💕13. Keputusan Dayu💕

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lian memandang mata sayu Dayu. Kilatan yang terpancar dari bola mata Dayu itu adalah kobaran api cemburu seorang istri. Lian menghela napas panjang. Wajahnya sama kusut dengan Dayu saat ia keluar dari kamarnya.

Sebenarnya Lian juga tidak rela menjadikan perempuan bangsawan itu istri kedua. Namun Ke Yi Jie telah kembali. Perempuan China itu sekonyong-konyong hidup dari kematian yang membuat hidupnya berubah. Tak hanya itu, Yi Jie pun membawa serta anak lelaki yang mau tak mau akan menjadi anaknya.

Lian melangkahkan kaki ke kamar di belakang, tempat yang akan dipakai oleh Yi Jie untuk mengistirahatkan badan. Dia melihat perempuan itu masih tetap sama. Senyuman yang terbingkai di wajahnya yang menonjolkan tulang pipi karena badannya yang semakin kurus itu tetap sama. Binar mata beningnya yang pernah membuat Lian jatuh cinta pun masih sama.

"Die (Ayah)!" Mata sipit Luyi berbinar. Dia menghambur ke pelukan Lian.

Yi Jie yang sedang sibuk menata sprei untuk alas tidur itu berbalik dan tersenyum. "Dayu ne (Bagaimana dengan Dayu)?"

Lian memberikan tarikan bibir tipis yang sendu.

"Duibuqi (Maafkan aku). Tidak seharusnya aku pergi mencarimu," sahut Yi Jie dengan wajah merasa bersalah. "Pasti tak mudah bagi Dayu menerimaku."

"Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Melihat perangai Dayu, dia tidak bisa marah berlama-lama," ujar Lian berusaha netral.

"Lian Ge, kamu sangat mencintainya … pasti?"

Pertanyaan itu terasa aneh di telinga Lian saat Yi Jie yang melontarkannya. Ia hanya bisa mengulas senyum, karena tak bisa menjawab pertanyaan mudah itu.

Namun, Yi Jie tahu bahwa yang dirasakan suaminya. Bagaimanapun anak sulung keluarga Yu itu tetaplah suaminya. Mereka menikah dan terpisahkan saat mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri. Mendapati suaminya yang sudah mempunyai istri lagi, sedikit banyak membuat hati Yi Jie pun cemburu karena dia mendapati tatapan penuh cinta Lian pada Dayu sama seperti pandangan mendamba Lian padanya. Dulu … sebelum peristiwa tragis itu terjadi.

"Luyi, tidurlah cepat! Hari sudah malam," ujar Lian seraya mengelus rambut lebat Yu Luyi.

"Aku ingin tidur bersama Die dan niang (ibu)," kata Luyi seraya mendongak memberi tatapan memohon.

Yu Lian dan Ke Yi Jie saling melempar pandang. Lian kemudian menatap kembali anak kecil berusia 4 tahun itu. "Kamar Die ada di depan."

"Tadi Die sudah berjanji padaku." Luyi mencebik dengan mata yang memerah berkaca-kaca.

Karena tak tega, Lian mengangkat anak lelaki itu dan menggendong. "Kamu ingin tidur bersama Die?" tanya Lian yang disambut anggukan berulang Luyi.

"Baiklah," kata Lian kemudian.

"Gege ...." Yi Jie mengerutkan alis tak enak hati.

"Méiguānxì (Tidak apa-apa). Nanti malam aku akan pindah ke kamar depan menemani Dayu." Yu Lian lantas menghampiri ranjang yang sudah terlapisi sprei berwarna merah marun.

Dengan hati-hati, Lian menurunkan Luyi dan anak itu memosisikan diri di tengah ranjang.

"Die, sini!" seru Luyi dengan nada memerintah.

Yu Lian mengerutkan alis, kala Luyi meminta Lian untuk berbaring di sisi dalam ranjang menyebelahi dinding. Lian menelan ludah kasar, karena kalau ia menuruti keinginan anak balita itu, pastinya Lian tidak bisa berkutik.

"Die di tepi saja," kilah Lian. "Di sisi dalam membuat Die gerah."

"Aku takut Die hilang seperti …."

"Iya ... Die akan menemani Luyi," potong Yi Jie cepat.

Mau tidak mau Lian menuruti titah anak kecil itu. Dia naik ke atas ranjang dan merubuhkan punggungnya di samping Luyi yang lantas memberikan rangkulan lengan dan kakinya.

Mereka bertiga bercanda sebelum tidur dan suara tawa mereka dihantarkan udara menyusup di antara celah daun pintu kamar Dayu. Dayu hanya bisa duduk menekuri jari kakinya yang memucat. Badannya terasa tak nyaman karena kelelahan yang mendera. Mendengar gemuruh tawa yang samar itu membuat hati Dayu kembali tercabik.

Harusnya malam ini, Lian ada di sini menemaninya. Namun justru lelaki itu bersama istri pertamanya di kamar belakang dan bersenda gurau dengan anak lelakinya. Air mata Dayu meleleh lagi. Kali ini dibarengi dengan isakan yang menyesakkan hati orang yang mendengarnya. Tawa dari aura kegembiraan pertemuan suami istri di sisi belakang rumah, berbanding terbalik dengan suara tangis yang memenuhi kamar utama yang berada di depan.

***

Sepanjang malam Dayu tak bisa tidur. Sekuat tenaga dia ingin memejamkan matanya, tetap saja tidak bisa terlelap. Walaupun begitu, menjelang subuh dia memaksakan diri untuk bangun. Perempuan itu menurunkan dahulu kakinya untuk mengatur peredaran darahnya agar tidak terhuyung karena turunnya tekanan darah. Setelah merasa stabil, barulah Dayu bangkit dan mengenakan sandal yang berada di bawah kasur.

Langkah Dayu gontai tak ada gairah. Badannya terasa meriang tak nyaman, dan tulangnya ngilu. Mata Dayu terlihat bengkak karena semalaman tak henti-hentinya menangis. Masih dengan rambut yang semrawut, Dayu keluar dari kamar hendak membasuh badan untuk menunaikan salat subuh. Dayu berdecak, mengingat bahwa dia sering melewatkan menunaikan doa pada Sang Pencipta. Kini, saat Dayu merasa sendiri, hanya kepada Yang Kuasa dia dapat bersandar dan berharap.

Saat hendak menuju ke dapur, Dayu melalui kamar belakang yang pintunya sedikit terbuka. Dayu berhenti sejenak. Walau otaknya tidak ingin mendekat, namun tetap saja kakinya melangkah mendekati pintu. Dayu mendorong perlahan pintu itu dan mendapati Ke Yi Jie, Yu Luyi dan Yu Lian berbaring satu ranjang. Mereka masih terlelap dalam alam mimpi masing-masing.

Ketika Dayu disuguhi pemandangan itu, dia hanya bisa meremas keras kain di dadanya. Hatinya berdesir kencang tak rela pria itu seranjang dengan perempuan lain. Dayu bahkan berpikir Yu Lian akan menyetubuhi perempuan lain yang bukan dirinya, dan itu membuat batinnya semakin tertekan.

Ditutupnya cepat pintu itu, dan Dayu bergegas menuju ke gentong pancuran di dekat tempat mencuci piring di dapur itu. Dayu melepas sumpal sehingga terpancarlah air sejuk membasahi kakinya. Dayu menadah air yang menyembur itu dan membasuh wajahnya berulang kali. Dia berharap air yang membasahi wajah mampu memudarkan rasa pedih dari hatinya. Tapi, tetap saja rasa nyeri itu tersisa dan semakin meremas-remas hatinya yang membuat dadanya sesak dan susah bernapas.

Dayu berjongkok, menenggelamkan wajahnya di bawah lengan. Tak dihiraukannya air yang memancar deras dari gentong itu terkuras habis hingga tersisa tetesan saja. Dayu hanya ingin menangis lagi.

"Dayu ...." Panggilan itu menggema di dapur, membuat Dayu terlonjak. Ia mengangkat wajahnya dan kini sudah ada Ke Yi Jie, istri pertama keluarga Yu, di depannya.

"Maaf." Kata itu kemudian yang terlontar dari bibir merah Yi Jie.

Tenggorokan Dayu terasa kering. Ia hanya menatap kosong perempuan ayu yang bermata sipit, berkulit kuning cerah itu. Ke Yi Jie menangkup pipi Dayu dan mengusap air matanya dengan kedua ibu jarinya.

Yi Jie berkata-kata dalam bahasa Mandarin yang sama sekali tak dipahami oleh Dayu, dan sesudahnya Yi Jie memeluk Dayu. Dayu bingung harus bereaksi seperti apa karena tiba-tiba Yi Jie memeluknya.

Dayu tidak mengerti yang dikatakan oleh Yi Jie. Setelah mengatakan hal yang tak dipahami Dayu, Yi Jie berdiri dan berbalik kembali ke kamar. Dia menatap punggung Yi Jie yang menjauh dan menghilang saat dia berbelok masuk ke dalam kamar. Dalam hati Dayu merutuki sikap Ke Yi Jie yang membuat Dayu tak mungkin bisa membencinya. Sungguh takjub Dayu melihat sosok Ke Yi Jie yang tak hanya ayu namun sopan dan pembawaannya tenang. Sangat berbeda dengan dirinya yang lincah dan cenderung melakukan apapun dengan cepat.

Mengetahui air dalam gentong telah habis karena kecerobohannya, akhirnya dia mengulangi wudhunya dengan air di kamar mandi. Dayu berusaha tidak memedulikan kamar belakang. Baginya kamar itu tidak boleh dijamah dan dilihat, karena akan menimbulkan luka di hatinya. Dayu berjalan cepat mendapati kamarnya dan segera menjalankan ibadahnya.

Sejurus kemudian, Yu Lian masuk ke dalam kamar depan, saat Dayu sudah selesai berdoa. Mereka saling berpandangan tanpa bicara. Lian merasa sangat bersalah meninggalkan Dayu malam itu karena ia tertidur dan tak bangun lagi sampai pagi.

"Dayu, maaf," kata Lian.

Dayu berusaha mengurai senyuman. Setidaknya setelah berdoa, dia memperoleh sedikit kekuatan untuk menjalani harinya ... Hari sebagai istri kedua.

Dayu tak menjawab perkataan Lian, dan itu membuat Lian dirundung rasa bersalah. Menurut Lian, lebih baik mendapati Dayu yang cerewet daripada mendapati Dayu yang diam.

"Dayu," panggil Lian lagi saat mengetahui Dayu memalingkan wajah daripadanya.

Gadis itu berdeham, sambil membungkuk tampak sibuk menata ranjang yang dipakainya tidur semalam tadi. Perhatiannya masih terpusat pada sprei yang ditariknya hingga permukaannya terbentang ketat di atas kasur kapuk.

Saat Dayu melipat selimut, Lian menghamburkan badan memeluk Dayu.

"Kamu masih marah?"

"Siapa yang tidak marah tiba-tiba jadi istri kedua, Yu Lian?" geram Dayu kesal menjawab pertanyaan yang seharusnya bisa dijawab sendiri oleh pria itu.

"Maaf ...."

"Tidak semudah itu kamu aku maafkan!" ujar Dayu. Ia melepas rangkulan Lian yang menampakkan ekspresi bersalah. "Menyebalkan! Bagaimana mungkin kamu bisa tidur nyenyak sementara aku tidak bisa tidur karena menunggumu. Siapa kamu, Yu Lian?"

"Aku … suamimu ...," jawab Lian.

Dayu berdecak dengan keras. Dia bersedekap dan dengan mata bengkaknya, Dayu memberikan pandangan tajam ke arah sang suami. "Begitu senangnya Koko beristri dua?" Pertanyaan itu terdengar seperti geraman.

Lian mengerucutkan bibir, sementara alisnya terangkat memperlihatkan kerutan di dahinya seolah lelaki itu berpikir keras. "Tidak boleh senang? Bukankah itu anugerah?" jawab Lian sengaja menggoda Dayu.

Dengan mendengkus kesal diambilnya tebah kasur dari lidi. Ketika hendak menyabetkan pada Lian, lelaki itu sudah menghindar ke seberang meja yang berada di tengah ruangan. "Aku tak kan biarkan kamu hidup tenang Yu Lian!"

"Aku nantikan itu Dewi Andayu. Kalau kamu cemburu seperti ini, itu yang membuatmu semakin menggemaskan," goda Lian.

"Arrggghhh, dasar lelaki tukang rayu! Aku tidak akan jatuh lagi pada rayuan gombalmu Yu Lian."

Suara riuh di kamar depan itu terdengar di pagi buta. Dayu memutuskan menerima takdirnya menjadi istri kedua. Tetapi dengan harga dirinya, dia tidak akan mengatakannya begitu saja.

Sementara itu, Lian paham, bahwa Dayu sudah pada menerima kenyataan. Namun sepertinya,  Lian harus bersiap karena sepertinya sepanjang malam yang berlalu Dayu sudah mengasah taringnya semakin tajam untuk melindungi dirinya sendiri dan bayinya.

***

Ke Yi Jie yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan sarapan, menoleh ke arah pintu masuk dapur. Dia menarik bibirnya ke samping saat mendengar keributan Dayu dan Yu Lian dari kamar mereka.

Duibuqi, Lian Ge he Dayu (Maafkan aku Ko Lian dan Dayu)

💕Dee_ane💕

Dayu memutuskan menerima takdirnya


Makasi banget buat yang udah nungguin. Kupikir udah lupa aja sama Lian Dayu...jadi terhura😭

Jangan lupa vote n komen ya...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro