[23] Points of View, Point of You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maya Tepozteca baru saja mengumumkan perilisan petbot Wildblood, maskot yang mewakili perwujudan penggemarnya. Dengan demikian, ia menjadi anggota terakhir trio Rabbit Hole yang meluncurkan petbot berbasis XR secara resmi; setelah Jackie dengan Jackalovers, dan Almira dengan Almirades. Silakan cek tautan toko resmi Kriptoverz untuk informasi lebih lanjut.



"Kekuatan macam apa?" tanya AI-Mira.

Jon menunda jawabannya hingga tiba di kamar apartemen. Ia menunjukkan foto-foto Markum, menjelaskan operasi kanker yang pria itu jalani.

"Metode ini ... mirip seperti metode yang digunakan Rinai untuk mengendalikan pikselisasi," ujar AI-Mira.

"Kau mewarisi ilmu Rinai, kan? Tahu prosedur operasinya?"

AI-Mira mengangguk. "Tapi ini sangat berisiko. Mirat yang disuntikkan ke tubuh manusia biasa butuh regulator yang lebih kompleks daripada sekadar mengoleskannya ke permukaan kulit."

"Tidak perlu seekstrem Markum. Aku cuma perlu semacam obat, perangkat, atau AI yang bisa memperkuat fisik dan mental. Minimal cukup kuat untuk melawan mutan araknoid sendirian."

"Mutan araknoid?"

Jon membatin, Apa dia bakal tetap membantuku kalau berterus terang?

Ah, fuck it. Cuma ini satu-satunya harapan.

"ISMAYA Corp menyewaku untuk menemukan Nekopi yang hilang," tuturnya. "Sejauh ini, semua Nekopi yang kutemukan telah dimodifikasi menjadi otak mutan. Mereka lebih kuat daripada mutan yang kuhadapi saat perang. Aku beruntung bisa hidup sampai sekarang, tapi aku tak mau terus bergantung pada keberuntungan."

"Nekopi yang hilang?" tanya AI-Mira lagi. "Apa ... aku termasuk?"

"Maaf, ini memang konyol. Aku meminta bantuan pada targetku sendiri." Ia tersenyum pahit. "Aku bisa paham kalau kau menolak."

AI-Mira menggeleng. "Rinai bilang, janji adalah janji. Lagi pula, aku yang pertama menawarkan bantuan," balasnya. "Sebaliknya, apa Jon juga mau berjanji? Aku butuh waktu untuk mewujudkan impian Elita. Untuk itu, aku tidak boleh kembali dulu."

"Tentu. Akan kuusahakan agar kau jadi prioritas terakhir kami."

Sejujurnya, aku tak punya kuasa untuk memutuskan itu.

"Oke," ucap AI-Mira. "Silakan berbaring dan buka bajumu."

"Buka baju? Maksudmu, buka semuanya?"

"Ya, aku perlu memeriksa kondisi fisik dan mentalmu secara menyeluruh. Selain menentukan penanganan yang cocok, juga untuk mengurangi risiko."

Seumur-umur belum pernah ada cewek cantik yang menyuruhku buka baju. Namun meski penampilannya cantik, dia bukan cewek sungguhan. Aku tak perlu segrogi ini.

Ekspresi datar AI-Mira tak berubah. Jon pun pelan-pelan melucuti pakaian yang ia kenakan dan berbaring di atas ranjang.

AI-Mira meletakkan kedua tangan di atas dada dan perut pria itu. Mata kanannya menyala. Benang-benang halus bermunculan dari seluruh telapak dan jari-jarinya, menembus pori-pori kulit, hingga terhubung ke pembuluh darah dan serabut saraf.

Sekujur tubuh Jon serasa dipijat aliran listrik lemah. Tidak terlalu kuat hingga membuatnya syok, tapi cukup membuat otot-otot yang selama berhari-hari dipaksa berkontraksi, kembali dalam tahap relaksasi.

Kelopak matanya semakin berat. Telinganya seperti digelitiki berbagai stimulus ASMR. Retakan-retakan bara api unggun, goresan kuas di atas kanvas, hingga alat pembersih telinga nan lembut silih berganti memanjakan saraf auditori.

[ASMR : autonomous sensory meridian response; pengalaman fisik dan psikologis yang menimbulkan sensasi nyaman dan memuaskan sebagai respons terhadap stimulus tertentu.]

Sebelum pikiran Jon makin tenggelam ke alam bawah sadar, AI-Mira berhenti mendadak sampai membuatnya terbangun. Gadis mutan itu mematung, matanya melotot, dan mulutnya sedikit terbuka. Jarang sekali Jon melihatnya seekspresif itu.

"Maaf, Jon."

"Kenapa? Tubuhku tidak memenuhi syarat?"

"Tidak, fisikmu lebih baik daripada kebanyakan orang," ungkap AI-Mira. "Tapi dari segi mental, aku kurang yakin. Ada yang menahan ketika kuperiksa jiwamu lebih dalam. Apa pun itu, aku takut itu jadi penghalang saat kupasang implan untuk memperkuat dirimu."

"Bagaimana kalau dipaksa?"

"Risikonya tinggi. Peluang gagal jauh lebih besar jika fisik dan mentalmu belum dipindai 100%. Aku belajar dari pengalaman Rinai."

Jon mengembuskan napas. "Ujung-ujungnya tetap tidak bisa, ya."

"Kalau sekadar memodifikasi penglihatan, kupikir bisa."

"Kau bisa membuat mataku mengikuti gerakan supercepat?"

AI-Mira diam sejenak. "Mungkin ... lebih dari itu. Tergantung potensi masing-masing."


***


Jon kembali diminta berbaring. Kali ini, ia benar-benar tertidur pulas seperti diberi anestesi. Kemudian ia hanya merasakan setruman-setruman yang merata di sekitar mata, kepala, lalu menjalar ke sekujur tubuh.

"Sudah selesai," ucap AI-Mira. "Jon boleh buka mata sekarang."

Pelan-pelan Jon melepas penutup mata, lalu mengedip-ngedip. Awalnya, semua tampak blur. Lama-lama penglihatannya kembali fokus dan tajam.

Ia menoleh ke jendela kaca. Di luar apartemen, hari berganti malam. Sudah berjam-jam ia terlelap di atas ranjang.

"Ada yang beda?" tanya AI-Mira sambil memiringkan kepala.

"Rasanya sama."

"Oh." Gadis itu menunduk. "Maaf, biasanya aku cuma membantu Rinai sebagai asisten. Baru kali ini aku melakukan operasi sendiri."

"Mungkin butuh penyesuaian," hibur Jon. "Kalaupun gagal, aku takkan menyalahkanmu."

Setidaknya, operasi ini tak membuatku buta.

"Kalau boleh tahu, apa yang sudah kaulakukan?"

"Aku mereplikasi DNA-ku ke saraf-saraf matamu," terang AI-Mira. "Prinsipnya sama seperti saat memperbaiki Anowman. Sekarang dia bisa memindai benda-benda dalam frekuensi di luar jangkauan mata manusia."

"Mbeeek!" seru Anowman, seakan memahami ucapan AI-Mira.

"Tunggu, kau bisa membelah diri?" tanya Jon.

"Hanya mereplikasi sel. Aku tak bisa membuat klon secara utuh," jawabnya. "Dan tentu, potensinya lebih lemah. Apalagi aku tak didesain untuk bertarung. Instingku saat mendeteksi ancaman adalah lari."

Bisa jadi, pikir Jon, zombi-zombi jackalope yang kuhadapi juga terlahir dari prinsip yang serupa. Itu alasan mereka tak bisa mati sebelum induknya rusak atau putus kontak.

"Maaf tak banyak membantu," ucap AI-Mira. "Apa Jon membenciku?"

"Tidak. Justru aku berterima kasih padamu."

Lagi pula, ini pertaruhan yang ia putuskan sendiri.

Jon berkemas-kemas. Ia berangkat menuju Neon Stump untuk menjenguk Markum.

Markum dirawat di rumah sakit milik ISMAYA Corp, rumah sakit swasta paling mutakhir di Kekaisaran Malaraya. Figur-figur publik yang butuh operasi penyakit dalam, kulit, atau implan sibernetik, sering menjadikan tempat itu sebagai pilihan utama.

Saat ditemui, sang pria mutan berkepala plontos tengah duduk di atas lantai sambil menikmati berbagai macam hidangan. Porsinya tidak tanggung-tanggung. Mungkin lebih dari satu kilogram beras yang dimasak dan dijadikan tumpeng. Belum lagi ada potongan-potongan daging ekstra besar, berbaskom-baskom sayur dan buah-buahan, serta ayam dan ikan tuna utuh.

Markum bertelanjang dada dengan lengan dibalut perban. Selain itu, kondisinya tampak sehat-sehat saja.

"Jon? Makan sini!" tawarnya. "Maaf berantakan. Kukira kau takkan datang."

"Lanjut saja. Aku sudah kenyang melihatmu makan."

Pria itu tertawa dengan mulut tersumpal nasi.

"Sudah lama aku tak terdesak sejauh ini," ucap Markum. "Insting bertarungku masih agak kaku."

Jon mengamati tubuh pria itu. Tonjolan-tonjolan kecil tampak di sekitar lengan yang diperban.

"Apa itu permanen?" tanyanya.

"Aku cuma perlu banyak makan dan istirahat. Besok kita beroperasi lagi."

"Tak perlu memaksakan diri. Masih ada aku, Rosco, Sara—"

"Jon," potong Markum. "Jujur, aku cuma percaya padamu dan Pristina. Membiarkanmu bersama Rosco dan Sara bukan pilihan bijak."

Jon bisa maklum. Keduanya sama-sama menyimpan rahasia yang enggan mereka ungkapkan.

"Bukannya aku meremehkanmu. Tapi ini bukan lagi masalah internal perusahaan," lanjut Markum. "Polisi sudah bergerak. Publik makin ramai gara-gara ledakan kemarin. Kalau mereka tahu yang kita hadapi, bisa saja kita jadi target operasi."

"Kenapa begitu?"

"Alasanku bisa hidup normal, adalah karena Mr. G menjamin rahasiaku. Aku sempat kehilangan akal di Salvia Farma. Entah berapa banyak jejak yang kutinggalkan. Kemungkinan besar polisi telah menemukan DNA mutan hibrid yang merujuk padaku."

"Mending sembunyi dong."

"Kalau aku sembunyi, nasibmu gimana?" sahut Markum sembari memicingkan mata. "Jon, mutan sepertiku juga punya kode etik. Lihat tato ini?"

Markum menunjuk tato berupa deretan angka di dada kiri. Tertera: 2902Q1.

"Sejak lahir, aku tak punya nama. Ini satu-satunya tanda pengenalku sebagai budak tambang," sambungnya. "Mr. G yang memberi nama Markum. Tahu apa artinya?"

Jon menggeleng.

"Artinya berani, cerdas, pekerja keras, dan teman yang setia. Aku memang tak semulia itu, tapi namaku adalah harapan dari Mr. G, khusus untukku. Kalau aku jadi pengecut dan mengabaikan temanku, itu sama saja mengkhianati pemberi nama ini."

Itu kan cuma nama, batin Jon. Kendati demikian, ia tak sampai hati untuk mengucapkannya. Ia hanya ingin Markum fokus memulihkan diri, bukan memperdebatkan nama.

"Oke," balas Jon. "Apa langkah kita selanjutnya?"

"Sebelum polisi menangkapku, semua target harus sudah dikembalikan," ujar Markum. "Masalahnya, kita juga belum tahu siapa Ningen, impostor Almira, dan sejauh mana jaringan Distopedia terlibat. Hah! Daripada pusing, mending lanjut makan dulu."

Impostor. Jon teringat janjinya pada entitas yang bersembunyi di apartemen. Hingga kini, belum jelas apa makhluk itu kawan ataukah lawan.

Ia membiarkan AI-Mira menggerayangi tubuhnya demi kekuatan yang tidak ia pahami. Padahal, bisa saja operasi tersebut cuma modus untuk membajaknya. Bisa saja Jon yang sekarang bukan lagi Jon sebelum operasi.

Bagaimana jika Markum tahu, bahwa aku telah menyembunyikan target kami?

Apa dia marah, jika kesetiaannya kubayar dengan menunda misi?

Apa dia membenciku, jika dirinya lebih dulu mati sebelum seluruh target ketemu?

Seorang gadis pendek berambut merah berjalan di koridor bersama seorang pengacara, Anna Azalea, dan sesosok robot pengawal.

"Itu Maya, ya?" tanya Jon.

"Maya? Maksudmu Maya Tepozteca?" balas Markum. "Dia ke sini? Di mana?"

"Itu, kelihatan di CCT—"

Tunggu.

Bagaimana aku bisa melihat CCTV?

"Omong-omong, aku penasaran dari tadi. Kau pakai lensa kontak ya?" tanya Markum lagi.

"Eh?"

Jon melihat cermin. Iris matanya menyala seperti cincin neon bergaris vertikal di tengah-atas, seperti tombol power pada komputer.

"Malam semua!" sapa Maya, mengagetkan Jon yang masih kebingungan. Markum balas menyapa, sementara Jon hanya menatap gadis itu dari kaki hingga kepala.

Berbagai pop-up media sosial bermunculan di sekitar tubuh Maya, menunjukkan akun-akun personal dan profesional miliknya. Nama aslinya Nikita Medina, 25 tahun, ulang tahun 27 Juli. Tinggi: 145 cm, berat badan: 44 kg. Etnis: Jepang-Melayu-Hispaniola.

Ia pernah menjadi model remaja, cosplayer, dan streamer indie sebelum bergabung dengan Kriptoverz. Putri kedua keluarga Medina, konglomerat bisnis perumahan dan apartemen mewah di pesisir pantai utara Metro Lumina; termasuk di antaranya tempat tinggal Jackie. Adik dari Nora Medina, seorang ahli forensik di Polda Metro Lumina.

Maya melambaikan tangan di depan muka Jon. "Umm, halo?"

Pria itu mengedipkan mata beberapa kali. Info-info pribadi yang membombardir mata bak iklan spam seketika hilang. Satu-satunya benda digital yang tersisa adalah seekor petbot berbentuk bantal guling di pelukan Maya. Ia tak punya mata, bertelinga kelinci, dan bermulut lebar dengan gigi-gigi tajam.

"Ah, uh, maaf. Nona—"

"Panggil aja Maya, atau May-May juga boleh," ucapnya. "Abang-Abang di sini partner Pipi, kan?"

"Betul, Nona. Saya Jo—uh, Delta."

"Dan saya Mino," timpal Markum. "Mino R. Swing."

"Mino R.? R-nya singkatan apa?" tanya Maya.

"Rahasia."

Jon menepuk muka, ikut malu dengan lelucon receh rekannya.

"Oh, oke. Abang Delta dan Abang Mino, ya? Maaf ya kalau keganggu. Tadinya aku mau jenguk Pipi, eh ternyata udah dipindah ke Pikselatorium. Terus kata dokter, teman kerjanya juga ikut dirawat di sini. Daripada mubazir, mending kukasih ini ke Abang aja."

Maya memberikan parsel berisi buah-buahan pada Markum.

"Wah, jadi nggak enak," sahut Markum. "Saya cuma kebetulan kerja di bidang yang sama dengan teman Nona."

"Kebetulan? Kalian sama pentingnya dengan staf-staf yang lain. Malah di situasi sekarang, justru aku yang nggak berguna. Aku cuma bisa lanjut streaming, duduk manis, dan menunggu. Sementara korban dari pihak kalian terus berjatuhan." Maya tertunduk lesu. "Aku nggak tahu lagi harus ngomong apa ke Jeje. Pertama Rara, sekarang Pipi."

"Apa dia benar-benar tidak tertolong?" tanya Jon.

Maya mengangkat bahu. "Aku sempat lihat rekaman terakhir kondisi Pipi. Kata dokter, dia dalam kondisi vegetable, eh, vegetatif ... itulah pokoknya. Daripada berharap terlalu tinggi, lebih gampang kalau ...."

Gadis itu mengusap mata. Robot pengawalnya dengan sigap menyodorkan sekotak tisu.

"Maaf, bukannya aku nggak mau dia pulih, tapi—"

"Saya mengerti, Nona," tukas Markum.

Maya menutup muka dan menangis terisak-isak. Tak seorang pun di ruangan itu yang berani menghentikannya.

Saat tangisan Maya mulai reda, wanita di sebelahnya angkat bicara.

"Dia memendamnya sejak kepergian Rinai," ucap Anna. "Dalam keadaan apa pun, Maya selalu totalitas terhadap para fans dan rekan-rekannya. Bahkan ketika beberapa talent memutuskan rehat, dia tetap aktif bekerja."

Maya mendongak dan menatap Anna. Lalu pandangannya beralih pada Jon dan Markum.

"Duh, malah aku yang baper. Hehe." Ia mengambil sebuah chip microSD dari dompet, lalu menyodorkannya pada Jon. "Maaf, aku nggak bisa lama-lama di sini."

"Apa ini, Nona?"

"Data tentang ledakan kemarin," jawab Maya. "Kakakku kerja di kepolisian. Dia juga menyelidiki kasus yang melibatkan misi kalian. Aku diam-diam menyadap perangkatnya dan nemu info ini."

Nekat sekali. "B-Bukannya Nona bisa kena masalah?"

"Ya ... Kakak pasti bakal marah kalau ketahuan. Tapi ini juga demi kebaikan semua orang. Semakin cepat kasus ini selesai, semakin baik. Bagaimana pun caranya."

"Nona percaya pada kami?" tanya Markum.

"Sebelum hilang kesadaran, Pipi berpesan buat percaya sama om-om setengah mutan dan mas-mas yang bawa Kayzer," balasnya. "Selama ini, aku nggak pernah ragu sama penilaiannya."


***


[A/N] Pengen sih bikin ilustrasi semua maskot petbot tokoh-tokoh Mirat (kalo sempat dan lagi mood). Kalo bisa sekalian bikin versi manusia dan versi mutannya, tapi apa daya yang kupunya cuma Ms Paint, dan aku nggak mau merusak imajinasi kalian. xD

Silakan tinggalkan jejak (vote/komen) dan sampai jumpa di update selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro