi vitamin kucing-kucing di luar sana dan saya akan kembali nanti untuk mengobrol."

"Silakan menikmati kudapannya dan beristirahatlah." Wanita itu bangkit berdiri dan berjalan ke dinding buatan, meninggalkan sang Cindaku seorang diri.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang^^

16 Maret 2024

Luna S. Winterheart / Wulan Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro