Night Accident

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tidak mungkin aku harus menemukan ayah dari Malfoy untuk mendapatkan bukuku bukan..."

Regulus menggeram, ia menghela napas dan mengambil pena bulu yang ada di dekatnya sebelum menuliskan beberapa catatan yang memang ia inginkan untuk dicatat. Ia baru saja menuliskan satu buah mantra kutukan yang baru saja ia baca di buku yang ada di perpustakaan, saat tulisan itu menghilang perlahan.

'Unforgivable Cursed?'

Dengan segera Regulus menutup bukunya, terdiam sejenak memikirkan tulisan yang menghilang lalu berganti menjadi sebuah kata yang tampak seperti sebuah pertanyaan. 

"Tidak," Regulus meletakkan begitu saja buku yang ada di tangannya, "tidak. Aku tidak akan berurusan dengan sesuatu yang aneh."

Tidak tidak. Regulus terus bergumam, dan memutuskan untuk berbaring di tempat tidurnya. Pikirannya dipenuhi oleh rasa penasaran dengan buku tersebut, namun akal sehatnya masih berpikir jernih untuk tidak berurusan dengan hal-hal aneh seperti itu. 

***

"Hei Olie."

Regulus menemukan Oliver di lapangan Quidditch sedang menyusun beberapa strategi yang bisa digunakan untuk pertandingan Quidditch. Dengan santainya, ia segera merebahkan dirinya dan menjadikan Oliver yang duduk di rerumputan sebagai bantalnya.

"Hei-hei, sebentar lagi kita harus masuk kelas Prof Quirell," Oliver tampak menggelengkan kepalanya dan menghela napas, namun ia membiarkan Regulus dalam posisi yang ia inginkan.

"Kau sudah berbincang lebih banyak dengan Harry Potter?"

"Aku? Pertama, aku sudah berada di tahun keempatku disini. Pasti akan terasa canggung jika tiba-tiba aku mengajaknya berbicara," Oliver menggeleng, Regulus terdiam seolah memikirkan sesuatu.

"Kurasa kau bisa mengajaknya masuk dalam tim Quidditch?"

"Sudah cukup lama tahun pertama bisa masuk ke seleksi tim Quidditch. Yang paling muda sudah sangat lama saat Kepala Sekolah Dumbledore masih berstatus sebagai murid baru. Ia yang mengikuti pertandingan inti saat tahun pertamanya," Oliver tampak sedikit stress dan tidak begitu tertarik dengan topik yang diambil oleh Regulus.

"Masih mencari seeker?"

"Seeker yang kami miliki cukup bagus. Tetapi ia sudah berada di tahun keenamnya. Tentu ia akan sibuk dengan N.E.W.T dan tidak akan punya waktu banyak untuk latihan ataupun bertanding," Oliver menggaruk kepalanya frustasi, "aku masih belum menemukan Seeker yang bagus."

"Kurasa kau akan menemukannya sebentar lagi."

"Apa yang membuatmu yakin?"

...

"Entahlah, kurasa intuisiku?"

***

"Professor Quirell, apakah aku bisa meminjam Wood sebentar?" Pelajaran perlindungan terhadap sihir hitam sedikit terhambat saat Prof Quirell akan menggunakan bunglon yang dibawanya sebagai kelinci percobaan. Semua anak tampak menoleh, melihat Prof McGonagall yang berdiri diambang pintu.

Oliver bingung, ia juga menoleh pada Cedric dan juga Regulus yang mengangkat bahunya, sama bingungnya. Oliver berjalan menghampiri McGonagall, Regulus bisa melihat sedikit sosok yang ada didekat McGonagall--adiknya, Harry Potter.

***

"Jangan berkutat dengan buku terus menerus."

Hermione yang sedang membaca sambil berjalan kearah aula utama menoleh dan menemukan Regulus yang tampak berjalan lebih cepat hingga berada disamping Hermione. Gadis kecil itu menoleh pada buku kecil yang ada di tangan kakaknya sebelum terkikik geli.

"Katakan saja pada dirimu sendiri kak, buku apa yang kau pegang itu?"

"Hanya beberapa tugas dari Prof Quirell, bukan hal yang penting sebenarnya," Regulus menutup buku kecilnya begitu juga dengan Hermione, mereka berbincang beberapa saat sambil berjalan hingga mereka tiba di aula utama dan segera menghampiri kursi kosong yang tepat berada disamping Harry.

"Seeker? Tidak ada anak kelas satu yang pernah--kau pasti pemain termuda selama..."

"Seabad ini," Harry dan Ron tampak membicarakan tentang Quidditch. Oliver membanggakan berita bagaimana McGonagall yang menemukan seeker untuknya dan itu adalah Harry Potter. Regulus jadi berpikir, bakat dari ayahnya menurun pada adiknya tersebut, "Wood yang mengatakannya padaku. Aku akan mulai latihan minggu depan, tetapi mereka bilang jangan mengatakannya pada siapapun dulu."

"Hei Reggie, hei Potter! Wood sudah menceritakannya pada kami. Kami juga berada di anggota tim Quidditch," Fred dan George muncul dibelakang Hermione dan juga Regulus, "sebagai beater."

"Kuberitahu Reggie, tahun ini kami akan memenangkan pertandingan Quidditch."

"Aku tidak akan terkejut," Regulus memutar bola matanya. Ia tidak bercanda, melihat bagaimana tim Quidditch Slytherin yang sekarang hanya mengandalkan permainan kasar, ia tidak akan terkejut jika mereka kalah pada babak pertama.

"Regulus juga pemain Quidditch. Ia adalah Beater sama seperti kami."

"Tetapi, sebenarnya aku tidak begitu percaya diri," Harry menggaruk kepala belakangnya, "bagaimana jika aku mengacaukan semua? Aku tidak pernah bermain Quidditch sebelumnya, dan aku hanya akan mempermalukan diriku."

"Tidak, lagipula kurasa bakatmu itu keturunan," Regulus menjawab dengan cepat. Ron dan Harry hanya bertatapan bingung, sementara Hermione tampak mengangguk setuju dengan perkataan kakaknya.

***

"Kau tidak pernah mengatakan jika ayahmu adalah seorang seeker Harry!"

Ron menatap dengan tatapan berbinar kearah sebuah ukiran di papan emas yang ada di depan piala Quidditch Gryffindor tepat di tengah, sementara disebelah kanannya tampak nama Prof McGonagall yang juga terpampang dibawah tulisan tahun 1971. 

"Aku tidak pernah tahu..."

Regulus menoleh pada Harry. Anak itu benar-benar tidak mengingat apapun meski Paman Sirius dan Lupin sering menceritakan tentang Quidditch ayah mereka. Ia tidak heran, lagipula saat penyerangan itu terjadi, Harry masih berusia kurang dari 1 tahun. 

"Reggie, aku butuh bantuan disini!" Regulus menoleh dan menemukan Lee yang tampak berjalan bersama dengan beberapa Prefect Slytherin lainnya.

"Aku tinggalkan kalian disini, jangan kemana-mana. Dan Hermione, jangan lupa untuk makan malam," Regulus menepuk kepala Harry, Ron, dan juga Hermione sebelum berbalik dan berjalan menghampiri Lee, mengabaikan pembicaraan ketiganya setelah itu, ataupun Malfoy yang mendatangi mereka bersama dua anteknya.

***

"LARI!"

Regulus tersentak, ia mendengar suara teriakan saat Lee yang berhalangan untuk patroli malam memintanya untuk menggantikan patroli malam hari itu. Itu bukan sekedar teriakan biasa, ia mendengar itu sebagai suara Harry yang tampak panik. Dengan segera, menggunakan mantra Lumos yang menyinari ujung tongkatnya Regulus berlari.

Ia menghentikan langkahnya di Koridor Jimat, saat seseorang menabraknya tiba-tiba. 

"Harry? Ron? Hermione? Dan," ia menemukan empat orang murid tahun pertama yang tentu ia ketahui dengan sangat baik karena dua diantara mereka adalah adiknya.

"N-Neville... L-Longbottom."

Oke, ia tidak akan mengingat nama itu untuk saat ini, karena Peeves tampak muncul mendadak. Hantu dengan pakaian dan topi seperti badut sirkus yang menyeringai menyebalkan dan tampak menatap kelimanya.

"Kau harus memberitahu pada Flitch jika menemukan murid yang berkeliaran di malam hari."

"Kurasa mereka punya alasan Peeves, biarkan aku berbicara dengan mereka."

"Kalau begitu aku akan memberitahukannya sendiri," Peeves tampak senang, dan Regulus baru saja akan menghentikannya saat Ron menghentikan Peeves namun dengan cara yang salah. Ia menerjang hantu itu dan akan memukulnya.

"MURID KELUAR KAMAR!" Peeves berteriak, "MURID KELUAR KAMAR ADA DI KORIDOR JIMAT!"

Regulus dengan segera menarik Hermione dan Harry, dan Ron juga Neville mengikuti dari belakang. Mereka berlima berlari sampai ke ujung lorong, disitu mereka terbentur pintu yang terkunci. Dengan segera, Regulus menghentikan mantra lumos itu dan mengayunkannya.

"Alohomora."

Kunci menceklik dan pintu menjeblak terbuka. Terburu mereka masuk, cepat-cepat menutupnya kembali. Ron dan juga Harry menempelkan telinga mereka pada daun pintu mendengarkan.

"Baiklah, apa alasan kalian berada diluar asrama di jam malam?" 

Regulus gusar, ia ingin menghukum mereka karena melanggar peraturan kalau saja ia tidak bertemu dengan kedua adiknya. Hermione tampak menunduk, merasa bersalah dan bercerita alasan mereka berada disana.

Mulai dari Malfoy dan dua anteknya yang menjebak Harry untuk pergi ke ruang piala dan melakukan duel sihir, lalu juga bagaimana ia sudah memperingatkan keduanya jika itu hanyalah jebakan konyol dari Malfoy yang ingin mereka tertangkap oleh Flitch ataupun Prefek lainnya--beruntung yang menemukan adalah Regulus. Lee terlihat konyol disetiap harinya, namun ia tidak akan segan memasukkan pelanggar peraturan kehadapan Snape.

"Lalu Neville?"

"Ia tersesat dan tidak bisa masuk karena Nyonya Gendut tidak ada di lukisan pintu Gryffindor," Regulus memijat kepalanya, berharap ia bisa memarahi Harry dan Ron yang menyeret keduanya--Hermione dan Neville--hingga mereka hampir dihukum karena sesuatu yang bukan salah mereka.

Tunggu. Sekarang mereka dimana? Tidak di koridor lantai tiga yang menjadi daerah terlarang bukan?

"U-uh teman-teman?" Neville yang sedaritadi diam dan tidak berada di dekat mereka tampak berdiri mematung. Ia menatap sesuatu yang tampak berada dihadapan mereka, seekor anjing raksasa berkepala tiga yang mendongakkan kepalanya perlahan. Regulus membulatkan matanya dan menarik keempat anak kelas satu itu ke belakangnya. Anjing itu tampak tenang selama beberapa saat karena ia baru saja terbangun, dan kini terusik oleh kelimanya. 

Anjing itu menggerakkan hidungnya, mengendus kearah mereka. Tiga moncong dengan liur menetes--menggantung seperti tali licin--dari taring kekuningan. 

"AAAAAH!!!"

Anjing itu sepenuhnya sadar, dan geraman itu adalah tanda jika mereka harus pergi dari sana. Tanpa pikir panjang, dengan segera Regulus membuka pintu di belakang mereka dan mendorong sedikit paksaan keempatnya keluar sebelum akhirnya ia keluar dan menutup pintu itu dengan segera.

Daripada berhadapan dengan maut, ia masih memilih untuk ketahuan oleh Flitch.

"Aku akan membawa kalian kembali ke asrama," Regulus masih bisa mendengar anjing itu menggedor pintu dengan kekuatan besar hingga ia mengira anjing itu bisa mendobrak pintu hanya dengan moncongnya yang besar.

Dalam keadaan masih shock, Regulus dan keempat murid itu berjalan menuju ke asrama Gryffindor. Beruntung Flitch tidak berada di sekitar tempat mereka berjalan lagi, karena mungkin mengira mereka sudah kabur ke tempat lain. Namun sepertinya kelimanya sama-sama tidak peduli. 

"Aku tidak mau lagi menemukan kalian pergi dari asrama saat jam malam," Regulus memperingatkan terutama pada Harry dan Ron yang ia rasa sangat nekat. Tidak heran jika melihat Fred dan juga George. Keduanya mengangguk, saat sampai Nyonya Gendut sudah berada di lukisannya lagi dan ikut mengomeli mereka sebelum keempatnya masuk.

"Terima kasih Nyonya Gendut."

"Tidak masalah Young Granger," si nyonya gendut pemain opera itu tampak tersenyum ramah dengan suaranya yang tinggi soprano itu. 

***

"Hei Hedwig."

Regulus mengusap kepala burung hantu berwarna putih milik Harry itu. Di tangannya, tampak sapu terbang yang sudah terbungkus rapi. Penny menemaninya untuk pergi ke Hogsmed dan ternyata ia menemukan Nimbus 2000 yang bisa dibeli dengan cukup murah. Ia akan memberikannya pada Harry.

Itulah sebabnya ia menghampiri burung hantu milik Harry untuk membantunya memberikan pada adik kandungnya itu. Ia mengusap kepala burung hantu itu sambil ia memerikan kacang-kacangan yang memang ia bawa untuk bayaran bagi Hedwig. 

"Tidak kau berikan langsung padanya?"

Regulus menoleh dan melihat Hagrid yang tersenyum padanya dan mendekati pemuda itu. Regulus membungkuk sedikit, lalu membiarkan Hedwig terbang membawa sapu tersebut. Ia menggeleng saat mendekati Hagrid.

"Ada alasan untuk Prof Dumbledore memisahkanku dan juga Harry saat kedua orang tua kami tewas malam itu apalagi membiarkan Harry tidak mengingat malam itu. Untuk sekarang, kurasa aku tidak akan memberitahukan keberadaanku," jawabnya membenahi jubahnya yang sedikit tertarik oleh Hedwig tadi.

"Ia sangat mirip dengan ayah kami."

"Sangat, dan memiliki mata seperti Lily Potter dan kau," dan Regulus juga memiliki mata dengan warna yang sama seperti Harry.

"Apakah sifat badungnya sangat mirip juga dengan ayah kami? Aku sering mendengar tentang kelompok ayahku, Paman Sirius, dan Paman Remus dulu," Regulus memutar bola matanya dan diiringi oleh gelagat tawa keras dari Hagrid.

"Sangat mirip."

"Semalam aku memergokinya dan teman-temannya pergi keluar dari asrama. Untung tidak ketahuan oleh Flitch dan hanya oleh Peeves. Kami sampai berakhir di koridor lantai 3," ia dan Hagrid yang baru saja akan pergi menuju ke bangunan sekolah, menghentikan langkah saat Hagrid tampak berhenti terlebih dahulu.

"Hagrid?"

"Apakah kalian masuk ke pintu yang ada disana?"

...

"Tidak," ada sesuatu yang disembunyikan oleh Hagrid. Entah kenapa bibirnya menyebut sebuah kebohongan kecil tersebut. Hagrid menatap Regulus sebelum tersenyum dan menghela napas.

"Tentu saja, tempat itu terlarang tidak mungkin kalian sampai pergi kesana," Hagrid tampak mengangguk-angguk dan bergumam sendiri. Regulus menatap Hagrid yang kembali berjalan, semakin curiga dengan apa yang disembunyikan di koridor lantai 3 tersebut.

***

"Wow, ia berbakat."

Regulus dan Cedric berada di menara penonton Hufflepuff saat itu melihat Oliver yang sedang mengajari Harry bermain Quidditch. Mulai dari mengajari posisi-posisi yang ada di Quidditch, lalu macam-macam bola juga pemukul, serta tata cara permainan.

"Oh, mereka kemari," Regulus yang tadi dalam posisi berbaring tampak bangkit dan menatap kearah Oliver dan juga Harry yang terbang dengan sapu terbang mereka. Oliver melempari bola-bola yang serupa dengan bola golf ke beberapa arah dan Harry menangkapnya dengan mudah.

"Whops!" satu bola terakhir tampak hampir ditangkap oleh Harry namun melenceng dan menuju kearah Cedric. Dengan notes yang ada di tangannya, Regulus menggulung dan mengayunkannya hingga memukul bola putih itu dan melayang cukup jauh, "berhati-hatilah Oliver, ini juga sudah hampir larut malam."

"Maaf Reggie," Oliver dan Harry tampak menghampiri keduanya dan tampak melayang tidak bergerak, "oh, kudengar kalian sudah pernah bertemu? Dia adalah Regulus Granger."

"Ah ya, dia adalah kakak Hermione," Harry mengangguk.

"Ia juga seorang Beater dari Slytherin. Pukulannya sangat kuat, berhati-hatilah terkadang si Kembar Weasley saja juga kewalahan jika berhadapan dengan pukulan mereka."

"Kau berlebihan," Regulus memutar bola matanya dan Oliver hanya tertawa. Oliver kemudian memperkenalkan Cedric pada Harry tentang ia yang merupakan kapten tim Quidditch Hufflepuff dan juga teman dekat mereka berdua.

***

Malam lainnya, di ruang utama Slytherin dimana Regulus menghabiskan waktunya lagi dengan sebuah buku yang seolah tidak pernah habis ia baca. Tetapi sungguh, buku di perpustakaan Hogwarts sepertinya selalu memiliki yang terbaru untuk ia pinjam dan baca. Biasanya pikirannya akan terfokus pada buku itu, namun kali ini terpecah dengan buku bersampul hitam yang ada dihadapannya.

Buku dengan nama Tom Marvolo Riddle yang tidak pernah lagi ia sentuh semenjak pesan misterius itu tertulis sendirinya. Sejujurnya, ia sangat penasaran dengan sihir apa yang sebenarnya ada di buku itu. Karena jujur, berminggu-minggu ini ia mencoba untuk mencari tahu tentang sihir untuk membalas tulisan di sebuah kertas.

Tidak ada jenis sihir seperti ini.

Ia ragu, sebelum mengambil pena bulunya yang sudah ia celupkan di tinta berwarna hitam. Ia akan menulis sesuatu saat tinta menetes, dan membasahi kertas di buku tersebut. Seperti tulisan yang ia buat, tinta itu menyerap hingga lapisan kertas tampak kembali bersih dan kering.

...

Hei.

Ia menuliskan satu kata itu, menunggu hingga tinta itu menghilang dan berganti menjadi sebuah pesan seolah menjawab pertanyaannya.

Sudah memutuskan untuk berbicara denganku?

Regulus terdiam, beberapa kali berpikir apakah ia harus membalas tulisan itu atau tidak. Namun, pada akhirnya rasa penasarannya mengalahkan rasa curiganya, dengan segera ia menggerakkan pena bulu di tangannya.

Siapa kau?

Tidak butuh waktu lama pesan itu kembali dibalas.

Kau bisa memanggilku Tom.

Pemilik buku ini?

Ya, aku pemilik buku ini. 

Perkenalan singkat dan padat, Regulus menyebut namanya di tulisan tersebut. Malam itu, entah berapa lama ia menghabiskan waktu untuk mencari informasi tentang siapa yang bertukar pesan dengannya saat itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro