16. Pesta Bawah Tanah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Langit sore yang memaparkan semburat warna jingga di antara awan yang putih bersih menemani perjalanan kedua remaja itu. Terpaan angin yang lembut menyentuh wajahnya mampu menjalarkan sensasi hangat sekaligus menyegarkan. Ia merasakan jutaan kupu-kupu terbang melalui perutnya.

Sudah hampir tiga puluh menit Irina duduk dengan tenang pada boncengan motor Dimas. Ia memegang erat jaket cowok itu tanpa tahu ke mana ia akan dibawa pergi. Ia hanya percaya jika bersama Dimas pasti akan menyenangkan.

Saat ini motor Dimas melalui jalanan yang sangat asing bagi Irina. Jalanan ini terasa sepi untuk ukuran jalan besar. Pada bahu jalan terdapat pohon-pohon besar yang tertanam rapi.  Mereka melalui banyak ruko yang sudah tutup. Hanya ada beberapa kedai kopi kecil yang masih buka.

Lampu jalanan otomatis mulai menyala saat waktu menunjukkan pukul enam sore. Langit yang sudah mulai gelap dapat menampilkan keindahan cahaya bulan dari sini. Dimas menghentikan motornya tepat di sebuah area parkir yang tidak terlalu luas. Ada lebih dari sepuluh kendaraan terparkir di sana.

Irina menatap bingung pada Dimas. Ia penasaran, tempat apa ini? Ada banyak kendaraan terparkir, tetapi tidak ada satu orang pun yang berlalu-lalang. Hanya sebuah rumah tua yang dibangun di tengah lapangan besar dan dikelilingi pohon pinus.

Bukan, ini bukan markas seni. Karena Irina kenal tempat itu, tidak jauh dari sekolahnya. Sedangkan tempat ini cukup jauh. Ia ingat telah melewati perbatasan kota dalam perjalanan ke sini.

Belum mendapatkan jawaban atas kebingungannya, seorang pria keluar dari dalam bangunan itu dan menghampiri mereka. Mungkin lebih tepatnya ia menghampiri Dimas. Karena orang tersebut langsung menepuk bahu Dimas dan dibalas pelukan hangat oleh cowok itu.

"Dateng juga, lo," ucap orang itu saat mengurai pelukan mereka.

"Sorry telat. Belum selesai, kan?" tanya Dimas.

"Belum, sebelum lo dateng! Jadi ayo, masuk aja," balas orang itu dan langsung menarik tangan Dimas.

Sontak Dimas menahan tubuhnya kemudian menatap Irina. Ia melepaskan tarikan tangan itu dan beralih menggandeng lengan gadis yang mematung di belakangnya. Cowok berbadan tinggi itu memberi isyarat agar orang itu masuk lebih dulu dan meninggalkan mereka berdua.

"Kita masuk sebentar, ya. Temen aku ulang tahun," ucapnya lembut saat mereka sudah berdua.

Irina mengerutkana kening. "Di tempat kayak gini?" tanyanya bingung.

Dimas hanya tersenyum. Ia mengeratkan genggaman tangannya pada gadis itu. Tatapannya seolah tahu apa yang dikhawatirkan gadisnya.

"Percaya sama aku," ucapnya kemudian.

Irina hanya menganggukkan kepala. Kemudian dengan pasrah mengikuti langkah Dimas yang telah menarik tangannya. Meski jantungnya bergemuruh. Ia membayangkan pesta ulang tahun seperti apa yang diadakan di tempat seperti ini.

Begitu memasuki ruangan pertama, aroma pengap seketika menyeruak penciumannya. Dengan pencahayaan minim serta cat yang sudah mulai kusam, tempat ini terlihat menyeramkan di mata Irina si anak polos. Dimas menuntun langkahnya menuruni anak tangga ke bawah tanah.

Ada sebuah pintu di ujung tangga yang masih terlihat remang dengan lampu berwarna kuning. Semakin Irina mendekati pintu itu semakin ia mendengar samar-samar suara dentuman musik keras. Ia membalas genggaman tangan Dimas lebih erat sambil terus merapalkan doa dalam hati, agar Dimas tak memiliki niatan jahat semacam, menjual organ tubuhnya atau hal buruk lain yang terus melintasi pikirannya.

Keduanya berdiri tepat di depan pintu besi itu. Banyak coretan pilog pada sekitar dinding. Bahkan tergambar tanda silang besar berwarnah merah pada pintu yang sebagian ujungnya sudah berkarat. Tepat di bagian tengah pintu terdapat tulisan "Fear of God."

Dimas memutar kenop pintu dengan sedikit dorongan. Seketika gemerlap lampu warna-warni menyambut mereka. Juga dentuman musik sangat keras yang mengalun memekakkan telinga. Ia menatap Irina sekilas sebelum membawa masuk gadisnya ke tempat asing itu.

Banyak orang tengah berkumpul di sana. Beberapa tengah menikmati minuman di meja bar, sedang yang lain menikmati pertunjukkan live music dari band indie yang tidak Irina kenali. Dimas mengajaknya menghampiri beberapa orang yang tengah duduk pada sofa usang dengan minuman di tangan masing-masing.

"Hai, Bray! Selamat ulang tahun," ucap Dimas kala menyalami seseorang di antaranya.

"Dimas Mahessa! Gue kira setelah tobat, lo nggak mau lagi menginjakkan kaki ke sini," jawab pria itu dan hanya dibalas dengan senyuman miring oleh Dimas.  Setelahnya cowok dengan perawakan seram itu berdiri dan memeluk erat tubuh Dimas membuat genggamannya terlepas dari tangan Irina.

Meski sedikit takut, Irina tetap berusaha terlihat tenang. Ia hanya diam saja di belakang Dimas, menyaksikan pria itu menyalami satu-persatu orang di sana. Sampai seseorang dari mereka menyinggung eksistensinya.

"Cantik, Bray. kali ini jaga baik-baik!" Sindir seseorang yang sejak tadi memperhatikan Irina.

Dimas melirik gadis yang sudah mulai tidak nyaman itu sekilas, kemudian tersenyum simpul.

"Gue ke sana dulu," ucapnya menunjuk pada pertunjukan musik di depannya.

Ia kembali menggandeng tangan Irina menuju kerumunan orang yang tengah menikmati aksi panggung itu. Berdiri di antara banyak orang yang sedang meloncat-loncat menikmati alunan musik up-beat. Di sekitarnya ada banyak pasangan pria dan wanita yang juga menikmati acara itu.

Selesai satu lagu, tiba-tiba alunan musik berubah menjadi lebih lembut. Dimas menarik Irina untuk berdansa dengan musik mellow juga suara merdu sang vokalis wanita. Pasangan lainpun kini turut berdansa di sebelah mereka.

"Habis ini kita pulang, ya. Maaf bawa kamu ke tempat kayak gini," bisiknya tepat di telinga Irina karena alunan musik yang kencang menyulitkannya untuk berbincang dengan bebas.

Irina hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian mengalungkan tangannya pada leher Dimas untuk terus berdansa. Mereka larut dalam alunan musik dan pesta dansa bawah tanah itu.

Musik berakhir dan semua pengunjung bertepuk tangan meriah. Sang vokalis memberikan beberapa ucapan terimakasih juga selamat ulang tahun untuk pemilik acara. Namun, tanpa diduga beberapa pasangan yang ada di depan mereka berciuman mesra tanpa mempedulikan sekitar.

Tentu saja Irina terkejut melihatnya. Hal itu membuat Dimas seketika menarik tubuh Irina untuk berputar menghadapnya. Ia mendekap kepala gadis itu pada dada bidangnya. Irina membeku, Ia merasakan debaran jantungnya menggila. Ini maksudnya apa, sih? Pertanyaan itu terus terucap dalam hati Sampai Dimas melepaskan dekapannya. Ia menatap manik mata gadis di hadapannya.

"Kamu belum boleh lihat yang begitu! Ayo, pulang sekarang!"

Tbc..

Terimakasih sudah baca 💙

Edited: 29 Desember 2019

Luv,
-Rizkita Min

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro