Meow 3 : Rencana Pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(Sumber: pinterest)

Akhirnya, kelas itu berakhir dengan enggak ada apa pun yang masuk ke otak gue. Dosennya ngebosenin parah. Belum lagi matkulnya yang susah dicerna. Mengepul deh, ini otak. Kayaknya sepanjang kelas tadi gue melamun terus.

Gue berjalan gontai ke arah parkiran. Mau langsung pulang. Badan rasanya lemes banget. Punggung gue bahkan udah menekuk, kayak mau patah.

Chandra enggak bareng gue ke tempat parkir. Katanya ada urusan sebentar. Jadi, deh, gue pulang sendirian.

Entah kenapa kayaknya semesta mau main-main sama gue. Sejak gue menarget Ratna yang notabene suka kucing buat jadi gebetan, kucing-kucing lebih sering hadir di hidup gue. Kayak sekarang. Ada kucing oren lagi nangkring di atas jok motor gue. Jilat-jilat bagian bawah kayak lagi pose yoga.

Gue mematung. Mau usir, takut. Mau didiemin, ya ... nggak akan pergi-pergi, kecuali urusannya selesai, sementara gue sudah mau rebahan di kasur.

"Rio?" Seseorang memanggil. Kayak kenal ini suara. "Lagi apa?"

Gue berbalik untuk memastikan siapa si pemilik suara. "E ... eh, Rat ... na." Kenapa gue gugup banget, Ya Tuhan ...?!

Eh, tunggu. Dia kenal gue?!

"Rio ... kamu kenapa?" panggil Ratna lagi. Tangannya mengibas-ngibas di depan wajah gue.

"Eng ... enggak kenapa-napa," jawab gue di tengah rasa canggung.

"Terus kenapa dari tadi ngelamun aja?" tanya Ratna lagi sambil lewat. Dia lantas berhenti di depan motor gue. "Eh, ada emeng," sapanya sembari mengelus hewan itu.

"Yo?" Ratna yang sedang mengelus kucing lantas berhenti.

"Y ... ya?" jawab gue gugup.

"Jangan bilang kamu dari tadi diem karena ada kucing ini," tebak Ratna tepat sasaran. Habis sudah martabat gue. "Kamu enggak usah malu kalo memang takut. Enggak ada salahnya, kok. Semua orang punya alasan masing-masing kenapa bisa takut." Ratna mengangkat kucing itu dengan hati-hati, mengusirnya dengan sopan, lantas berbalik ke arah gue sambil mengacungkan jempol. "Oke?"

Pipi gue rasanya panas. Ada yang berdenyut-denyut di dalam dada.

"Dah, Rio!" Ratna melaju dengan motor matic-nya. Gue hanya melambai sambil bengong.

Gue menggeleng. Gak ada waktu buat ngelamun di parkiran. Gue harus pulang dan rebahan.

...

Semesta ingin bermain sama gue lebih lama. Setibanya di kos, grup chat kelas ribut sama tugas dadakan yang dikasih dosen (Why Pak Dosen?! Gini amat hidup gue!). Katanya harus bikin makalah. Dibagi per grup secara acak. Dan setelah dag-dig-dug menunggu keputusan, akhirnya semua anggota ditetapkan.

Gue sekelompok sama Ratna!

Dan Chandra ....

"Kayaknya ini pertanda, deh, Chan!" Gue bersorak penuh semangat. Belum pernah rasanya gue sesenang ini, walaupun harus bikin makalah yang seringnya minta kepala ini dijedotin ke tembok.

Sesaat setelah pengumuman anggota kelompok itu, gue langsung menghubungi Chandra.

"Tanda naon ai maneh?" sahut Chandra di seberang telepon.

"Tanda kalo gue sama Ratna memang jodoh!" Gue guling-guling enggak tahan saat ngomong begitu.

"Halah, itu mah cuma kebetulan. Yakin pisan maneh bakal berjodoh sama Ratna." Kali ini Chandra berusaha menjatuhkan ekspektasi gue, enggak kayak omongannya di kelas yang katanya mau dukung apa pun pilihan gue.

Gue menggerutu. "Gitu amat jadi temen."

Gue enggak terlalu memedulikan tanggapan Chandra. Setelah deklarasi jodoh itu, gue langsung bikin grup chat bertiga.

Ratna yang pertama menyapa ketika semua sudah masuk. Gue langsung respons secepat kilat biar kelihatan jadi orang yang bisa diandalkan.

"Maaf ya, teman-teman, aku enggak bisa kalau harus hari Sabtu ini. Rencananya aku mau ke vet, udah janjian sama dokter. Jadi, enggak bisa dibatalin secara sepihak gitu," pesan Ratna ketika membahas waktu kerja kelompok.

"Yah, Rat ...." Gue membalas.

"Kalau bagi-bagi tugas aja bagaimana?"

"Urang mah sok aja."

Lewat sudah kesempatan pdkt gue.

"Sebagai gantinya, nanti kita selesain di rumah aku aja, ya? Bagaimana? Nanti aku siapin makanan yang banyak biar kalian betah."

"Setuju!" Chandra yang paling cepat merespons. Kalau soal makanan, jangan tanya lagi. Badan kurus banyak makan, tapi enggak pernah sekalipun kelihatan gendut atau buncit. Suka iri gue sama orang kayak begitu.

"Oke," akhirnya gue jawab. Kelihatannya kayak gue lagi jutek karena balas pendek, padahal dalam hati gue lagi ngejerit karena bisa lebih deket sama Ratna.

Ini benar-benar pertanda! Gue bisa ketemu langsung doi di kediamannya dan—

Astaga, kucing! Gue bener-bener lupa kalau Ratna pelihara satu (atau berapa juga gue enggak tahu). Bisa malu tujuh turunan kalau Ratna lihat gue lari tunggang langgang karena ada makhluk itu.

Gue langsung menghubungi Chandra lagi saat itu juga.

"CHAN, BANTUIN GUE!"

"Yo, ih, urang bisa tuli kalo maneh teriak wae."

"Chan, please, bantuin."

"Bantu naon, sih? Ngomong weh langsung."

"Bantuin gue biar enggak takut kucing lagi!!!"

='ω'=

A/N

Kamus meong:

Naon (Sd.) = Apa

Pisan (Sd.) = sangat, sekali

...

Semoga menghibur!

Salam meong :3

Diterbitkan: 20-3-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro