💕14. Memilih Bahagia💕

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Baba Ji masuk ke dalam pawon yang kini sudah mengepulkan api dari perapian yang dibuat Yi Jie untuk memulai memasak. Melihat Baba Ji yang terkekeh masuk ke dapur, perhatian Yi Jie yang sedang mencuci beras terbagi.

"Hanya, Fuqin, pagi-pagi sudah tersenyum-senyum? Ada ada?" tanya Yi Jie sambil menggosok buliran beras pada sebuah wadah kecil dalam bahasa Mandarin.

Baba Ji duduk di kursi yang ada di dapur. Dia memperhatikan punggung Yi Jie yang bergerak-gerak membasuh beras, membuat bunyi gesekan mendominasi dapur. "Wo terhibur kala melihat keriuhan Dayu dan Lian. Walau Dayu terlihat galak, namun dia perhatian. Dan Lian justru semakin senang menggodanya."

"Iya, Fuqin. Dayu sungguh-sungguh membuat Lian Ge menjadi sosok yang lebih ceria. Kalau dulu dia kutu buku dan cenderung kaku, kini ia lebih santai," ujar Yi Jie sambil menyibakkan anak rambut yang terurai menutupi wajah dengan punggung tangannya. 

"Ya, apalagi saat ia kehilangan kamu Yi Jie." Mata Baba Ji menatap kosong ke depan. Namun otaknya yang merekam kenangan pilu masa lalunya, kembali memutar ingatannya dengan jelas seolah kejadian itu baru saja terjadi kemarin.

Yi Jie bangkit dan menatap ayah mertuanya. Peristiwa lima tahun lalu di Shanghai menyisakan rasa perih. Tidak hanya bagi dirinya, namun juga bagi keluarga Yu. Kecemburuan pelan-pelan menyergap Yi Jie karena merasa dilupakan oleh lelaki yang mengikat janji dengannya lima tahun lalu.

Yi Jie hanya diam. Kali ini cukup diam, agar dia bisa bertahan hidup. 

***

Lian menangkap penebah kasur sapu lidi yang akan disabetkan oleh Dayu. "Dayu, sabar! Tenang! Kamu sedang hamil!" kata Lian berusaha mengurai emosi Dayu.

Mendengar kata hamil terpakulah Dayu pada tempatnya. Genggamannya melonggar sehingga memberi kesempatan Lian untuk melucuti senjata Dayu. "Menyebalkan sekali Koko ini. Sekarang Koko menggunakan kata ajaib itu untuk mengendalikanku."

"Demi anak kita."  

Dayu mencebik.mendengar jawaban Lian. "Aku tidak tahu akan kemana pernikahan kita, Ko. Menjadi istri kedua bukanlah mimpi Dewi Andayu." Dayu kembali membersihkan kasur yang kusut karena tadi dipakainya duduk.

"Harus bagaimana aku meminta maaf?" tanya Lian dengan nada sesal. "Aku juga tidak mengharapkan kejadian ini."

"Aku juga tidak tahu." Dayu berbalik dengan mata memerah. 

Lian tahu apa yang dirasakan Dayu, tapi dia tidak bisa berbuat apapun. "Aku hanya bisa meminta maaf."

"Kenapa terus minta maaf, seolah menjadikanku istri itu kesalahan?" Dayu menatap sengit. "dan itu semakin menyakitiku, Ko!" Gadis itu mengetuk dadanya dengan keras.

Setelah itu, Dayu memilih keluar dari kamar, meninggalkan Lian yang termangu seorang diri. Memperdebatkan hal yang sama pun tidak akan mengubah situasi  Dia harus segera bergegas ke dapur untuk melakukan rutinitas paginya menyiapkan sarapan. Setidaknya bila dia sibuk, Dayu bisa melupakan sakit hatinya. 

Namun langkah Dayu terhenti, saat melihat asap sudah mengepul dari dandang tembaga dengan kukusan di atasnya. Suara pisau yang beradu dengan talenan menguasai dapur. Di sisi lain tungku, tutup ketel sudah bergoyang karena desakan air mendidih.

Ya Tuhan, bahkan dapurku sekarang sudah dikuasai. Bisa-bisa aku tidak ada tempat lagi di rumah ini dan di hati Koko.

"Cik Yi Jie …." Dayu berusaha menyapa ramah dengan senyuman tanggung yang terurai dari wajah.

Yi Jie menghentikan aktivitas, dan menoleh membalas sapaan Dayu. "Zao an (Selamat pagi)," sapa Yi Jie riang.

Dayu mendengkus dalam hati. Bisa-bisanya Yi Jie memberikan senyuman selembut bidadari yang bahkan membuat Dayu sulit untuk membencinya. Dayu pikir ia akan membenci Ke Yi Jie, tapi melihat senyuman Yi Jie, rasa benci itu tak tersemat di hatinya. Dayu paham, bagaimanapun Yi Jie tidak bersalah. Sudah sewajarnya Yi Jie mencari suaminya, dan seperti Dayu, Yi Jie pun pasti akan terkejut dan merasa dilupakan oleh Lian karena suaminya justru mengambil perempuan lain untuk dijadikan istri.

Dayu mengembuskan napas kuat, dan bergegas mendekati tungku hendak mengangkat ketel yang airnya sudah menguap.

"Jangan Dayu. Biar aku saja," cegah Yi Jie dengan logat bahasa Indonesia yang masih aneh begitu tahu Dayu hendak mengambil lampin yang tergantung di sisi lemari.

Dayu tersentak, lalu menghentikan gerakannya. 

"Kamu ... hamil." Ke Yi Jie memberikan gerakan perut yang menggelembung di udara, memberi penegasan pada kata-katanya apabila Dayu tidak mengerti yang diucapkan.

Yi Jie mengambil lampin itu, hingga membuat Dayu terpaksa mundur selangkah. Dia mengamati wanita cantik yang selalu mengurai senyuman itu mengangkat ketel dan menuangkan air panas ke dalam termos yang sudah ditata di bawah agar lebih mudah saat mengucurkan airnya.

Lagi, Dayu merasa tersisih. Namun dia hanya diam. Gadis itu berdeham canggung berada di rumahnya sendiri, dan justru merasa dirinya hanya sebagai tamu atau orang asing di rumah itu. 

"Aku ... harus bantu apa?" Dayu menoleh ke kanan dan ke kiri sambil menggaruk tengkuk tak gatal.

"Duduklah saja. Aku sudah menyiapkan semuanya." 

Dayu melayangkan pandangan ke sudut dapur yang terdapat kursi. Hanya duduk tak berbuat apa-apa sungguh tidak nyaman bagi Dayu, apalagi ada seorang perempuan yang kini memasak untuk mengganjal perut suami dan ayah mertuanya. 

"Aku bersihkan rumah saja." Dayu kemudian bergegas kembali ke dalam ruang tengah.

Namun yang terjadi, baru saja Lian menyapu rumah. Lelaki itu sudah menyelesaikan menyapu dari ruang makan sampai ke ruang depan. 

Dayu mendesah. Gadis itu mengerutkan alis memutar otak untuk mencari pekerjaan yang bisa ia lakukan. Dia pun bergerak ke kamar mandi dan mendapati baskom kayu di situ sudah dipenuhi oleh baju kotor. Dia mengangkat baskom itu di depan perut yang sudah membuncit. Yi Jie tak memperhatikan apa yang dilakukan Dayu karena dia sekarang sedang sibuk mengupas bawang merah dan bawang putih membelakangi pintu keluar. 

Dayu meletakkan baskom dengan pelan di depan sumur yang bibirnya terbuka. Dia melongokkan wajahnya ke dalam sumur yang cukup dalam. Bibir Dayu mengerucut menatap air tenang di permukaan dasar sumur. Dia menghela napas panjang untuk mengumpulkan tenaga.

"Ayo, Dayu. Semangat!" gumam Dayu.

Dayu menyingsingkan lengan bajunya dan mulai menurunkan ember ke dasar sumur hingga bunyi kecipak menggaung di dalam ruang sumur itu. Dia menggerak-gerakkan tangannya, berupaya agar air masuk dan memenuhi ember.

Saat akan menarik tali pada katrolnya, tangan Dayu ditahan oleh tangan besar. Seseorang berada di belakangnya dan saat ia mendongak dilihatnya Yu Lian yang sedang menundukkan wajah menatapnya.

"Ibu hamil kita ini pekerja keras sekali. Kalau aku melarangnya, pasti dia tidak akan menurut." Yu Lian menyingkirkan tangan Dayu dari tali karet.

Melihat perlakuan Lian, Dayu hanya bisa menaikkan sudut bibir atas kirinya. Dia merutuki jantungnya yang berdebar kencang karena Lian mendatanginya. 

"Jangan mencibir. Bibirmu menjadi terlihat menggoda kalau seperti itu." 

Tetap saja Dayu tersipu dengan rayuan gombal Lian yang justru membuatnya menjuruskan sikunya ke perut Lian.

Namun rupanya kini Lian sudah sangat hafal dengan kebiasaan baru Dayu sehingga lelaki itu menghindari dengan menarik tubuhnya hingga melengkung. 

"Tidak semudah itu Dewi Andayu!" Yu Lian terkekeh.

"Carilah pekerjaan yang lain. Aku akan mencuci baju!" Suara Dayu terdengar kesal. Kesal karena rayuan gombal Lian, juga kesal karena dia dengan mudahnya terpancing.

"Duduklah. Aku akan membantumu." Lian berkata dengan nada yang tegas.

Dayu menurut. Dia mengambil dingklik kayu yang ada di sisi dinding. Sambil menunggu Lian menimba air dari dasar sumur, Dayu membubuhkan detergen ke atas baju yang menggunung. Pelan-pelan Lian menarik tali yang ujungnya terikat ember yang sudah penuh air. Air menyiprat ke dinding sumur saat tali katrol bergoyang dan dijangkau oleh Lian. Lelaki itu dengan hati-hati memindahkan air dari ember sumur ke dalam baskom kayu.

Lian dan Dayu sama-sama membisu. Tidak ada pembicaraan. Hanya ditemani suara tarikan katrol dan sesekali suara deburan siraman air yang hendak memenuhi beberapa baskom yang sudah berjejer di situ. Dayu hanya tercenung memperhatikan jemarinya yang bermain di dalam air yang mulai memunculkan buih busa sabun.

Lian duduk di seberang baskom menghadap Dayu yang kini sudah memulai mengucek baju. Wajah Dayu tanpa ekspresi, terlihat tertekan walau sempat ada aura galak yang tadi pagi terpancar. Lian menggigit bibirnya berusaha mencairkan suasana yang dingin, sedingin pagi yang saat itu belum merekahkan cahaya mentarinya.

Lian berdeham, ikut mengambil baju yang terpelintir bersama kain yang lain. 

"Koko!" sergah Dayu saat mendapati baju yang sedang dia kucek terlepas karena tarikan Lian.

"Ups, ternyata ini baju yang kamu cuci Dayu. Kau tidak tahu, kupikir ini baju yang tertimbun." Lian memberi alasan.

"Aku sengaja merendamnya lebih lama!" Bibir Dayu mulai mencebik.

"Maaf."

"Hih, berapa kali pagi ini Koko minta maaf?" Dayu merebut kembali baju yang kini dipegang Dayu.

"Aku nyuwun ngapura (Aku minta maaf)." 

Suara Yu Lian berbahasa Jawa membuat Dayu mampu mengulum senyum.

"Dayu ... kamu tersenyum, ya?" Yu Lian memicing tajam ke arah Dayu.

Dayu menyipratkan air sabun ke wajah Lian. "Koko ini mau bantu aku mencuci atau mau ngrusui (mengganggu)?"

"Membantu istriku mencuci—"

"Istri kedua. Nanti kalau Cik Yi Jie tahu, dia akan merasa tidak dianggap," ujar Dayu tanpa pikir panjang tetapi cukup membuat dadanya sendiri berdesir.

"Jangan berkata begitu. Itu akan membuatku serba salah Dayu," kata Yu Lian kemudian terdiam dengan raut wajah yang kusut.

"Biar ... Aku akan membuat Yu Lian serba salah." Dayu memberikan cibiran kepada Lian.

Lelaki itu tersenyum miring. "Dewi Andayuku memang beda."

"Kalau tidak beda, Koko tidak akan jatuh cinta padaku, bukan?" kata Dayu dengan percaya diri, sambil mengucek kain.

Tawa Yu Lian meledak dari bibir merahnya. "Ya, itu yang membuatku jatuh cinta."

"Tanpa Koko cerita, aku tahu Koko pasti juga bingung berada di antara kami." Dayu mendesah kuat. "Kuharap kita bisa segera menyesuaikan diri."

Yu Lian tersenyum. "Kamu tahu pepatah Tiongkok kuno Dayu?" 

Dayu hanya menggeleng sementara matanya masih tertuju pada apa yang dikerjakan. 

"Xīn yǒu líng xī yī diǎn tōng, artinya kalau ada hubungan batin, pasti lebih mudah saling memahami, walaupun sedikit petunjuknya. Terima kasih sudah memahamiku."

"Baiknya, Dewi Andayu. Perempuan mana yang mau diduakan coba?" Dayu memuji pada dirinya sendiri dengan miris. 

Kembali Lian terkekeh. "Iya, Dewi Andayu perempuan yang baik. Istri yang baik untuk Yu Lian." 

Dayu tersenyum miring, meragukan ucapan Lian. Apakah betul dia menjadi istri yang baik? Akan seberapa kuat, dia menjalani rumah tangga poligami? Namun, sambil menghela napas panjang, Dayu kemudian berkata, "Ibarat memasak, kita tak sengaja membuat nasi kita menjadi bubur, dan sekarang aku ingin membuat bubur ayam alih-alih meratapi keadaan. Aku hanya ingin memilih bahagia, Ko." Dayu mengulas senyum. "Demi anak kita."

💕Dee_ane💕💕

Dayu memilih bahagia apapun keadaannya

Yi Lian Kai yang merasa berpijak di dua perahu

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro