Bab 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasa malu mendadak menguasai tubuh Khaelia karena kehadiran perempuan itu. Terlihat begitu cantik, anggun, dan elegan sang berbeda dengan diri yang sederhana. Perempuan itu duduk di samping Carter, tersenyum manis dengan jari yang lentik mengusap perlahan wajah tampan yang sedang tertidur. Khaelia banyak bertemu perempuan cantik saat masih menjadi sekretaris dan kasir minimarket, tapi tidak ada yang secantik dan semenawan perempuan yang baru datang. Rambut kecoklatan mengembang indah, gaun perak ketat membalut tubuh sexy, dengan kaki jenjang yang putih. Tanpa sadar Khaelia menghela napas panjang, berjuang untuk menyingkirkan rasa tidak percaya dirinya. Sang tuan mempunya kekasih yang begitu luar biasa, kenapa masih menginginkannya?

Ia teringat saat datang ke rumah Carter dan punya pemikiran yang sama soal Celila. Menganggap sang adik adalah kekasih atau istri Carter, tapi ternyata salah. Kalau begitu, apakah yang ini juga tidak benar? Mereka tidak ada hubungan apa-apa? Khealia menyingkirkan semua pikiran buruk, merngingatkan diri sendiri akan tugasnya sebagai sekretaris.

"Nona, ada yang bisa saya bantu? Mau minum sesuatu?"

Karenia mendongak, menatap Khaelia yang berdiri canggung tak jauh darinya. Mengibaskan tangan sambil berdecak, seolah mengusir anjing liar.

"Pergilah! Jangan ganggu kami. Kamu bisa kerja atau pergi kemana, terserah kamu!"

Kata-kata Karenia membuat Khaelia tercengang. Tidak menyangka kalau perempuan cantik yang terlihat sangat terhormat ternyata suka meremehkan, persis seperti sikap papanya Carter. Khaelia bersikap cukup tahu diri dengan menunduk dan mundur perlahan, kembali ke mejanya. Perempuan itu tidak ingin diganggu dan ia tidak akan berkata apa-apa lagi. Berusaha fokus pada dokumen yang terbuka di komputernya, meski begitu berusaha menajamkan pendengaran pada ucapan Karenia.

"Carter, kamu saat tidur tampan sekali. Rasanya sudah bertahun-tahun tidak pernah melihatmu tidur, terlebih saat malam seperti ini. Apakah kamu sudah menemukan obat tidur yang manjur, Sayang? Aku akan senang sekali kalau kamu bisa tidur, dengan begitu kesehatanmu akan terjaga dan mendapatkan kehidupan normal seperti dulu lagi, Sayang."

Khaelia mencuri-curi pandang, mendengar bagaimana kehidupan Carter dulu sebelum mengenalnya, ternyata menarik untuk didengar. Ia berharap perempuan bergaun perak meneruskan bicaranya.

"Carter, kenapa kamu menjadi sangat dingin akhir-akhir ini? Padahal aku berharap kita seperti dulu lagi. Apakah semua karena Carlo? Kamu menghindari demi dia? Padahal kamu jelas tahu bagaimana perasaanku pada Carlo tapi kenapa kamu tidal mengerti juga? Aku harus bagaimana lagi, Carter?"

Apa ini? Hubungan cinta segitiga antara Carlor, Carter, dan perempuan itu? Ternyata informasi yang didengarnya jauh lebih seru dari perkiraannya. Paha Khaelia mengejang saat vibrator bergerak agak cepat. Ia menutup paha rapat-rapat, berusaha mengendalikan diri. Tidak boleh berpikiran soal sex sekarang, saat ada orang tidak dikenalnya. Demi membuatnya tetap fokus, ia memukul dahi dengan sedikit keras lalu meneguk air minum dalam jumlah banyak. Saat meletakkan gelas di meja, tatapannya bertemu dengan Karenia.

"Siapa namamu?"

"Khaelia."

"Nama yang unik. Sepertinya kamu belum lama kerja di sini?"

Khaelia mengangguk perlahan. "Iya, Nona."

Karenia bangkit dari sofa, menghampiri meja Khealia dan bersandar di pinggirnya. Seketika, aroma parfum mahal yang wangi, campuran vanila dan floral mengura di udara membuat hidung Khaelia seakan tergelitik. Pandangan mereka bertemu, Karenia menekan permukaan meja dengan telapak tangan. Matanya mengawasi sosok Khaelia yang terlihat sederhana dan pemalu.

"Muda sekali kamu,."

Khaelia hanya tersenyum, tidak mengerti bagaimana harus menanggapi pernyatan itu.

"Pernah kerja jadii sekretaris sebelumnya?"

"Pernah, Nona."

"Pantas saja, diterima di sini. Carter pasti memilih yang berpengalaman."

Karenia mengamati si sekretaris lekat-lekat. Dengan wajah yang terbilang cukup cantik meskipun tanpa riasan, Khealia jauh lebih lembut dan anggun dari kebanyakan sekretaris yang pernah dilihatnya. Biasanya jabatan itu untuk perempuan yang terkesan galak, tegas, serta kaku tapi Khaelia justru sebaliknya. Ia ingin mengatakan kalau gadis itu tidak cocok menjadi sekretaris tapi teringat bagaimana selama bekerja di sini tidak pernah ada masalah. Carter bahkan tertidur pulas sekarangm bukankah ada kemajuan? Entah karena ritme kerja yang bagus atau masalah lain, apa yang terjadi sekarang membuktikan kalau Carter sudah klik dengan cara kerja sekretarisnya. Mau tidak mau Karenia harus terima kenyataan itu. Ia merogoh tas, mengeluarkan kartu nama dan memberikan pada Khaelia.

"Kartu namaku, peganglah. Laporankan padaku kalau terjadi sesuatu pada Carter, entah perempuan lain atau apa pun itu. Untuk setiap informasi penting, kamu akan mendapatkan imbalannya."

Khelia menatap kartu di atas meja dengan bingung. "Nona minta saya jadi mata-mata?"

Karenia menggoyangkan jari di depan wajah. "Bukan, tapi memberi informasi. Tidak semua hal harus kamu laporkan. Yang penting-penting saja, oke?"

Tidak berani memberi jawaban apa pun, Khaelia mengambil kartu nama dan menyimpan ke dalam laci. Karenia kini kembali ke sofa, tepat saat Carter menggeliat dan terbangun. Orang yang pertama kali dicari oleh Carter tentu saja Khaelia.

"Khaelia, aku ingin minum."

Khaelia bangkit dengan gugup. "Baik, Tuan."

"Biar aku yang ambilkan minum. Kamu tetap duduk saja!" teriak Karenia, menghampiri meja Carter dan mengambil gelas kristal tinggi berisi air minum. Menyerahkan pada laki-laki yang mengernyit saat melihatnya. "Bangun tidur haus?"

Carter menerima uluran gelas dan bertanya dengan gamang. "Sedang apa kau di sini?"

"Menjengukmu tentu saja!"

"Aku tidak sakit, untuk apa dijenguk. Lagi pula kamu tahu kalau aku tidak suka diganggu saat bekerja. Pulanglah!"

"Carter, kenapa kamu nggak sopan gitu? Padahal aku datang karena kuatir dan kangen sama kamu. Ngomong-ngomong, tadi kamu tidur pulas. Apa kamu sadar?"

Carter menghela napas panjang dan menepuk-nepuk pundak serta menggoyangkan leher. Tidur di sofa dengan posisi kurang nyaman membuatnya pegal. Ia menatap Khaelia yang duduk diam di kursinya. Apakah gadis itu masih memakai celana vibrator? Kalau benar berarti alasan Khaelia tidak menghampirinya karena takut dengan Karenia. Tidak ingin kepergok perempuan itu. Padahal itu bukan urusan Karenia.

"Carter, kenapa diam saja? Jawab pertanyaanku. Apakah kamu minum obat tidur?"

"Tidak!"

"Tapi kamu pulas, kok bisa?"

"Aku juga tidak tahu dan itu jawaban jujur!"

Sama seperti Karenia, Carter pun merasa heran karena tertidur saat malam. Biasanya ia tidak akan pernah bisa tidur meskipun sudah minum obat sekalipun. Kali ini tanpa obat, bisa-bisanya terlelap begitu saja.

"Khaelia, apa kamu membuatkan teh penenang untukku?"

Khaelia menggeleng cepat. "Tidak ada, Tuan. Mungkin tidur karena lelah. Bukankah itu normal?"

Karenia tertawa nyaring mendengar kata-kata si sekretaris. Entah bagian mana yang lucu tapi tawanya campuran antara mengejek dan heran.

"Manusia normal memang tertidur saat lelah tapi tidak dengan Carter. Selama kami saling mengenal, Carter jarang sekali tidur malam. Kecuali dulu saat masih kecil. Apa kamu nggak tahu masalah ini?"

Dengan malu Khaelia menggeleng. Ia tahu kalau Carter memang mengalami gangguan tidur, tapi bagian mana yang tidak normal itu yang tidak dipahaminya. Selama ini Carter tidak pernah bercerita soal penyakitnya, hanya mengatakan imsonia akut.

"Bagimana kamu ini? Sekretaris tapi tidak tahu apa pun. Jangan-jangan kamu kerjanya hanya sibuk sendiri? Tidak paham dengan kondisi tuanmu?"

"Khaelia kerja mengurus surat-surat, bukan masalah pribadiku." Carter bangkit dari sofa, menyela ucapan Karenia. Ia masih heran karena bisa tertidur saat malam, mendengar ocehan Karenia makin dibuat kesal. "Kenapa kamu kemari? Bukankah aku sudah larang kamu untuk datang ke kantorku?"

Karena mencebik, menatap Carter dengan pandangan memuja. Mendekati laki-laki itu untuk mengusap lengan tapi ditepis perlahan. Carter tidak membiarkan dirinya disentuh dan itu membuat Karenia marah.

"Kenapa kau ini? Ada masalah apa denganku? Kenapa memperlakukan aku seperti ini?"

"Kau masih tanya ada apa? Sebaiknya kamu pergi sebelum aku memanggil security."

"Carter! Teganya kau!"

"Aku jelas tega, Karenia. Jangan menguji kesabaranku. Tolong, pergilah!"

"Aku datang untuk menyapamu. Mamamu mengatakan kalau akhir-akhir ini kamu terlihat aneh."

Carter mengernyit. "Apa yang aneh dariku?"

"Entahlah. Karena itu aku datang untuk melihatmu."

"Tidak perlu! Aku bisa mengurusus diriku sendiri. Tidak ada yang harus dikuatirkan. Lagipula, kalau aku ada masalah kamu adalah orang terakhir yang akan aku hubungi. Pergilah, Karenia!"

Karenia berdiri gamang di tengah ruangan, menatap Carter yang berdiri dengan kaki setengah terbuka. Hatinya terluka tapi tidak bisa menolak perintah laki-laki itu untuk pergi. Padahal ia sengaja datang kemari setelah pulang dari bar. Dengan resiko akan ditolak, ia tetap berusaha datang. Apakah semua usahanya tidak ada artinya di mana Carter? Ia sering membenci sikapnya sendiri yang obsesif terhandap Carter tapi sulit untuk menghindari.

"Carter, kenapa kamu begitu membenciku?"

Pertanyaan Karenia yang diucapkan dengan lembut dan mata berkaca-kaca membuat Khaelia yang mendengar merasa sedih. Ia menatap Carter penuh harap, mungkin mendengar kata-kata Karenia akan menjadi iba dan hatinya melembut. Ia tidak tahu apa masalah pribadi mereka sampai-sampai tidak ada kesempatan untuk sekedar berkunjung. Dilihat dari sikap Karenia sepertinya memendam perasaan cinta pada Carter. Apakah mereka dulu pasangan kekasih?

Khaelia sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tanpa sadar mendesah. Sebagai sesama perempuan, ia tidak suka melihat perempuan lain bersedih. Memang apa sulitnya bersikap ramah? Ia ingin bertanya hal itu pada Carter tapi tidak berani mengatakannya. Khaelia memilih untuk duduk di kursinya dan menunduk. Kalau perempuan secantik Karenia saja ditolak, apa jadinya dengan dirinya yang sederhana ini? Dipastikan tidak untuk memendam keinginan mendapatkan Carter, bahkan bermimpi pun tidak boleh.

"Karenia, apa kamu lupa kalau sudah bertunangan?"

Suara Carter menembus dingin udara yang menyelimuti ruangan.
.
.
.
Tersedia di google playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro