Meow 1 : Pandangan Pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gue nggak menyangka kalau gumpalan kertas kumal putih bakal bisa mengubah hidup gue. Benda itu jatuh tepat di kaki gue, menggelinding seenak jidat (emang kertas bisa punya jidat?). Pertama gue kesel karena mengira ada orang yang buang sampah sembarangan, tetapi setelah dilihat asalnya dari mana, gue nggak bisa berhenti tutup mulut selama lima detik (untung nggak ada laler yang masuk).

Gue serasa terhipnotis. Ada cewek cantik yang sedang tersenyum ke arah gue sambil menunjuk-nunjuk ke arah bawah meja, tepatnya ke kaki gue. Cewek itu kemudian menyimpan telunjuk ke depan bibirnya yang berwarna merah muda. "Ssst," desisnya seperti ular. Ia lalu berbalik ke arah meja dosen. Rambut cokelatnya yang sebahu bergoyang ke kiri dan ke kanan saat berjalan. Terlihat begitu anggun.

Entah apa yang membuat cewek itu mau berhadapan dengan gue. Mungkin karena kasihan kali, ya? Melihat gue yang sudah frustrasi dengan soal-soal yang bejibun. Tarik-tarik rambut kayak orang gila.

"Lima menit lagi." Suara dosen menginterupsi lamunan gue, seketika dengungan anak-anak kelas membuat pecah konsentrasi.

Gue buru-buru mengambil gumpalan kertas itu dan membukanya. Di sana tertera huruf-huruf dari nomor satu sampai empat puluh. Ya, Gusti, ini kunci jawaban. Baik banget dia. Gue mimpi apa semalam, bisa sampai begini.

Fix, gue harus tahu nama IG-nya.

Ujian pun berakhir dengan gue yang senyam-senyum sendiri. Mungkin orang-orang menganggap gue gila kali, ya? Biasanya, kan, kalo udah ujian kelihatan pada stress, gitu. Takut nggak maksimal, lah. Takut banyak yang salah, lah. Takut ini, lah. Takut itu, lah. Tapi gue kayak orang yang sedang lari di taman bunga menikmati sinar mentari pagi, ditemani burung yang berkicau. Oke, skip.

"Kenapa ai maneh, Yo?" Chandra, teman pertama gue di kampus tiba-tiba menegur gue yang sedang berkhayal sambil jalan ke kantin. Dari cara bicaranya pasti kelihatan kalau dia ini orang Sunda asli seratus persen tanpa diragukan, ditambah logatnya yang kental walaupun sudah bicara pakai bahasa lain. Kentara banget kalo lagi ngobrol sama gue yang notabene pindahan dari Jakarta.

"Eh? Nggak kenapa-kenapa." Senyum gue luntur digantikan wajah datar yang sebisa mungkin gue buat. Gue nggak mau kalau si Chandra ini sampai tahu gue suka seseorang. Bisa dikatain habis-habisan gue sama dia.

"Bohong, siah," kata Chandra sambil menyikut gue dan tersenyum jail. "Urang tau kalau maneh lagi bohong."

Gue berusaha mengganti topik. "Udahlah, hayu ke kantin."

"Asyik, ditraktir Rio!" teriak Chandra sambil melompat girang.

"Ngajak doang, elah!" Gue berusaha menoyornya, tetapi berhasil dielak.

...

Kami makan bakso Mang Asep yang katanya enak sefakultas—bahkan katanya sampai terkenal ke fakultas lain. Di suapan pertama emang nggak terlalu terasa, tapi setelah beberapa bakso itu meluncur ke mulut gue ... seenak itu rasanya!

Nggak heran kalau tempat ini sering penuh. Di antara pedagang-pedagang di kantin, ya Mang Asep inilah yang sering jadi tujuan pertama mahasiswa untuk mengisi perut. Seperti sekarang, semua warung penuh dengan mahasiswa kelaparan apalagi warung Mang Asep. Gue bahkan harus duduk di pojokan karena tempat yang lain sudah penuh. Untung tempatnya terbuka jadi masih bisa menghirup udara segar.

"Jadi, siapa yang lagi maneh taksir?" tanya Chandra sambil memasukkan satu bakso besar ke mulut sampai pipinya menggembung.

"Kepo," jawab gue.

"Ewmhang," timpal Chandra sambil mengunyah. Gue nggak memedulikan keingintahuannya.

Saat gue mau memasukkan bakso terakhir ke mulut, tangan gue mematung di udara ketika melihat seorang cewek di antara cewek-cewek yang sedang membeli aneka makanan. Gue nggak sadar bakso gue jatuh sampai ada cipratan yang kena muka.

Si Chandra ketawa nggak ketulungan. "Ai maneh kenapa, Yo, Yo?"

Gue langsung mengambil tisu, takut kalo doi lihat gue masih belepotan kuah bakso. Bisa turun harkat dan martabat gue nanti.

"Anjir, lah." Gue menyumpah sambil mengelap wajah dan baju yang jadi bau kuah.

"Aduh, Yo, urang mah gak pernah ngerti sama kelakuan maneh, sumpah," tawa Chandra, masih berlanjut sampai harus mengelap air mata.

Gue berusaha bersikap biasa ketika gerombolan cewek itu lewat sambil menenteng makanan masing-masing. Seketika gue salah tingkah saat cewek yang kasih kunci jawaban lewat padahal belum tentu doi melihat gue.

"Yang mana jadina?" bisik Chandra ketika cewek-cewek itu sudah menempati bangku untuk makan. Gue nggak menghiraukan pertanyaannya dan lanjut memperhatikan cewek yang sudah menolong gue.

"Rambut cokelat pendek sebahu?" Gue mengangguk. "Yang baju warna biru?" Gue mengiakan. "Mata agak sipit, kulit putih, hidung mancung, bibir agak seksi?" Gue refleks melihat si Chandra.

"Kok, lo tempe?" tanya gue heran. Si Chandra cuma memasang tampang seolah dia bisa baca pikiran seseorang.

"Tahu, ai maneh!" sembur Chandra. "Maneh ngeliatnya fokus banget atuh da. Mata maneh hampir copot, siah."

"Ngawur." Gue berusaha menggentok kepala si Chandra tapi dia keburu menghindar. "Lo tahu namanya nggak?" tanya gue sambil berbisik.

"Tau, lah!" teriak Chandra seakan pengetahuannya telah diremehkan.

"Ssst, ih, jangan keras-keras. Nanti kita ketahuan kalau lagi ghibah."

Si Chandra mengerling. "Namanya Ratna, seangkatan sama kita. Masa maneh gak tahu?"

"Perasaan belum pernah lihat, deh."

"Kuper atuh da maneh mah."

"Ish ...." Gue merasa tersinggung. "IG?"

"@ChandraChandraChandra_ajah," jawab Chandra.

"Bukan IG lu, elah. IG-nya Ratna," timpal gue berbisik.

Si Chandra terlihat seperti berpikir. "Urang follow gak, ya?" Dia kemudian membuka ponsel dan memeriksa sesuatu. "Oh, udah follow ternyata. Tah, Yo, kalau mau liat," katanya sambil menyodorkan ponsel. Gue menerimanya dengan perasaan membuncah.

"Eh?" Sesuatu yang berhasil membuat gue lari kalang-kabut terpampang jelas di sana.

=ฅ'ω'ฅ=

A/N

Kamus meong:

Urang (Sd.)= saya, kita; dipakai dalam percakapan dengan sesama.

Maneh (Sd.) = kamu (kasar); dipakai dalam percakapan dengan sesama.

Atuh (Sd.) = (harfiah) dong; tidak bisa diartikan secara literal sebenarnya, harus bersama kalimat pengiring.

Tah (Sd.) = nih.

Hayu (Sd.) = ayo.

Ai, da, siah, mah (Sd.) = Kata seperti lah, sih, dong.

...

Pendek? Emang. Soalnya proyek ini cuma buat senang-senang.

Semoga menghibur!

Salam meong :3

Diterbitkan: 05-01-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro