(Satu) Cewek Gila

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hari ini, persaingan kita, resmi dimulai."

.

.

.

"Bwaah!"

Aku segera terbangun ketika mimpi itu kembali hadir. Mimpi yang selalu berputar bak sinetron tiap malam. Sebulan sudah, dan tiap malam kuselalu memimpikan sosok gadis itu.

Gadis dengan papan hologram melayang.

Ah, sepertinya aku kebanyakan membaca novel science fiction. Mana mungkin ada alat seaneh itu.

"Aldii....banguun....!!"Suara legend milik Bunda terdengar dari kamarku. Kulirik jam di nakasku, dan benar saja, ini sudah hampir jam tujuh.

"Iya, Aku bangun!"balasku berteriak. Entah terdengar atau tidak, aku nggak terlalu peduli.

Tentu saja, aku bukan tipikal anak-baik-nan-penurut. Aku mengambil ponsel tersayangku dan membuka group chat berisi manusia sampah(termasuk aku)dan obrolan sampah.

Aku memutar mataku malas ketika kembali melihat notifikasi group chat itu kembali 999+. Sepertinya para idiot itu belum tidur setelah aku off jam 1 pagi kemarin.

"Grup isinya cuman 5 biji, notifnya setumpuk,"gerutuku sembari membuka chat.

Setelah men-scroll isi obrolan yang kebanyakan spam dari Karel dan Bastian, akhirnya mataku menemukan sesuatu yang masih layak disebut informasi.

Trash(5)

Iqbaal: Hari ini, ada murid baru disekolah.

Karel: Serius?

Iqbaal: Eh, bangun ae lo, Rel.

Karel: Pengalihan topik. Buruan, cewe atau cowo?

Iqbaal: Banci.

Karel: Syalan.

Bastian: Seketika Karel merasa akan ada rival sesama bencong. . .

Tanpa menunggu apa apa lagi, aku segera mematikan notifikasi grup. Aku yakin, setelah ini akan ada Perang Chat versi Karel-Bastian. Entahlah, sepertinya yang berguna di grup ini hanyalah aku, Iqbaal dan si silent reader nomor satu, Ari.

"Aldi, kalau sampai Bunda lihat kamu belom mandi...,hari ini ga usah bawa hape!"

"Ini udah—"

"Jangan bohong! Bunda bisa cium bau iler kamu dari sini!"

Mataku membulat, Enak saja! Aku nggak ngiler kok!Gerutuku dalam hati.

Segera aku meraih handuk dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan memulai aktifitas pagi yang sangat menjenuhkan bagiku.

*****

Aku memarkirkan sepeda motorku secara asal di parkiran sekolah. Aku sudah hampir terlambat jam pelajaran pertama. Ini semua salah Bunda yang memaksaku untuk sarapan sedangkan aku sudah terlambat.

"Ck, mati gue kalo sampe ketahuan Pak Bams,"gerutuku seraya memanjat pagar belakang.

Yap, aku berencana menyelundup dari taman belakang. Tak ada siswa disini, apalagi guru. Semua ini berkat gosip adanya hantu yang kusebar bersama teman teman idiotku.

Alasannya? Tentu saja agar kami bisa memonopoli taman indah ini.

Bahkan ada yang bilang disini ada penampakan, begoo,Batinku.

Zhiiiiiing

Entah darimana, tiba tiba aku melihat sesuatu yang tak biasa di depanku. Seorang gadis, meloncat turun dari papan hologramnya. Ia tampak menoleh sekitar, kemudian menjentikkan jarinya.

Ctakk

Ajaib, papan yang tadi ia pakai langsung mengecil. Tampak ia mengeluarkan sesuatu yang terlihat seperti make up pouch dan memasukkan papan itu kedalamnya.

"Itu apaan?"Aku secara tak sadar bertanya.

Gadis itu langsung menoleh, dan wajahnya tampak terkejut sekaligus cemas. Mata cokelatnya menatapku dengan was was.

"Ha-hai, kamu lihat yang tadi?"tanyanya was was.

Aku mengangguk, "Lihat lagi dong, itu apaan sih?"

Gadis itu tersenyum manis, dan entah mengapa ketika ia tersenyum, aku seolah mengenali senyum itu. Entah dimana dan kapan.

"Jadi lo udah liat rahasia gue ya? Yah, terpaksa deh,"ucapnya.

"Ha? Apanya terpaksa?"tanyaku tak mengerti dengan ucapannya.

Tiba tiba, ia menarik tanganku dan mengecup pipiku. Aku terkejut dan segera melepaskan diri darinya. Gadis itu tampak menatap mataku lekat, kemudian mengucapkan sesuatu yang membuatku semakin yakin kalau dia gila.

"Glitchez!"rapalnya seraya menjentikkan tangan.

Aku mengira akan terjadi sesuatu, namun nyatanya tak terjadi apapun. Aku baik baik saja, dan masih utuh. Kutatap gadis itu dengan tatapan aneh.

"Lo gila ya?"tanyaku ketus.

Gadis itu melongo, "Lo masih inget apa yang gue lakuin tadi?"

"Ya iyalah! Lo loncat dari papan apalah itu, teurs nyium pipi gue, terus---"

"KOK BISA SIH?!"potongnya.

Aku menaikkan sebelah alisnya, "Neng, deket sini ada RSJ. Sembuhin sana. Masa cantik cantik gila."

Gadis itu melotot dan menatapku tajam. Entah dia kerasukan apa, ia kembali menarik tanganku dan berusaha menciumku lagi. Kali ini, kudorong tubuhnya.

"Elah! Jadi cewek napsu amat bos! Gue tahu gue ganteng, tapi ga gini juga elah!"rutukku.

Cewek itu menatapku sebentar, "Lo juga Zeons?"

Aku mengernyit, "Apaan lagi itu? Gue Aldi, manusia bumi! Lo mau bilang lo alien dari Planet Mars?"

Cewek itu tak lagi mengatakan hal aneh apapun, ia hanya berdecak dan berlari meninggalkanku.

Dasar aneh.

Cewek lama lama tambah gila, pantes aja jumlah homo bertambah,Batinku.

"Hei! ALVARO MALDINI! KAMU TELAT LAGI YA!!"

Mampus. Aku lupa disini masih ada Bu Rida.

*******

Aku menghempaskan tubuhku ke atas kursi kantin. Gila saja Bu Rika, menyuruhku berdiri di lapangan bendera hingga jam istirahat. Memangnya ini jaman apa, masih berlaku hukuman seperti itu?

Men, ini tahun 2018. Masa masih jaman sih, murid telat dihukum,Batinku merutuk.

"Lagian lo kemana aja sih? Perasaan tadi jam 06.45 udah on di chat. Terus lo ngapain aja sampe bisa ketemuan Bu Rika gitu?"tanya Iqbaal.

Aku mendengus, "Gue ketemu cew—"

"CEWEK? Bohay kagak?"potong Bastian yang memang otaknya hanya berisi hal hal seputar itu.

"Woi! Temen lagi ngomong jangan diputus,"tegur Karel. Nah, yang ini masih lumayan. "Tapi serius, Di. Bohay nggak?"

Ah, lupakan.

Dua duanya sama saja. Sama sama idiot, suka menyampah di chat dan sama sama mesum.

"Lupain dah,"ketusku kesal.

"Napa sih lo?"tanya Iqbaal. Nah, mungkin yang ini sedikit lebih waras.

"Nggak apa apa."

"Dih, kayak cewek,"ledek Ari.

Aku berdecak, "Lagian, meski gue cerita pun, lo pada nggak akan percaya."

"Kenapa? Cewek itu 11 12 sama Miyabi?"

Seseorang, tolong bunuh aku sekarang juga.

Eh, salah.

Bunuh dia saja. Bunuh Bastian Simbolon.

*******

Jam istirahat berakhir,membuatku harus kembali mengikuti pelajaran. Ketika aku masuk ke kelas, cewek tadi tak disini. Sepertinya, ia murid kelas lain.

Eh, nggak. Kalau kelas lain, pasti gue kenal. Masa murid baru itu sih? Mungkin juga dia nggak disini kali ya..

"Hei! Ngelamun ae lo!"

"Astaga, Ri. Nggak usah ngagetin deh,"ucapku kesal ketika sahabatku yang paling irit bicara itu mengagetkanku.

"Lo kenapa sih? Beneran kepikiran cewek Miyabi itu?"tanyanya.

Pletakk

Kujitak kepalanya dengan kencang, "Lo jangan ketularan Bastian deh."

"Habis, lo sampe ngelamun kayak banci gini. Emang cewek itu gimana sih?"tanya Ari.

"Dia tu—"

"Anak anak, minta perhatiannya sebentar."Suara Bu Dian menyela obrolanku dengan Ari.

Mengingat kadar kegalakan Bu Dian, kami memutuskan untuk menjadi anak-baik-dan-pendiam ala ala. Mataku membulat ketika melihat siswi yang memasuki kelas.

"Nah, ini teman baru kalian, namanya Salsha. Baru Ibu kenalkan sekarang karena tadi dia masih ada urusan,"ucap Bu Dian.

"Oke, Salsha. Kenalkan dirimu sendiri,"lanjut Bu Dian.

Aku menumpukan daguku di tanganku, menanti ucapan gila apa yang akan dilontarkannya. Salsha melangkah ke depan, dan tersenyum.

"Hai, gue Salsha, pindahan dari Bandung. Salam kenal ya semuanya,"ucapnya dengan nada manis.

Aneh, dia terlihat normal sekarang. Bahkan, para teman sekelasku sudah mulai ribut karena kecantikannya. Mungkin dia sudah cek ke RSJ.

"Cakep banget, Ald! Gini mah, si Tasya juga kalah,"ucap Bastian yang duduk di belakangku.

"Hmm. Tapi dia cantik cantik otaknya miring,"celetukku.

Ari menyenggolku, "Lo kenal?"

"Hmm. Dia cewek yang mau gue ceritain tadi,"ucapku.

"Lah? Serius?"

"Dua rius dah."

"Alay lo!"

"Ari! Aldi! Jangan ramai!"bentak Bu Dian. Untung saja, kadar kegalakannya sedikit terkontrol. Biasanya, antara di wajahku atau Ari akan mendarat penghapus papan atau minimal, spidol.

"Lah, Bu. Mulut saya kalau nggak dipakai nanti karatan, Bu. Sama seperti hati saya, kalau nggak diisi senyuman Ibu,"gombal Ari tak tahu situasinya sedang berada di Siaga 1.

Ikutan deh,Batinku.

"Iya, Bu. Lagipula, saya dan Ari ini lagi memperkuat pertemanan. Jangan dilarang~~~"ucapku yang sama sama tak tahu bahaya maut tengah menanti.

"Ari! Kamu kalau sama Aldi jadi ramai saja! Sana pindah!"sentak Bu Dian kesal.

"Pindah kemana, Bu? Ke hati Ibu?"tanya Ari seraya menaikkan alisnya.

"Jangan pisahkan kami, Bu~~"Aku hanya menambahi ucapan ucapan yang kuyakini tengah membakar Bu Dian sekarang.

"SUDAH!!! Salsha, kamu pindah ke sebelah Aldi. Ari, kamu disebelah Intan!"sentak Bu Dian.

Oke,

Sekarang aku benar benar menyesal.

Doraemon, pinjamkan aku mesin waktumu.

.

.

.

.

.

Ring Garing garing garing garing.

So, gue sempetin apdet nih. Baik kan gue?

Bhai,

Salam cumi,

Arvi.

#RamaikanMindBlowing

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro