[29] Agave Tequilana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berbagai kecaman dari staf dan pembela Robodoki, Inc. menggema di media sosial, menyebut bahwa serangan Skuad Rosco ke Blok MB adalah aksi arogansi dari ISMAYA Corp.

"Mereka pikir mereka kebal hukum," kicau akun resmi Virtulens. "Menggunakan robot keamanan swasta untuk operasi penyerangan jelas melanggar undang-udang, apa pun alasannya. Serangan mutan ke aparat kepolisian juga BUKAN tanggung jawab kami, dan kami akan membawa kasus ini ke pengadilan."

Mengendarai Kayzer, Jon dan Markum terbang mengikuti "tongkat sihir" AI-Maya ke utara. Mereka tiba di dekat pelabuhan, turun, lalu memerintahkan hoverbike yang mereka tumpangi untuk bersembunyi.

Markum menggendong Jon. Ia melangkah secepat kilat dari atap ke atap sesuai instruksi pria di punggungnya. Mereka berhenti di tepi muara kanal. Airnya tampak kuning kebiruan diterpa lampu pencakar langit dan sorot mercusuar. Menurut penglihatan Jon, target berada dalam salah satu bangunan di seberang.

"Itu salah satu properti Mr. Max, kan?" tanya Markum usai mengamati hunian mewah di atas karang yang agak menjorok ke laut. Atapnya berbentuk cungkup bertingkat-tingkat. Cahaya merah-hijau silih berganti menerangi sisi-sisinya bak rubi dan zamrud khatulistiwa. Ia seperti istana Kaisar Tiongkok yang tersesat di era pascamodern, dikepung arsitektur-arsitektur absurd dan iklan-iklan sureal yang lebih mengganggu daripada mimpi pecandu ganja.

"Bisa jadi," ucap Jon. "Kita perlu lebih dekat untuk memastikan."

Implan matanya masih menangkap transmisi penglihatan AI-Maya, tapi dari sini, semua tampak blur. Ia hanya sempat melihat gadis-gadis berlalu-lalang dengan ciri-ciri mirip boneka, atau mereka boneka yang menyerupai manusia.

"Lalu, kita serang terang-terangan? Mr. Max pasti lebih siap kali ini," sahut Markum. "Belum tentu juga dia di dalam."

Jon berpikir sejenak. "Aku mau mencoba sesuatu."

Ia membuka seragam, lalu mengambil botol berisi losion Mirat dan mengoleskannya ke seluruh badan. Termasuk helm, rompi, dan celananya yang sudah compang-camping. Ia mengaktifkan mode incognito; mode penyamaran total yang memungkinkan AI-Mira tak terdeteksi di tengah pengawasan satpam, tracerbot, dan CCTV apartemen veteran.

"Jon?" Markum celingukan. "Jon?"

"Aku masih di sini."

Markum menoleh ke asal suara. "Aku sama sekali tak bisa mendeteksi keberadaanmu. Bagaimana mungkin?"

"Ini cuma fitur lain dari implanku." Kalau saraf mutan Markum tak mampu mendeteksiku, batin Jon, berarti sudah cukup. "Aku akan menyelinap, menyabotase, dan mencari informasi. Setelah semua listrik dan internet mati, kau bisa mulai menyerang."

Markum menyetujui usul Jon. "Jujur, kau lebih cocok jadi pembunuh bayaran daripada aku. Kekuatanku terlalu mencolok."

"Maaf, tapi—"

"Aku tahu." Markum beralih ke topik yang lain. "Aku takkan memaksamu menuntaskan misi jika aku gagal membunuh target. Hanya saja, kalau aku sekarat atau lepas kendali, selamatkan dirimu sendiri."

Bahkan Markum yang begitu perkasa pun makin ragu dengan kemampuannya. Bukan cuma fisik, mentalnya juga belum pulih dari pertempuran melawan mutan akhir-akhir ini.

"Aku lebih kuat sekarang," balas Jon. "Kau juga sudah menyelamatkanku berkali-kali, jadi jangan sungkan kalau butuh bantuan."

Jon pergi duluan sambil terus meyakinkan diri. Kuharap aku bisa membuktikan ucapanku kali ini.

***

Lampu neon dan LED merah-hijau tetap menjadi pemandangan yang dominan ketika Jon memasuki bagian dalam properti di atas karang. Mereka menyatu dengan pilar-pilar, dinding, lantai, dan langit-langit koridor; memberi efek semi-transparan pada kayu, keramik, dan perabot ruangan.

Di luar dugaan, penjagaan di sekitar pagar dan halaman tak begitu ketat. Tak lebih dari sepuluh cyborg dan tracerbot yang berkeliaran. Sesekali, Jon berpapasan dengan gadis android berkostum pelayan, atau yang lebih terbuka seperti tanktop dan rok mini. Mereka antara pengurus properti, atau boneka seks koleksi Mr. Max.

Jon membajak dan menonaktifkan mereka satu per satu. Lalu ia memindai lokasi sumber listrik dan generator properti. Di suatu kamar yang mengarah ke laut, ia menemukan pria berambut klimis keperakan, tengah bermesraan dengan sesosok android berambut merah yang mirip pemeran Maya, Nikita Medina. Tanpa implan AI-Mira, ia takkan bisa membedakan penampilannya dengan aktor Maya yang asli.

Setelah diamati lagi, gadis-gadis android yang ia lewati tampak familier. Entah karena Jon pernah melihatnya di televisi, Witchub, atau media sosial yang lain. Kebanyakan menyerupai karakter mantan rekan adiknya di Virtulens.

Semakin jauh ke dalam, semakin perutnya terasa mual. Begitu banyak boneka, figurin, dan foto seleb virtual yang terpajang di dinding koridor dalam berbagai kondisi. Beberapa android dibiarkan telanjang, memperlihatkan organ-organ intim yang persis aslinya. Ada pula yang tangan dan kakinya patah, payudara dan vaginanya rusak; memperlihatkan kabel-kabel, lelehan kulit artifisial, dan kerangka yang mulai berkarat.

Tak semua model yang dipajang meniru bentuk tubuh wanita dewasa. Android dan boneka bertubuh anak kecil pun mendapat perlakuan serupa. Tempat ini seperti rumah boneka untuk orang-orang dengan penyimpangan seksual.

Jon memasuki pusat pembangkit listrik, memanfaatkan tangan seorang satpam yang baru keluar dari sana. Ia menyergap dan membuatnya pingsan, sebelum menggunakan sidik jari pria itu untuk membuka pintu. Lalu Jon mengikat si satpam dengan kabel dan menguncinya di salah satu lemari boneka.

Setelah seluruh perangkat dan lampu gedung padam, Jon menyambungkan penglihatannya dengan sensor Araknoid dalam implan Markum; memberi isyarat untuk menyerang.

Markum muncul dari bawah karang, melesat mengikuti petunjuk visual ala GPS yang Jon berikan. Mereka berbagi info dan penglihatan, menentukan rute tercepat ke kamar target. Sebagian besar robot dan perangkat elektronik telah Jon bereskan dalam jalur tersebut. Tinggal beberapa manusia atau transhuman yang masih terjaga.

Markum sudah paham langkah selanjutnya. Ia bergerak secepat kilat, melakukan yang biasa ia lakukan: membunuh sebelum korban menyadarinya.

Gelap, ditambah putusnya saluran telekomunikasi membuat para penjaga kalang kabut. Mereka tak siap menghadapi serangan Markum, apalagi balas menyerang. Manuver Markum yang berisik diwarnai dengan seruan panik dan deru tembakan yang tak tentu arah. Terlalu mudah.

Markum membuka pintu kamar Mr. Max tanpa hambatan yang berarti. Sementara itu, sang target tetap santai, duduk di tepi kasur king size bersama boneka-boneka seks miliknya; hanya memakai kolor dan kimono berbahan sutra.

"Selamat datang," ucap Max. "Jadi kau yang dikirim Gil untuk membunuhku?"

"Keamananmu payah," sahut Markum. "Sudah siap mati?"

Max terkekeh. "Aku dan istri-istriku adalah keamanan terbaik tempat ini."

Para sexbot android di sekitar Max berdiri, kecuali gadis berambut merah yang masih nyaman di pangkuan. Tangan-tangan mereka berubah menjadi senapan mesin, berputar memuntahkan peluru yang membombardir Markum tanpa perasaan.

Markum meluruskan kedua tangan, memperlihatkan jemari dan telapak tangan yang jadi moncong senapan si pengendali kanker. Ujung-ujung jari berlomba-lomba melepaskan diri, menelan ratusan peluru, lalu bermutasi menjadi gumpalan-gumpalan sebesar granat.

Satu per satu sexbot meledak. Tak ada bagian seksi yang tersisa selain potongan-potongan rangka dan lelehan muka. Melihat "istri-istrinya" berserakan, senyum Mr. Max tak pudar. Si rambut merah berdiri, melintangkan tongkat berprosesor Araknoid yang sempat menyulitkan Jon dan Markum di Blok MB. AI-Maya menyatu dengan tubuh baru; sexbot penjiplak wujud asli Maya.

"Selain tubuh karyawanmu, kau juga punya replika talenta kami," ujar Markum. "Menjijikan."

"Aku tak keberatan kalau ditawari yang asli," balasnya. "Maya, ehm, Nikita adalah komoditas high-class. Tinggal ditambah beberapa implan dan suplemen, lalu—"

"Jangan mimpi."

"Heh. Tenang saja, aku juga tak mau dia gampang rusak saat ditiduri."

Markum meloncat maju. Di sisi lain, bola-bola angin bermunculan di depan AI-Maya dan Mr. Max, lebih besar daripada peluru angin dalam pertarungan sebelumnya. Kilat-kilat merambat dari inti ke permukaan bola, lalu silih berganti menyambar ke arah Markum.

Markum menghindari serangan demi serangan, mendekati Mr. Max untuk secepat mungkin menuntaskan misi. Usahanya dihalangi AI-Maya, tetapi Markum terus menekan. Tangan kanan mencengkeram tongkat, tangan kiri meremas kepala makhluk itu dan membenturkannya ke lantai. Kasur king size di dekat mereka ikut terhempas, memecahkan kaca balkon dan jatuh ke tepi karang. Mr. Max pun meloncat jauh membelakangi Markum untuk mengantisipasi serangan lanjutan.

Usai merebut tongkat dari tangan sexbot terakhir, Markum berbalik dan berkata, "Kalau kaupikir bisa menghentikanku dengan replika Maya, kau sal—"

"Huh!?" Jon yang menonton dari pusat pembangkit listrik ikut terperanjat. Saat mencoba berdiri, kaki kiri Markum telah terpotong dari lutut ke bawah. Darah jatuh bertetes-tetes, membasahi muka rusak sexbot peniru Maya.

Mr. Max menimang-nimang betis kiri Markum. Ia berbalik badan, kembali menghadap ke arah lawan yang masih bersimpuh menahan sakit.

"What's wrong, Mr. Mutant?" tanyanya. "Kakimu kram?"

Ia melempar potongan kaki Markum keluar jendela.

"Oh ya, hati-hati saat menyentuh tongkat—"

Duri-duri bermunculan di gagang tongkat AI-Maya, membuat Markum syok hingga tongkat lepas dari genggaman. Telapak tangannya turut membengkak dan mengucurkan darah.

"Kau Markum Saxon, kan? Budak peliharaan Gilbert yang dibeli dari Distopedia?" Max tersenyum sinis. "Ayo bangkit. Jangan bikin tuanmu malu."

"Mr. G tidak membeliku. Beliau membebaskanku," bantah Markum.

"Sama saja. Toh kau tetap mau disuruh membunuh dan merusak properti orang. Bedanya apa dengan boneka-boneka di sini?"

"Kau yang membunuh dan merampok duluan."

"Itu, itu yang kumaksud." Max mengulurkan tangan, menangkap tongkat AI-Maya yang terbang ke arahnya. "Otakmu sudah dicuci sehingga gampang dicekoki kebohongan Gilbert."

"Bohong? Jelas-jelas perangkat kami ada di tanganmu."

Max menyeringai.

"Aku tidak mencurinya dari Gilbert. This little darling has chosen me." Perlahan ia melepas kristal cermin segidelapan dari gagang tongkat. "Justru Gilbert yang mengekangnya selama ini. Dasar tidak tahu diri. Aku menyelamatkan ISMAYA dari kebangkrutan, tapi setelah sukses dengan temuan baru, dia malah sok suci. Bukan salahku kalau sindikat menyerahkan persoalan Araknoid padaku. Cuma aku yang bisa memaksimalkan potensi aset ini."

"Bullshit," bantah Markum, diam-diam ia menyuntikkan Mirat di pangkal kaki yang terpotong. "Jangan bicara seolah-olah temuan itu milik Distopedia."

"Faktanya begitu. Kaukira dari mana modal riset ISMAYA, sementara Gilbert nyaris bangkrut gara-gara kasus Mirat?" Max membuka kristal segidelapan, memperlihatkan inti prosesor Araknoid yang cukup unik. Bentuknya berduri-duri mirip miniatur tanaman lidah naga, lengkap dengan kaki-kaki yang menyerupai akar serabut. "Sudahlah. Percuma berdebat dengan mayat berjalan."

Max membuka mulut, menjatuhkan prosesor AI-Maya ke kerongkongan dan menelannya bulat-bulat.

"Agave Tequilana."

Seketika kulit Max membiru, disusul dengan kemunculan lidah-lidah dedaunan tajam yang tumbuh melingkar di leher, sendi-sendi, dan pergelangan tangan. Ia membuka kimono dan membuangnya sembarangan, menunjukkan tato bunga agave yang menjalar mengikuti bentuk rusuk dan otot perut.

Kaki Markum tumbuh kembali. Saat ia berdiri, wajahnya dan Mr. Max hanya terpisah satu jengkal. Bos Robodoki menendang pelipis Markum keras-keras hingga sang bartender terbang membentur tembok. Belum sempat bereaksi, Max menendang perutnya ke atas, melayangkan tubuhnya, lalu meninjunya berkali-kali di udara.

Beberapa kali mata Jon tak menangkap kecepatan Max. Saking gesitnya, ia seperti melihat puluhan bayangan Max dalam satu waktu, mengeroyok dan membuat Markum seperti bola pinball yang dipantulkan ratusan kali tanpa terjatuh. Duri-duri makin memenuhi tubuh Markum seiring dengan meningkatnya intensitas serangan.

"Dua lima kelinci ..., lima puluh kelinci ..., tujuh lima kelinci ...."

Gerakan Max makin tak beraturan bagai pemabuk yang sedang kesurupan. Ia komat-kamit menghitung jumlah kelinci, di sisi lain, bayangan dan duri-duri yang beterbangan makin banyak. Markum membalas dengan membagi-bagi jaringan otot menjadi klona tak sempurna. Mayoritas serangan dapat ia tahan, tetapi tak cukup cepat untuk menghindari satu pukulan telak.

"Seratus kelinci!" pekik Max seraya beradu kepala, membuat keduanya sempoyongan kendati Markum yang paling kesakitan. Bagian tubuh Markum yang terekam dalam sensor Jon babak belur. Penuh lebam, duri, darah, serta benjolan.

Max belum mengendurkan serangan. Tendangannya menukik ala Brazilian kick, membentur tengkuk Markum, memaksanya menunduk begitu rendah hingga lantai di bawahnya remuk.

Sambungan Jon dengan mata Markum terhalang puing-puing keramik. Namun, ia masih merasakan dahsyatnya benturan.

"Markum? Markum? Jawab aku!" seru Jon. Markum tampak tak sadarkan diri. Melihat pria yang biasa jadi tembok kokoh dibuat tak berdaya, Jon mulai panik. Markum kewalahan bukan karena trik, ilusi, bukan pula karena lawannya tidak bisa mati. Semua murni karena kekuatan dan kecepatan fisik, ditambah duri-duri yang setajam ujung belati.

"Y'see," ujar Max pada Markum yang masih terjerembab. "Inilah potensi Araknoid dan Mirat yang sesungguhnya. Gilbert dan timnya memang kreatif, tapi mereka mentok di dunia virtual. Mereka tak punya nyali untuk mewujudkan ilusi magis perangkat ini menjadi realita."

Max mengangkat paksa kepala Markum. Kucuran darah menghalangi sudut pandang Jon via implan sang bartender.

"Tahu jurus mabuk?" tanya Max. "Tepoztecatl lebih dari itu. Ia dewa kelinci tertinggi dari 400 kelinci penanda tingkat kemabukan. Semakin banyak kelinci yang kuundang, semakin tinggi kadar alkohol dalam darah dan duri-duriku. Kudengar kau seorang bartender, Mr. Mutant. Kau takkan teler sebelum puncak pesta, kan?"

Markum tak membalas. Kondisi penglihatannya makin buram dan nyaris mati total dari posisi Jon Marlo.

"Markum! Bilang kalau kau butuh bantuan!"

Mendengar seruan kawannya, mata Markum perlahan kembali jernih.

"Ja-ngan ... ce-mas, Jon—"

"Jon? Siapa Jon?" potong Max. "Ah, benar juga. Info dari Blok MB bilang kau ditemani seorang pria muda. Apa dia yang menyabotase listrik di sini? Hmm, aneh. Aku sama sekali tak merasakan keberadaannya."

Max kembali membenamkan muka Markum ke lubang lantai.

"Whatever. Mau sembunyi di mana pun, temanmu takkan keluar hidup-hidup."

Suhu tubuh Jon menurun. Ia pikir itu hanya sugesti dari ancaman Mr. Max. Namun, lama-lama ia menyadari hawa dingin itu tak berasal dari dalam. Kulit merah yang terbiasa berkutat dalam panas dan lembab, makin mengerut seiring dengan anjloknya temperatur sekitar.

Benda-benda kecil seputih kapas jatuh melayang-layang di depan matanya.

Salju?

Selang sepersekian detik, mata Jon menangkap ayunan pedang yang mengarah ke leher. Ia segera menunduk, menghunuskan pedang laser untuk menangkis serangan.

Si penyerang adalah gadis android bertangan empat dengan baju merah. Lehernya berkalung manik-manik dari tengkorak, mempertegas tatapan yang sedingin mayat pendaki Pegunungan Himalaya.

Penampilannya mirip Inara Parvati. Persona Elita sebelum keluar dari Virtulens.

***

[A/N] Time to swing! xD Terima kasih sudah terus membaca sampai sejauh ini, walau makin ke sini ceritanya makin ke sana (and it's not even the weirdest part yet, probably).

Image by Stan Shebs, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=876846


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro