Bab 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Carter memberi kunci serta akses untuk masuk ke rumah pribadinya pada Khaelia yang menerima dengan bingung. Selain itu ada sebuah kotak yang masih tertutup rapi.

"Kartu dan kunci ini selain aku hanya kamu yang punya. Kalau suatu hari nanti aku memintamu datang berarti kamu harus tiba di sini tanpa banyak alasan. Tenang saja, aku akan memintamu kemari dalam situasi tertentu. Isi kotak ini tidak boleh kamu lihat tanpa ijin dariku."

Situasi tertentu seperti apa yang dimaksud hanya Carter yang tahu, Khealia memilih untuk tidak banyak bertanya, termasuk apa isi kotak yang diberikan padanya. Hari ini setelah sex yang brutal, Carter mengirimnya pulang dengan sopir yang menganar langsung sampai ke rumah sakit. Hal pertama yang dilakukan Khaelia adalah menjenguk sang mama. Ia mengabaikan fakta baru saja melakukan sex dengan laki-laki di luar pernikahan. Seandainya papanya masih hidup pasti akan membunuhnya dan kalau mamanya sadar, pasti akan memakinya panjang lebar. Bisa jadi meminta Khaelia menjauhi Carter.

Duduk di samping sang mama, Khaelia tanpa sadar mendesah. Kalau orang tuanya masih ada dan dalam keadaan sehat, sudah pasti dirinya tidak akan terjebak dalam hubungan yang rumit dengan Carter. Tidak akan membuat dirinya menjadi budak. Memang tidak bisa dipungkiri kalau dirinya menikmati setiap sex yang dilakukan bersama Carter, tapi tetap saja ingin hubungan yang biasa saja layaknya manusia normal pada umumnya.

"Maa, seandainya Mama sadar dan mengenal Carter pasti suka. Dia memang laki-laki kaya dan arogan tapi sangat mencintai keluarga. Carter pula yang membiayai Mama di rawat. Cepat sadar dan sembuh, Ma. Aku ingin banyak bercerita, ingin makan bersama dan piknik berdua. Jangan tidur terus, Ma. Aku bosan sendirian."

Khaelia terus membisikan kata-kata di telinga sang mama, berharap bujukannya berhasil membuat orang yang dicintainya mendengar dan sadar kembali. Tidak ada yang tahu apakah sebuah tindakan sia-sia atau tidak bila tanpa dicoba.

"Mama ingat tentang rumah di Soul Hils yang pernah kita lewati dan kagum dengan luas serta megahnya? Itu adalah rumah keluarga Solitaire dan aku bekerja dengan mereka."

Dua jam Khaelia terus bicara hingga akhirnya kelelahan dan tertidur di samping ranjang sang mama. Terbangun beberapa saat kemudian saat seorang suster membangunkannya. Ia meninggalkan ruang rawat dan kembali ke kontrakan dengan langkah tertatih lalu ambruk ke ranjang kecil bahkan tanpa mengganti pakaian.

Dua jam sebelum kerja, Carter mengirim pesan padanya. "Buka kotak dan keluarkan isinya. Aku ingin kamu memakainya untuk bekerja hari ini. Tuanmu memberi perintah, Cara."

"Iya, Tuan."

Khaelia membalas cepat sebelum membuka kotak dan mengeluarkan isinya. Ada sebuah celana dalam hitam berenda yang transparant. Khaelia tertegun saat melihat di alat kecil merah muda menempel di celana dalam, ada pula buku petunjuk penggunaan celana dalam itu dan wajahnya memanas seketika. Carter menginginkan dirinya bekerja dengan memakai celana dalam vibrator yang bisa dikendalikan dengan bluetooth ponsel. Bukankah itu sama saja seperti menyuruhnya bergairah setiap saat? Membayangkan saja rasa malu menyergapnya. Bagaimana kalau ada yang memergoki? Bagaimana kalau ternyata vibratornya tidak berfungsi dan menyakitinya. Carter seakan bisa membaca pikirannya. Sebuah pesan masuk ke ponselnya.

"Alat itu aman, tidak akan menyetrum atau menyakitimu. Harus dipakai, aku tidak terima penolakan."

Sekali lagi Khaelia ke tempat bekerja menaiki taxi, pemborosan yang harus dilakukan demi keamanan dan kenyaman diri. Dengan vibrator yang bergetar di vaginanya, bagaimana ia bisa menaiki kendaraan umum? Untung saja gaji serta bonus dari Carter cukup besar dan mampu membiayai perjalanannya.

Keluar dari taxi, Khaelia berjalan cepat dengan darah berdesir setiap kali benda itu menyentuh klitorisnya. Dari awal memakai sampai sekarang, entah berapa kali Khaelia merasa jantungnya melompat seiring dengan sentuhan di pangkal pahanya. Keringat membajiri seiring dengan dengan getaran yang terasa kuat. Di luar keinginannya Khaelia merasa sangat ingin bercinta.

Sialnya lobby kantor tidak sesepi yang diharapkan. Banyak pegawai yang masih mondar-mandir, Khaelia tanpa sadar mengeluh karena harus berebut lift dengan mereka. Benar saja, ia kembali bertemu tiga perempuan dari pemasaran. Menunduk agar tidak dikenali, Khaelia berusaha menghindari mereka tapi lagi-lagi nasibnya apes.

"Hei, kamu. Masih kerja di lantai sepuluh?" sapa gadis berambut pirang.

Khaelia mengangguk. "Masih."

"Betah juga jadi cleaning service. Kerjanya capek tapi gajinya gede, ya?"

Khaelia memilih untuk tidak menjawab, saat pintu lift membuka tidak masuk dan menunggu sampai tiga gadis itu naik lebih dulu. Ia teringat akan candaan mereka yang memintanya ke lantai sepuluh lewat tangga darurat.

"Hei, kenapa kamu nggak masuk? Ayo, naik!" Gadis berkacamata menarik tangannya. Bahu Khaelia membentur dinding, dan meringis. Berharap vibrator di pangkal pahanya tidak lepas. "Kami baik'kan? Sengaja mengajakmu naik lift bersama. Ingat, kalau Pak Bosman tanya sama kamu apakah punya teman di gedung ini harus menjawab nama kami."

Khaelia mengangkat wajah, menatap ketiganya dengan tatapan tidak mengerti. Apa yang mereka harapkan darinya? Si rambut pirang menunjuk dirinya sendiri.

"Namaku Wika."

"Aku Riana." Si kacamata menimpali.

"Namaku Lita."

Ketiganya memperkenakan diri tanpa diminta. Khaelia yang terkejut hanya terdiam. Si rambut pirang kembali bersuara.

"Ingat yang aku bilang kalau Lita, Wika, serta Riana sangat baik sama kamu. Bukan hanya kamu tapi juga pegawai cleaning service yang lain. Daah!"

Saat ketiganya berebut keluar, Khaelia masih sempat mendengar percakapan lirih di antara mereka.

"Jijik kali aku harus berbaik-baik dengan cleaning service."

"Terpaksa, demi penilaian kepribadian. Kalau judes nanti kita nggak ada promosi."

"Semoga si bodoh itu menganggap kita ramah."

Ketiganya cekikikan dan saat pintu lift menutup, Khaelia menghela napas lega. Sungguh melelahkan harus beramah tamah dengan manusia-manusia sombong dan merasa paling baik. Tiba di lantai sepuluh ia keluar dengan tertatih, masuk ke ruangannya dan bergegas menyiapkan dokumen serta kopi sebelum Carter tiba. Saat bossnya datang, yang pertama ditanyakan adalah vibratornya.

"Kamu memakainya?"

Khaelia mengangguk, dan mengangkat roknya dengan malu-malu untuk menunjukkan celana dalam tranparant dengan alat yang menempel di permukaan.

"Bagus, budak yang penurut. Mana ponselmu?"

Khaelia menyerahkan ponselnya, Carter mengatur setelan vibrator dan alat itu bergetar lebih cepat dari pada sebelumnya. Membuat Khaelia menggigit bibir dengan tangan memegang paha.

"Tuan, terlalu kencang," ucapnya terengah.

Carter tersenyum, menghampiri Khaelia dan mencium bibirnya. Jemarinya mengusap pinggul Khaelia dan menekankan ke pinggulnya.

"Anggap saja vibrator itu jariku. Bayangkan saja, aku membelaimu seperti itu sepanjang malam."

"Tapi, Tuan—"

"Apa kamu bergairah?"

Khaelia menggigit bibir dan mengangguk malu-malu. "Iya."

"Sudah basah?"

"Sudah."

"Bagus, itu hal yang sangat bagus sekali. Aku suka mendengarnya."

Carter suka tapi Khealia tersiksa. Ia dipaksa untuk menahan gairah sepanjang waktu bekerja. Sesekali Carter menggodanya dengan meremas dada atau menciumnya tapi tidak lebih dari itu. Tidak peduli saat ada Bosman, menelepon klien, atau pun mengetik celana dalam itu melekat di tubuhnya. Khaelia sering kali menelungkup ke atas meja untuk menahan erangan. Carter memergokinya sekali dua kali dan hanya tersenyum saja.

Khaelia yang tidak tahan lagi, setengah berlari ke kamar mandi dan berniat onani. Di luar dugaan, Carter menyusul. Menyudutkannya di depan wastafel dan berbisik lembut.

"Aku akan membantumu, Khaelia. Bagaimapun aku ini boss yang baik."

Khaelia berdiri memungguni Carter sementara celana dalamnya dilucuti. Ia membungkuk saat satu kakinya diangkat. Mendesah lega kala merasakan kejantanan Carter memasukinya. Mengerang keras dengan tubuh bergetar, kali ini bukan karena vibrator tapi penis yang keluar masuk di pangkal pahanya.

"Basahnya, kamu benar-benar penuh nafsu Khaelia. Aku sukaa."

Carter bergerak cepat di belakang Khaelia, sedari baru datang nafsunya sudah naik. Terutama saat melihat Khaelia tersiksa karena vibrator. Membayangkan vagina yang basah dan mudah untuk dimasuki membuat kejantanannya menegang. Ia sendiri menjadi begitu bernafsu.

Ia mencengkeram pinggang Khaelia, menekuk tubuhnya hingga menyentuh wastafel. Memegang bahu dan menggeram seiring dengan setiap hujaman. Dua manusia yang terlilit nafsu, saling membunuh dengan menggunakan sex. Saat mencapai puncak, Carter yang puas mengatakan ingin makan daging.

"Pesan porsi besar, Khaelia kamu membuatku kelelahan."

Khaelia memakai kembali celana vibratornya, mendesah karena memikirkan akan terus bergairah sampai waktu kerja selesai. Ia memesan makanan, menyantap berdua dengan Carter sambil mengbrol soal pekerjaan dan hal-hal lain yang tercetus di dalam kepala.

"Kamu kenap pegawai lain di sini selain Bosman?"

Khaelia mengangguk. "Ada, Tuan. Sama penjaga gedung."

"Oh ya, benar. Yang lain lagi?"

Teringat tiga pegawai perempuan dari divisi pemasaran, lalu seorang laki-laki lain dan Khaelia tidak beranggapan kalau mereka mengenalnya dengan baik.

"Tidak ada, Tuan. Hanya sesekali bertemu di lift, itu saja."

"Tidak mengherankan, jam kerjamu berbeda dengan mereka."

Selesai makan, Carter menguap dan berdecak heran. "Tumben sekali aku mengantuk."

Khaelia menatap bossnya dengan heran. "Bukannya itu hal yang wajar?"

"Tidak, biasanya aku tidak begini. Aduh, aku mengantuk sekali. Bangunkan aku nanti saat pulang."

Belum sempat Khaelia menjawab, Carter sudah merebahkan diri di sofa dan terlelap. Khaelia dengan cepat dan cekatan membersihkan meja dari sisa makanan. Mengambil jas Carter yang tersampir di kursi dan menutupi tubuhnya. Tersenyum simpul melihat bagaimana wajah tampan Carter tertidur dengan damai. Ia memutuskan untuk kembali bekerja, berniat mencopot celana dalam tapi akhirnya tetap memakai sesuai kesepakatan. Menjelang jam kerja berakhir terdengar ketukan di pintu, Khaelia membuka dengan heran karena menyangka Bosman yang datang.

"Pak Bosman tidak tidur?"

Bukan Bosman yang datang melainkan seorang perempuan cantik dengan gaun perak yang ketat. Perempuan itu menatapnya sambil bertanya.

"Di mana Carter?"

Khaelia menunjuk sofa dan perempuan itu menatap Carter sambil berseru. "Carter tidur saat malam? Tumben sekali."

Menyingkirkan Khaelia, perempuan itu menuju sofa dan mengusap wajah Carter. "Sayang, kamu tidur? Manis sekali."

Berdiri gamang dengan vagina berdenyut karena vibrator, Khaelia menatap perempuan yang kini membelai wajah Carter. Apakah perempuan itu kekasih sang tuan?
.
.
.Sudah ending di Karyakarsa. Tim ebook siapkan pulsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro