[10] Spacer

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Kak, cita-citaku mau jadi v-streamer, tapi aku dijauhi di sekolah gara-gara suka Almira. Gimana dong, Kak?]

Oke, pertama bilang ke teman-temanmu di sekolah, keponakan Baginda Yang Dipertuan di 72 Distrik juga fans berat Almira. Lalu catat nama-nama orang yang mengucilkanmu dan laporkan ke fanbase.

Just kidding. Ayolah, kita sudah di 2X32. Siapa yang bisa menentukan bahwa suatu hal itu keren, sedangkan yang lain tidak? Jadi, berbahagialah kalian makhluk-makhluk aneh bin unik yang tak diterima di masyarakat yang monoton. Embrace the cringe, and be free.

Pukul satu dinihari. Jon tengah menanti kondisi terakhir jasad Ido di ruang kremasi. Prosesnya agak lama dari biasa karena petugas perlu melebur bagian-bagian tubuh prostetik untuk didaur ulang.

Sebagai orang yang berkutat di profesi berbahaya, Ido sudah menyiapkan wasiat. Separuh tabungannya ia berikan ke kerabat terdekatnya di Distrik 50, sekitar 3000 kilometer dari Metro Lumina. Separuhnya lagi ia berikan ke keluarga mendiang istrinya sebagai permintaan maaf. Ia tak pernah lagi berbicara pada sang mertua sejak istri dan anaknya tewas dalam kecelakaan.

Sementara itu, semua perangkat dan aksesoris digital ia berikan pada teman terdekatnya, Jon. Bahkan Jon terkejut ia menganggapnya sedekat itu. Di antara semua koneksi yang Ido miliki di komunitas kurir dan virtual streaming, ia memilih Jon untuk menjaga barang-barangnya yang paling berharga. Padahal, selama lima tahun saling mengenal di ranah pekerjaan yang sama, baru beberapa hari yang lalu Jon mengetahui sedikit latar belakangnya.

Lima tahun adalah waktu yang cukup lama untuk mengenal seseorang, tetapi Jon tak pernah meluangkan waktu untuk mengenal orang di dekatnya lebih dari sekadar tampang. Ia selalu berpikir bahwa Ido cuma orang aneh dengan hobi aneh, sehingga sebagian besar ocehannya bisa ia abaikan. Ia baru berinteraksi ketika butuh, disuruh, atau tak ada pilihan lain.

"Kau Kakaknya Elita Mursi? Keren!"

Jon kembali teringat ucapan Ido ketika fitnah terhadap adiknya beredar sehingga berujung pada pemecatan Elita dari Virtulens. Ido orang pertama yang mendukungnya. Ido juga yang ikut memburu pemfitnah Elita, dengan bantuan komunitas-komunitas virtual. Sampai sekarang, setiap ada rumor-rumor yang menyudutkannya, Ido tetap mendukung dan berusaha menghibur dengan segala kekonyolan.

Apa bedanya aku dengan orang yang menjatuhkan Elita, hanya karena kulitnya merah?

Jangankan Ido, ia bahkan tak begitu mengenali adiknya sendiri. Semua rutinitas yang ia tekuni selama bertahun-tahun terasa normal seperti jarum jam yang berputar tanpa berpikir. Kemudian, ketika ia mulai berpikir ada yang salah, semua sudah terlambat.

"Jonathan Marlo. Boleh minta waktunya sebentar?"

Jon melirik ke arah dua orang berseragam polisi yang baru saja datang. Dia Leon dan anak buahnya, Pras.

"Anda ingin menangkap saya?" tanya Jon pasrah. Cepat atau lambat, polisi pasti tahu aksinya di Re-Volt. Ia juga berpikir untuk menyerahkan diri setelah mengirim abu kremasi Ido ke Distrik 50.

"Nah, justru sebaliknya. Kami diutus untuk melepas tracerbot dari eSIM Anda," balas Leon. Senyumnya tak selebar biasanya.

"Kenapa?"

"Singkatnya, Anda bukan lagi tersangka pengendara ugal-ugalan."

"Jadi pelakunya sudah ketemu?"

Kali ini senyum Leon benar-benar lenyap. "Maaf, saya juga kurang tahu detailnya."

Polisi tersebut melepas fedora dinasnya dan duduk di sebelah Jon.

"Kurir yang terbunuh di Jembatan Kembar juga teman Anda?"

"Ya," balas Jon.

"Turut berduka cita, ya."

"Uh, terima kasih."

Baru kali ini Jon mendengar Leon berkata begitu. Biasanya setiap ada kurir yang tewas dalam ekspedisi kelas AA yang melibatkan dirinya, polisi tersebut selalu mencurigai Jon tanpa menunjukkan empati.

"Tracerbot kami sempat mengalami gangguan sinyal saat Anda di TKP. Tiga puluh menit kemudian kami menerima laporan bahwa empat orang—dua karyawan Re-Volt Trans Distrik km 12 dan dua anggota geng Spacer—dibantai dengan senjata plasma di toilet Re-Volt. Setelah kami telusuri, enam anggota geng termasuk bos mereka, Billy Butleg, juga tewas di terowongan bawah tanah."

Leon menyampaikan informasi tersebut seperti membaca. Tanpa sindiran, senyum sinis, ataupun tatapan curiga. Ia justru tertunduk lesu, seolah kata-kata yang barusan ia ucapkan tak bermakna apa-apa.

Lalu ia bertanya, "Anda yang melakukannya?"

"Saya cuma mau merebut paket yang mereka curi dan mengirimkannya ke klien."

"Tidak mengelak, huh." Leon tersenyum tipis, tetapi gestur tubuhnya tak banyak berubah. "Jadi Anda melakukan semua itu dengan kesadaran penuh atas konsekuensinya?"

"Ya."

Leon terkekeh. "Meskipun Anda tak mengaku, bahkan meskipun Anda bilang itu tindakan balas dendam, kami tetap bakal tutup mata. Malah, saya pribadi berterima kasih pada Anda."

Jon bergeming.

"Spacer cuma geng kelas teri, anggotanya sekumpulan pecandu yang membegal demi melunasi utang bandar. Namun, mereka licin seperti tikus tanah. Jika polisi memburu secara terang-terangan, mereka akan langsung mengubur markas lama tanpa sisa dan "menggali" markas baru. Beberapa anggota undercover kami pun ikut jadi korban—entah dibunuh, kecanduan, atau berkhianat. Baru akhir-akhir ini mereka berani terang-terangan sejak mendapat pasokan thermogrenade, entah dapat dari mana." Leon mengembuskan napas. "Bukan mau mengecilkan kemampuan Anda, tapi entah mengapa mereka lengah kali ini. Mungkin mereka pikir, kurir yang beraksi seorang diri bukanlah suatu ancaman."

Di samping itu, mereka hanya manusia biasa. Jon sempat khawatir ia akan melawan mutan, cyborg, ataupun manusia dengan organ implan. Ia beruntung teknologi para bandit tersebut tak secanggih lawan-lawannya saat perang.

"Normalnya, aksi main hakim sendiri semacam itu tak bisa dibenarkan," lanjut Leon. "Namun apa daya. Dengan segala teknologi canggih yang kami miliki, kami masih perlu bantuan vigilante untuk membersihkan tikus. Semua perlu izin dan birokrasi berbelit-belit, sementara banyak petugas sibuk dengan konten medsos dan menjaga nama baik di mata publik. Seperti seleb saja."

Melihat ekspresi kalut polisi di sebelahnya, lama-lama Jon pun penasaran. "Apa ada sesuatu yang terjadi di kepolisian?"

"Maaf, saya berbicara terlalu banyak," balas Leon. Ia lalu menyuruh bawahannya untuk mempercepat proses pengambilan tracerbot, kemudian berpaling memandangi koridor yang sunyi.

Selesai meng-uninstall tracerbot, Leon beranjak sambil berpesan, "Hanya karena kami membiarkan aksi Anda kali ini, bukan berarti sindikat di atas Spacer punya pemikiran yang sama. Walaupun kecil, Spacer tetap salah satu sumber pendapatan mereka."

"Saya mengerti. Saya akan lebih berhati-hati."

Pada saat yang sama, petugas kremasi memanggil Jon. Lalu Leon dan anak buahnya berpamitan seraya berjalan menjauh.

"Jadi pahlawan tanpa pencitraan. Heh. Must be nice."

Jon masih sempat mendengar ucapan Leon sebelum kedua polisi tersebut melalui pintu geser otomatis.

***

Pemilik akun ini sudah tutup usia. Atas wasiat pemilik lama, semua konten di sini telah diserahkan pada sahabatnya. Bagi semua yang pernah menjadi teman mainnya di AlterZone, saya berterima kasih yang sebesar-besarnya.

Jon menuliskan status baru di platform AlterZone melalui D-deck milik Ido, lalu melakukan hal yang serupa di akun-akun media sosial yang lain dengan sedikit perubahan.

Grup-grup kurir dibanjiri ucapan duka cita. Suatu fenomena yang kian lumrah dialami oleh kurir kelas AA. Namun, hari itu Jon tak mau ambil pusing. Ia hanya ingin rebahan di kasur seharian. Tanpa memikirkan paket, gosip, ataupun pelanggan nakal yang enggan membayar setelah memakai fitur COD.

Ia memasuki dunia KripTown dengan akun Ido, disambut oleh NPC istri dan anaknya di dalam rumah. Rumah itu cuma punya satu kamar dan satu dapur, tetapi sepuluh kali lebih luas daripada apartemen Ido di dunia nyata.

"Papa!" seru si anak. Matanya berbinar seolah ia manusia sungguhan.

"Maaf. Papamu sudah—"

Balita NPC itu tak peduli ucapan Jon dan tetap memeluknya sambil bergelak tawa.

"Sayang, apa kamu bahagia hari ini?" tanya sang istri.

"Mungkin. Paling tidak, dia mati demi melakukan hal yang ia cintai."

"Sayang, apa kamu bahagia hari ini?" tanyanya lagi, seolah ucapan itu bukan untuk Ido, tetapi untuk Jon.

"Entahlah. Belakangan aku sering bingung dengan perasaanku sendiri. Banyak hal yang terjadi."

Jon tahu ia sedang berbicara bersama NPC, dengan respons standar layaknya NPC-NPC lain. Ia masih waras. Walaupun, mungkin semua lebih mudah dilalui jika ia kehilangan akal.

Barangkali menjadi waras hanyalah kutukan di dunia yang semakin gila.

Elita baru saja online. Di keterangan, ia juga sedang bermain KripTown.

Jon menutup server Ido dan login ke server sang adik menggunakan D-deck miliknya sendiri.

"Lho? Tumben pagi-pagi main. Enggak narik?" tanya Elita.

"Aku ambil cuti. Maaf."

Avatar gadis itu tersenyum. "Kenapa minta maaf? Kakak udah bekerja keras selama berbulan-bulan. Enggak papalah istirahat sesekali."

Jon baru ingat ia juga belum bercerita bahwa ia pernah dirawat di rumah sakit beberapa hari. Termasuk soal hadiah dari salah satu anggota Kriptoverz.

"Eli."

"Hm?"

"Seandainya aku gagal memenuhi biaya operasimu, apa aku boleh menjual barang-barangmu?"

Elita tertawa kecil. "Kenapa Kakak merasa perlu meminta izinku? Maksudku, apa yang bisa kulakukan untuk diriku sendiri, sementara Kakak berjuang untuk aku? Lagian kalaupun jadi operasi, risiko gagalnya tetap tinggi. Sekalipun berhasil, dokter bilang ada kemungkinan bahwa diriku bakal jauh berbeda dari diriku yang sekarang. Bukan cuma penampilan, tetapi kepribadian, sikap, dan memoriku pun ikut berubah. Terus apa bedanya dengan aku mati sekarang, seandainya identitasku juga ikut mati pasca-operasi?"

"Almarhum temanku juga sempat begitu. Ia merasa lebih baik mati, sebab hidupnya tak lagi berarti setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang ia cintai," tutur Jon. "Well, ujung-ujungnya dia mati juga, tapi setidaknya ia menemukan makna baru dan menikmati setiap momen yang ia lalui. Walaupun absurd."

"Hmph. Kakak sendiri yang mengungkit-ungkit soal itu lagi. Aku ke sini cuma mau main gim," gerutunya.

"Maaf."

"Aku juga udah berusaha menerima keadaan, tahu? Bisa lebih banyak main dan ngobrol sama Kakak aja udah seneng banget."

Mungkin aku yang masih belum rela, pikir Jon. Ia takut kehilangan lebih banyak lagi.

"Omong-omong, kamu sudah cek tiket ekspansi yang kemarin kukirim?" tanya Jon.

"Udah. Mau coba ke sana sama-sama?"

"Tentu."

Mereka meluncur ke dermaga Dragon Port—pelabuhan terpenting dalam kisah Pulau Naga dan Kerajaan Al Mi'raj. Saat kemari dengan Ido, Jon hanya menambang dan membersihkan beberapa lantai dungeon tanpa mengambil misi utama. Kali ini, mereka mendatangi istana untuk mendapatkan misi membantai naga.

Dalam adegan cut-scene, diceritakan bahwa dahulu Al Mi'raj adalah negeri yang damai. Manusia menghormati mereka sebagai makhluk dengan tingkat kecerdasan dan kesadaran yang tinggi, sementara jin dan hewan-hewan buas tunduk atas kekuatan magis mereka.

Situasi berubah ketika Kekaisaran Naga Laut mencoba memperluas wilayah hingga mencaplok daerah kekuasaan Al Mi'raj. Tentara kerajaan berhasil menahan para naga sehingga mereka tak bisa memasuki daratan. Namun, mereka juga tak mampu sepenuhnya mengusir naga-naga tersebut.

Pertempuran berlangsung tanpa pemenang mutlak, tetapi para naga punya keuntungan dari segi logistik. Sumber daya di pulau kecil itu terbatas, sementara naga-naga mengepung lautan di sekeliling pulau. Para naga terus meneror kapal-kapal nelayan yang keluar-masuk perairan. Mereka membunuh, merampas, dan memakan binatang ternak yang jadi salah satu komoditas utama kerajaan. Badai dan topan menjadi laporan cuaca sehari-hari akibat aktivitas naga-naga tersebut. Dari situlah nama Pulau Naga mulai tenar.

Kabar tentang Pulau Naga terdengar sampai ke telinga Iskandar, seorang raja dan penjelajah dari negeri yang jauh. Ia menerima permintaan tolong dari surat dalam botol yang dipungut oleh nelayan. Setelah mempelajari kebiasaan dan kelemahan naga laut, ia pun mempersiapkan armada besar untuk melawan mereka. Kapal-kapal perangnya disamarkan menjadi kapal-kapal dagang pembawa lembu-lembu palsu berisi racun mematikan.

Para naga tertipu dengan siasat itu. Beberapa perwira tinggi mereka tewas akibat racun lembu, membuat moral pasukan naga melemah. Armada Iskandar bersama pasukan Kerajaan Al Mi'raj bersatu untuk menggempur dan balik mengepung para naga yang sudah tercerai-berai. Satu per satu naga dibunuh, lalu dagingnya dimakan beramai-ramai oleh bangsa kelinci karnivora itu sebagai balasan atas hewan-hewan ternak mereka.

Sepeninggal kaum naga, Iskandar dielu-elukan sebagai pahlawan Kerajaan Al Mi'raj. Namun, tak lama berselang ia pergi dan tak pernah kembali lagi,

Bertahun-tahun kemudian, baru diketahui bahwa daging naga laut memiliki efek samping bagi mereka yang tak punya imunitas terhadap sel naga. Beberapa manusia, hewan, jin, dan almiraj menjelma menjadi makhluk setengah naga. Lalu tersiar kabar bahwa sisa-sisa pasukan naga laut masih bersembunyi di berbagai dungeon di pulau-pulau sekitar—tempat para naga menyimpan harta karun. Sebagai protagonis, Jon dan Elita ditugaskan untuk membasmi para naga dan menemukan obat dari Sindrom Nagafikasi.

"Jadi nostalgia, ya," ucap Elita.

"Yeah."

Kubah-kubah emas yang menyusun atap istana mengingatkan mereka pada kubah-kubah transparan di lahan pertanian Desa Yamameru. Daerah tersebut—beserta desa-desa lain di Distrik 62—pernah jadi kawasan food estate yang menyumbang sepertiga kebutuhan pangan negara, dengan teknologi pertanian paling mutakhir yang memakai sumber energi terbarukan. Penduduknya sejahtera, anak-anak bisa bermain tanpa berpikir besok harus makan apa.

Tapi itu dulu. Jauh sebelum desa itu dibumihanguskan para pemberontak.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro