[11] Fabrikasi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

K: Kaga Talkshow kali ini mendatangkan perwakilan fans virtual streamer, Mister Ningen—maaf, boleh saya panggil mister?

N: Silakan.

K: Mister Ningen adalah salah satu fans yang termasuk dalam faksi unicorn, bukan begitu?

N: Betul.

K: Boleh dijelaskan sedikit apa itu unicorn?

N: Unicorn melambangkan kepolosan dan kemurnian. Kami cuma berharap idola kami menjauhi hal-hal dan hubungan yang bisa merusak kemurnian mereka.

K: Kemurnian dalam hal ini ... termasuk hubungan dengan lawan jenis?

N: Betul.

K: Maaf, tapi bukankah itu melanggar hak-hak mereka? Meskipun yang ditampilkan adalah karakter fiktif, mereka juga manusia, 'kan? Apa salahnya, misal, Almira berteman dengan cowok?

N: Ini yang orang sering salah paham. Kami, khususnya saya, tidak ambil pusing dengan kegiatan orang di balik VStreamer. Saya cuma suka dan peduli pada Almira. Saya jadi member premium, memberinya superchat, mengoleksi semua aksesoris, itu murni karena saya jatuh cinta pada karakternya. Persetan kalau orang di baliknya ternyata berteman dengan cowok lain, pacaran, atau jadi pelacur. Asal jangan bawa-bawa itu saat live. Jangan sampai saya tahu.

K: Jadi Anda bisa tutup mata pada kegiatan pribadi orang di balik Almira, tapi tidak suka Almira kolab dengan cowok ketika streaming?

N: Kira-kira begitu.

K: Ups, saya jadi merasa bersalah.

N: Pada dasarnya, kami cuma mau dihibur. Ketika idola kami berada satu layar dengan cowok lain, kami tidak menganggap itu sebagai hiburan. Kami tidak menghabiskan waktu dan uang untuk melihat Almira bersenang-senang dengan cowok lain. Ya, mungkin mustahil kami jadi pacar atau suami Almira, tapi kami tidak minta diingatkan oleh kenyataan pahit. Kami hanya minta dihargai.

K: Saya mengerti.

N: Alasan saya mau diundang, selain untuk klarifikasi, juga untuk memberi peringatan. Saya tak begitu peduli pada drama, tapi ada beberapa unicorn ekstremis yang benar-benar membenci hal tersebut. Saya bilang begini demi keselamatan Anda dan orang di balik Almira juga. Jadi hati-hati.

"Almira" tewas di dalam bak mandi apartemen dengan badan yang hanya tertutup busa. Cipratan darah membentuk pola lingkaran di dinding sebelah kiri, sekitar lima meter dari jenazah. Air bak tercampur darah dan lelehan komponen penyusun kepala manusia. Sebagian tercecer ke lantai, mengepulkan asap tipis.

Pistol plasmo perlahan terlepas dari tangan kirinya. Di sisi kanan, kelap-kelip cahaya Neon Stump mengintip di sela-sela tirai, seolah ikut menyaksikan kepergian salah satu bintang mereka. Lampu kamar mandi masih cukup terang untuk menangkap spektrum warna, tetapi di mata Leon Westerling, semuanya tampak monokrom.

Dibantu robot analis forensik, ia bertugas mengidentifikasi mayat. Nama asli jasad itu adalah Rinai Cartesia, meski Leon berharap mendapat hasil yang berbeda.

Proses identifikasi terbilang rumit karena sebagian besar penanda identitas korban hilang atau rusak. Pikselisasi merambah sekujur tubuh sehingga sidik jari mustahil dikenali, sementara kepalanya lenyap. Pemakaian Mirat yang berlebihan juga mulai membuat DNA-nya bermutasi.

Masih ada kemungkinan mayat itu bukan Rinai, pikir Leon. Hampir tak ada jejak masa lalu Rinai sebelum menjadi v-streamer di internet, dan hanya segelintir orang yang tahu koneksi antara Rinai dan Almira. Leon salah satunya. Ia mengenal gadis itu sejak di akademi kepolisian. Rinai adalah mahasiswi teladan di Fakultas Cyberpsychology and Artificial Intelligence Universitas Metro Lumina, dan keduanya berkenalan via aplikasi kencan virtual.

Leon tahu betul obsesi Rinai dengan penelitiannya tentang organisme sibernetik. Ia berharap ini hanya prank. Ia yakin ini salah satu hasil kreasi Rinai dan gadis itu cuma ingin membuktikan bahwa ia berhasil menciptakan klon yang menyerupai dirinya.

"Biarkan kami mengatasi masalah ini sendiri," ucap Gilbert Ismaya, CEO ISMAYA Corp sekaligus ayah angkat Rinai. Usianya 65 tahun, tetapi badannya masih tegap tanpa guratan keriput. Mata kirinya palsu dan terintegrasi langsung dengan D-deck.

"Kau yakin, Gil?" tanya Keith Ismaya, pria dengan trench coat cokelat muda. Ia komisaris polisi wilayah Metro Lumina dan saudara sepupu Gilbert. Meski usia mereka sebaya, wajah Keith tampak lebih bergelambir seperti bulldog yang mengisap pipa tembakau.

"Aku cuma minta satu hal," sahut Gilbert. "Jangan sampai publik tahu."

"Aku mengerti," kata Keith. "Tapi jangan terlalu mengandalkan kami. Nama Almira terlalu besar. Cepat atau lambat, orang bakal sadar ada yang janggal."

"Terima kasih, Kei."

Keith mengajak anak buahnya kembali ke kantor. Sesampainya di sana, Leon mempertanyakan keputusan sang komandan untuk tak melanjutkan penyelidikan.

"Itu kasus bunuh diri," tegas Keith.

"Tapi, Komandan, itu mustahil. Arah jejak tembakannya berlawanan dengan posisi pistol di tangan korban. Kita juga perlu mencari tahu dari mana korban mendapat plasmo."

"Leon, kamu dengar 'kan tadi? Jangan mencampuri urusan mereka lebih dari ini."

"Bukankah tugas kita menjaga keamanan masyarakat? Bagaimana kalau pelaku tidak hanya mengincar Almira, tetapi juga orang lain?"

"Kompleks apartemen milik ISMAYA Corp adalah wilayah sipil teraman di Metro Lumina. Sistem keamanannya bahkan sudah diakui dunia, sehingga politisi dan figur publik internasional ikut menyewa di sana. Kalau sampai narasi pembunuhanmu tersebar, tahu apa akibatnya?"

"Tapi, Pak—"

"Mencegah kepanikan publik juga bagian dari tugas kita sebagai polisi Metro Lumina. Masalah sesensitif ini perlu dihadapi dengan hati-hati. Negeri ini sempat disorot gara-gara menggunakan anak di bawah umur sebagai tentara dan yang terbaru, insiden Mirat. Jangan sampai kejadian itu kembali terulang."

Jadi aku hanya bisa duduk sambil menonton? gerutu Leon.

"Sebaliknya, artis bunuh diri itu sudah biasa. Seandainya kabar kematian Almira bocor, itu alasan yang bakal kita pakai. Paham?"

Leon bergeming sambil mengepalkan kedua tangan.

"Leon, aku tahu ini berat untukmu. Kamu pernah menjalin hubungan dengan korban, 'kan?"

Leon tak menjawab.

"Istirahatlah yang cukup. Jangan sampai emosi mengacaukan keputusanmu. Ambil cuti kalau perlu."

Seorang polisi lain masuk dan melapor ke komisaris. Namanya Beni. "Ada kurir yang tewas dibegal di Jembatan Kembar sungai Yumena. Kabar baiknya, kami berhasil mengidentifikasi bahwa dia adalah orang yang sama dengan pengendara ugal-ugalan di sekitar Neon Stump bulan lalu."

Beni melirik Leon sembari tersenyum, seraya menunjukkan hasil investigasinya pada Komisaris Keith.

"Isidorus Pinkerton, huh?" ujar Keith. "Baik, kerja bagus."

"Tunggu, lalu bagaimana dengan pembunuhnya?" tanya Leon pada Beni.

"Oh, jangan khawatir. Menurut laporan mereka sudah dibereskan oleh kurir mantan tentara itu. Kalau tak salah namanya Jonathan Marlo, eh, bukannya dia juga kurir yang kaucurigai, Leon? Kau perlu berterima kasih sekaligus minta maaf padanya."

Beni tertawa, seolah sengaja mengejek Leon di depan komandan.

"Cukup, kalian berdua," sela Keith. "Kalau tak ada hal lain yang mau dilaporkan, keluar dari sini."

Beni keluar lebih dulu sambil membusungkan dada, sementara Leon mengikuti di belakang. Di ujung koridor kantor pusat yang sunyi, Leon menghentikan langkah Beni sembari bertanya, "Kau tidak memanipulasi hasil penyelidikan lagi, 'kan?"

"Hmm? Atas dasar apa kau bisa bilang begitu, mantan murid teladan?"

"Entahlah. Menggunakan orang yang tak bisa membantah ketika dituduh—seperti orang yang sudah meninggal—kedengaran lucu bagiku."

"Heh, tidak selucu orang yang menguber-uber petunjuk yang salah selama sebulan tanpa menghasilkan apa-apa."

"Paling tidak tindakanku masih sesuai prosedur, tanpa menggunakan jalan pintas."

"Itu kan menurutmu," bantah Beni. "Netizen sering berkoar-koar mencari kebenaran, tapi sebenarnya mereka cuma butuh ketenangan. Kebenaran itu tidak penting, asal cerita yang kita kasih cocok dan konsisten di otak mereka. Apa gunanya memakai cara bertele-tele yang hanya membuat masyarakat gelisah, sementara lama-lama martabat kita jatuh karena dianggap tidak becus memecahkan satu kasus. Mereka cuma butuh kepuasan instan, agar bisa mengusap beranda Xitter ke bawah lalu komplain di topik berikutnya."

"Kita bukan artis. Kita tidak bekerja semata-mata untuk memuaskan penonton."

"Well, kita juga bukan tuhan. Bisa gila kalau kaupikir dapat mengatasi semuanya sesuai prosedur," balas Beni. "Saranku, jangan terlalu serius kalau mau kariermu bertahan lama. Gimana kalau kita ke tempat karaoke? Kukenalkan kau dengan cewek cantik biar tidak kaku melulu."

"Aku perlu memeriksa TKP dan menemui Jon untuk memastikan laporanmu."

"Suit yourself."

***

Ini adalah kisah ketika Jon memutuskan menjadi tentara.

Kala itu, Elita, sudah menjadi bintang remaja yang jauh dari desa, sementara Kartika dengan bangga mengklaim sebagai fans pertama dan utama. Sejak kecil, Kartika dan Elita memang dekat, lebih dekat daripada dengan kakaknya sendiri. Gadis itu juga alasan Elita yang pemalu berani memamerkan kemampuan menyanyinya di internet hingga viral dan diketahui oleh agensi hiburan di Metro Lumina.

Jon menganggap Kartika sebagai bagian keluarga. Kadang mereka saling tertawa, kadang bertengkar, dan ketika Kartika tak bisa keluar rumah karena sakit, rasanya ada yang kurang. Ia adalah gadis periang yang sukar digantikan dalam lingkaran pergaulan. Hampir setiap obrolan, acara, lelucon, hingga kejahilan menjadi lebih hidup dengan ide dan tingkahnya, sementara yang lain mengikuti tanpa diminta.

Bukan hal yang mengejutkan jika ia jadi gadis populer saat beranjak remaja. Dari situ, jurang antara Jon dan Kartika semakin lebar. Di sekolah, gadis itu selalu dikelilingi anak-anak populer, pergi ke tempat-tempat populer, dan membicarakan tren yang sedang populer.

Cowok yang menaksirnya pun banyak. Beberapa tak segan bertanya pada Jon tentang hal-hal yang disukai gadis itu, karena mereka tahu keduanya berteman sejak kecil. Mereka bahkan tak menganggap Jon sebagai saingan cinta, dan Jon pun cukup sadar diri bahwa dia bukan apa-apa.

Bagi Jon, Kartika bagaikan matahari. Saat kecil ia pikir gadis itu yang berotasi di hidupnya, menjadi cahaya yang senantiasa mengganggu dan mengajak bermain sampai malam tiba. Faktanya, Jon tak lebih baik daripada planet Pluto. Ditemukan, ditendang, dan diklasifikasikan lagi sebagai planet katai karena tak memenuhi syarat untuk masuk jajaran planet utama yang mendampingi Kartika.

Kemudian insiden itu terjadi.

Sirene tanda serangan udara meraung-raung di langit Desa Yamameru, kampung halaman mereka. Saat itu, Jon dan Elita berada di gedung sekolah dekat pusat Distrik 62, dua puluh kilometer dari rumah.

Seseorang yang mengaku sebagai pasukan Koalisi Kulit Merah Kaliyuga membajak saluran televisi lokal. Ia mengeluarkan ultimatum pada penduduk Desa Yamameru dan sekitarnya untuk segera menjauh dari kawasan pertanian dan perkebunan. Lalu muncul barisan robot tempur dan tentara kulit merah di jalan raya menuju desa.

Setengah jam berselang, kubah-kubah rumah kaca, lumbung-lumbung berbentuk menara, serta pabrik-pabrik pemrosesan hasil panen digempur oleh ratusan rudal dan laser menggunakan pesawat nirawak. Angin gunung berembus cukup kencang sehingga api turut membakar ladang dan kebun, merambat hingga ke rumah-rumah terdekat. Saat Jon dan Kartika melongok keluar jendela, desa mereka sudah tertutup kepulan asap.

Bantuan tentara pemerintah baru datang setengah jam berikutnya. Mereka berhasil menghalau penyerang, tetapi tujuan lawan telah tercapai. Serangan tersebut menggagalkan panen raya Distrik 62 dan melemahkan ketahanan pangan nasional. Pihak militer pemerintah kemudian mengaku kecolongan. Mereka tidak menyangka pemberontak memiliki persenjataan canggih dan menyusup agak jauh dari daerah sengketa, yakni perbatasan Distrik 62 dan Daerah Otonom Kaliyuga.

Kondisi darurat militer ditetapkan pada Desa Yamameru dan sekitarnya. Jon, Kartika, beserta penduduk lain yang selamat harus mengungsi dalam barak-barak tentara di distrik-distrik lain sampai situasi aman. Keluarga, teman, dan kerabat terpisah satu sama lain. Jon juga tak sempat menyaksikan kondisi terakhir tempat tinggalnya.

Hari-hari ia habiskan untuk melihat pembaruan daftar pengungsi di distrik-distrik lain. Namun, tak sekali pun nama orang tuanya muncul. Begitu pun dengan orang tua Kartika. Lama-lama mereka mulai pasrah dan menerima kemungkinan terburuk. Paling tidak, Elita masih aman dan hidup nyaman di kota. Gadis itu juga masih bisa menghubungi mereka.

[Kak, gimana kalau Kak Jon sama Kak Tika ke sini aja? Soal tiket pesawat biar manajerku yang urus.]

Jon tersenyum tipis, sementara tangan kirinya memegang formulir pendaftaran satuan tentara pelajar.

"Terima kasih, Eli, tapi aku bakal menetap."

[Kenapa? Di sana kan rawan.]

"Kudengar tentara di perbatasan sedang kekurangan orang. Mereka menawari muda-mudi di pengungsian yang mau jadi pasukan cadangan."

[Tapi itu bukan kewajiban Kakak, 'kan? Bukannya Kakak belum cukup umur?]

"Ya, tapi aku lolos tes fisik dan psikotes."

[Kak, yang bener aja. Masa setelah kehilangan ortu, aku harus siap-siap kehilangan Kakak juga? Kakak pikir aku bahagia di sini sendiri? Siapa yang bisa kutemui kalau aku pulang nanti?]

"Jangan khawatir, Eli. Aku bakal mengawasi kakakmu biar enggak mati konyol," ucap Kartika.

[Jangan bilang Kak Tika juga ikutan—kalau gitu sama aja bohong!]

Suaranya pecah.

Jon pun menoleh. "Kar, jangan aneh-aneh. Mending kamu susul Elita ke kota."

"Kamu yang mulai. Ikut tes nggak bilang-bilang. Dari kecil kamu kalau dibiarin sendiri selalu gegabah, nggak mikir. Tanpaku, aku yakin seratus persen kamu bakal mati."

"Aku nggak bakal mati. Aku kuat."

"Tuh kan, otakmu isinya otot doang. Emang apa fungsi otot-ototmu melawan rudal dan robot yang menyerang desa kita? Minimal aku nggak remedi pelajaran bahasa pemrograman."

[Kalian ya, diajak ngomong serius malah bercanda soal mati. Terserahlah! Pokoknya kalau kalian nggak balik, bakal kucari jasad kalian sampai ketemu buat tanggung jawab!]

Elita mengusap air mata sembari menutup sambungan video call.

***

[A/N] Bagian interview unicorn di bab ini sebenarnya intisari dari interview di web https://www.vtuber-news.org/all-news/in-the-mind-of-a-unicorn (dengan banyak perubahan sesuai kebutuhan plot), ketika riset beberapa bulan yang lalu. Tapi ketika kubuka situsnya sekarang, webnya udah di-take down. 0_0

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro