15. Menunggu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akhir pekan adalah hal yang paling dinantikan banyak orang. Tidak terkecuali dengan Irina. Gadis itu bangun cukup siang hari ini.

Itu semua karena ia begadang semalaman. Bukan untuk menonton drama, apalagi belajar sepanjang malam. Gadis itu hanyalah memandangi layar ponselnya, menantikan sebuah pesan dari seseorang.

Namun, sampai siang ini belum juga ada pesan masuk yang muncul pada ponsel pintarnya. Membuatnya sedikit kecewa, tetapi juga tak memiliki hak untuk protes. Ia hanya berjalan malas menuruni tangga setelah bangun tidur.

Ia mendapati Kenny tengah sibuk memakan sereal gandum rasa cokelat di meja makan. Ia mengabaikan anak itu dan duduk di hadapan adik kesayangannya. Mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai cokelat di dalamnya.

Setelah menuang susu UHT rasa vanila pada gelas, ia mulai memakan rotinya dengan malas. Sungguh, ia sedang tidak bersemangat hari ini. Mungkin karena mengantuk, atau mungkin juga karena hal lain yang ia harapkan tidak terwujud.

"Kak, nanti jalan-jalan, yuk," pinta Kenny.

"Nggak, males," jawab Irina ogah-ogahan. Ia bahkan tidak menatap adiknya itu.

"Ya udah, kalau nggak kita main ps aja."

"Mager." Irina kembali menjawab tanpa minat.

"Kakak nggak seru!"

"Biarin."

Kenny segera beranjak untuk meninggalkan Irina. Ia mulai kesal pada kakaknya yang hanya bisa bermalas-malasan di akhir pekan. Tidak biasanya Irina seperti ini.

"Kakak bau! Nggak mandi!" ucap anak itu setengah berteriak karena kini ia sudah ada di ruang tengah untuk menonton kartun kesukaannya.

Irina tidak peduli itu. Ia hanya melanjutkan memakan roti dan menghabiskan segelas susu untuk sarapan. Kemudian segera kembali ke kamar setelah selesai membereskan bekas makanannya.

Mungkin menonton drama seharian menjadi pilihan tepat untuk mengisi akhir pekannya. Setidaknya itu dapat mengalihkan pikirannya dari pria yang akhir-akhir ini mengusik hidupnya. Mengisi hari-harinya dan membuatnya tak mampu berhenti untuk memikirkan.

***

Waktu menjadi cepat berlalu, itu karena Irina bangun siang. Ia telah menonton lima episode beruntun drama di laptopnya sejak selesai sarapan tadi. Ia melirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh menit.

Ia harus turun sekarang, cemilannya habis dan tenggorokannya mulai kering. Gadis itu berjalan dengan gontai menuruni anak tangga. Kemudian langkahnya terhenti kala netranya menangkap sesuatu yang membuatnya terkejut.

"KENNY!" teriaknya tepat di depan wajah sang adik yang tengah menikmati acara televisi.

"Apa, sih, Kak? dateng-dateng rusuh!" jawab Kenny santai.

"Itu kan, stok keripik kentang terakhir Kakak!" Irina menunjuk bungkus makanan yang ada di tangan adik laki-lakinya itu.

"Ya udah, Kakak tinggal beli lagi aja," ucap Kenny tak memedulikan kekesalan kakaknya.

"Nggak mau! Kakak mau nonton drama sekarang, tapi kamu malah abisin cemilan Kakak. Pokoknya kamu ganti! Sekarang juga beliin!"

"Males, ah. Mending Kakak mandi sana dari pada nonton drama mulu!"

Irina menatap nyalang pada Kenny. Ia sedang memikirkan hukuman apa yang tepat untuk anak ini. Kenny yang menyadarinya segera duduk tegap dan bersiap untuk kabur.

Belum sempat Kenny berlari, Irina lebih dulu memegang tangannya erat. Seketika teriakan Kenny menggema ke seluruh penjuru rumah. Itu karena Irina menggigit tangannya kuat.

"Eh-ehem." Seketika suara deheman menghentikan pertikaian mereka.

Suara ini, suara yang ia kenali. Mata Irina membulat sempurna dipadu dengan wajah yang merah padam. Ia menatap si pemilik suara dengan wajah terkejut dan juga malu.

Dimas Mahessa, pria dengan sejuta pesona yang selalu punya cara untuk membuat jantung Irina bekerja dua kali lebih cepat. Pria ini, pria yang ditunggu kabarnya semalaman. Pria ini yang membuatnya begadang hanya untuk menatap layar ponsel.

Ia melepaskan tangan Kenny dari mulutnya perlahan. Pergerakannya melambat seolah tengah melakukan gerakan slow motion. Ia mematung beberapa detik sebelum menyadari jika ia harus segera berlari ke kamar sekarang juga.

Gerakan cepat Irina membawanya samapai di kamar dalam hitungan detik. Ia menutup pintu rapat-rapat dan memegangi dadanya yang terasa sesak karena berlari. Jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak tidak normal. Astaga, ia malu!

Notifikasi pada ponsel menyadarkannya, membuatnya berjalan ke arah tempat tidur di mana benda pintar itu ia letakkan. Satu pesan masuk membuatnya semakin kesal. Bagaimana tidak? itu adalah pesan dari Kenny yang meledeknya.

Makanya, ku bilang juga mandi dari tadi!

Dalam hati ia terus mengumpat untuk adik kesayangannya itu. Irina menenggelamkan wajahnya pada bantal untuk meredakan rasa panas yang menjalar. Ia malu sekali. Bagaimana bisa Dimas melihatnya saat sedang menggigit tangan Kenny dengan wajah belum mandi dan rambut acak-acakan?

Tak lama, dering ponselnya kembali berdering menandakan satu pesan masuk. Ia bersumpah, jika itu Kenny maka ia akan menggigit jarinya sampai habis. Namun, satu pesan masuk itu justru membuatnya tersenyum malu juga bahagia dalam waktu bersamaan.

Cepet mandinya! aku tunggu di bawah, little girl :)

Seketika Irina melemparkan ponselnya asal dan berlari menuju kamar mandi. Pesan yang ditunggunya semalaman akhirnya datang juga. Pria yang dicari kabarnya kini sudah menunggunya di bawah. Ia harus bergegas.

Tbc...

Edited: 29 Desember 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro