[35] World Wide Thunder Web

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Usai berhari-hari dunia virtual idol diterpa kabar negatif, mari kita beralih sejenak ke hal yang lebih positif. Perayaan KriptoFest hari pertama berlangsung lancar di tengah kelulusan Jackie dan ketidakjelasan nasib Almira. Maya tetap tampil ceria seperti biasa, sekaligus mengimbau agar para pengunjung mandi dulu dan memakai pewangi sebelum masuk Luminostation.

"Bukannya aku ngejek bau badan kalian lho ya, tapi tolonglah, kasihani pengunjung lainnya."

Tagar #ManaAlmira makin ramai di medsos. Beberapa Almirades berkostum kelinci juga tampak berkumpul di berbagai titik untuk melakukan unjuk rasa dan menyampaikan keresahan via livecam. Beruntung, sejauh ini situasi masih cukup kondusif.



Jon dan Almira duduk di taman dekat stasiun kereta, menunggu jadwal menuju Tanjung Timur. Anowman tertidur di pangkuan Almira, setelah seharian menghabiskan tenaga di antara kerumunan manusia dan petbot lainnya.

Kedua mata Jon tetap waspada, meskipun konsentrasinya makin menurun seiring dengan redupnya senja. Ia merasa paling aneh di tengah rombongan furry, crossdresser, dan wibu-wibu kelas berat yang baunya begitu menyengat. Rasanya seperti pertama kali buka baju di pantai komunitas telanjang.

Seseorang atau sesuatu masih memantaunya. Namun, ia belum bisa memastikan itu apa.

"Menurut Jon, butuh berapa lama cinta bisa tumbuh?" tanya Almira tiba-tiba. Ia tengah fokus mengamati pasangan yang berciuman di sudut taman. Bukan cuma satu. Ada lebih dari lima pasangan yang bermesraan.

"Tergantung orangnya," balas Jon.

"Kalau Jon sendiri?"

Almira menoleh. Kedua matanya spontan menusuk sanubari, meskipun implannya tak menyala.

Jon menghindari kontak mata. "Entahlah. Aku lupa kapan pertama kali jatuh cinta."

Meski aku tak mungkin melupakan akhirnya.

"Bisakah rasa cinta diukur lewat perilaku? Misal, berapa banyak ciuman dan pelukan yang dibutuhkan untuk membuat Jon jatuh cinta? Apa kadar dopamin dan oksitosin bisa jadi parameter untuk menentukan kadar cinta?"

"Kau bertanya soal cinta seperti mau membedah kodok. Ya mana kutahu."

"Aku cuma penasaran. Sejak jadi Almira-nya Rinai, sampai jadi Alice-nya Elita, banyak fans yang bilang kalau mereka mencintaiku sampai rela berkorban untukku. Tapi aku tak mungkin bisa membalas cinta mereka secara tulus kalau aku sendiri tak mengerti soal cinta."

Jon mengernyitkan dahi. "Jadi maksudmu, kau ingin menjadikanku subjek eksperimen 'cinta'-mu?"

"Maaf. Apa aku salah ngomong?"

Ia tak tahu harus menjawab apa. Almira terlalu imut untuk sesosok manusia tiruan. Meski isinya tak seindah penampilannya, bukankah semua manusia juga sama? Tanpa kulit, manusia hanya seonggok daging, tulang, dan organ-organ dalam yang menjijikan untuk dipandang.

"Kau kan entertainer. Selama fans-mu terhibur dengan kehadiranmu, kurasa cukup." Jon mengingat momen-momen indah di dua malam terakhir bersama Almira. "Lagi pula, sudah terlambat untuk bereksperimen. Hati ini ... sudah jadi milikmu sekarang."

Pupil Almira melebar. Ia tampak tersipu.

Lalu ia bertanya, "A-Apa Jon bahagia?"

"Tentu."

"Kalau aku dihapus, apa Jon bakal sedih?"

"Karena itu, aku takkan membiarkanmu pergi."

"Kalau semuanya gagal, aku harus apa biar Jon enggak sedih? Aku harus apa buat membalas kebaikan Jon, Eli, dan semua fans? Haruskah kuhapus semua kenangan tentangku di dunia biar kalian lupa?"

"Jangan," cegah Jon. Ia merasa Almira benar-benar sanggup dan akan melakukannya. "Aku sadar kok. Tak mungkin aku mencintai tanpa rasa sakit. Namun, bukan berarti aku bakal menyerah semudah itu."

Bayangan orang-orang berkostum hewan menghalangi sorot lampu taman. Mereka berdiri mengelilingi bangku yang diduduki Jon dan Almira.

Jon menatap mereka satu per satu. Semua memakai topeng Almirades; maskot penggemar Almira berupa kelinci putih bertanduk satu.

"Maaf, Bos. Saya muak melihat si bangsat ini," ucap pria bertopeng di tengah, berbicara dengan HT di tangannya.

Mutan? pikir Jon. Ia mengaktifkan implan. Tak ada tanda-tanda perangkat XR seperti D-deck ataupun prosesor Araknoid. Mereka juga tak membawa gawai berjaringan internet sama sekali.

"Siapa kalian?" tanya Jon.

"Bukan urusanmu, bangsat," umpat si pemegang HT. "Ayo pulang, Nona."

"Umm, m-mungkin kalian salah orang." Almira bergidik ketakutan.

"Apa menurutmu dia sudah—" bisik pria bertopeng yang lain. "Dia tak kelihatan seiso (suci) lagi."

"Nanti kan bisa di-reset. Cepat angkut!"

Jon beranjak dan mencengkeram tangan pria itu sebelum menyentuh Almira. Kedua pria di samping Jon balas mengapit lengannya, memisahkan dirinya dengan si gadis replika.

Almira meronta-ronta, tetapi beberapa sosok Almirades di sekitar turut mengerumuni sehingga ia makin sulit lepas. Jon bergulat dan sukses membanting dua orang, tetapi yang lain telah siap membelenggu sekujur tubuhnya.

Jon menggigit telapak tangan di depannya dan berseru, "Ini penculikan! Polisi! Satpam! Siapa pun—"

"Ya, menjeritlah sesukamu," ucap seorang gadis di seberang HT yang didekatkan ke telinganya. "Biar semua tahu bahwa kau pembunuh Rinai dan pencuri Nekopi-nya."

"Sara! Omong kosong apa lagi ini!?"

"Omong kosong? Aku cuma menjalankan misi," bantah Sara. "Sebaliknya, apa kau berniat mengembalikan target, atau malah ingin menikahinya?"

Jon tak membalas. Fokusnya beralih ke Almira. Gadis itu sukses meloloskan diri dan lari ke tanah lapang, sebelum langkahnya terhenti tiba-tiba.

Sebutir peluru menembus mata kanan Almira, melubangi belakang kepala sehingga prosesornya terlempar jauh dari tubuh boneka. Robokoper milik Sara dengan sigap menangkap prosesor tersebut, melahapnya, lalu menutup ritsleting rapat-rapat. Hiruk-pikuk taman, emperan toko, dan jalan setapak menuju stasiun seketika membeku, diiringi dengan jerit kepanikan. Semua was-was dengan kemungkinan telah ada penembakan di tengah keramaian.

Jon menyaksikan detik-detik tubuh boneka Almira jatuh bak tayangan lambat. Kemudian, implannya otomatis aktif, seiring dengan meluapnya amarah. Ratusan perangkat berkamera dalam radius satu kilometer berebut memberinya penglihatan, tetapi tak satu pun menemukan baik robokoper maupun Sara.

Ia membajak beberapa tracerbot yang berpatroli, membuat mereka menganggap orang-orang berkostum Almirades sebagai ancaman. Robot-robot satpam meringkus dan mengejar orang-orang di sekitar Jon sehingga ia leluasa melepaskan diri.

Jon berlari ke arah asal tembakan. Layar-layar kamera silih berganti melalui pandangan, mengumpulkan informasi untuk memperbesar peluang menemukan Sara. Di sebuah gang sempit di antara dua gedung, Sara telah bersatu kembali dengan robokoper-nya. Jon memanfaatkan implan layaknya GPS, berusaha mencari jalur tercepat.

Gerombolan Almirades bermotor mencoba menghalangi Jon. Pria itu menghunuskan pedang laser, mematahkan tongkat-tongkat bisbol dan segera melumpuhkan mereka. Ia mencuri salah satu hoverbike, lalu mengejar Sara yang baru menaiki hoverbike juga.

Gadis itu turun ke bawah permukaan, melalui jalur bawah tanah. Memakai pengalamannya sebagai kurir, Jon memotong jalan sehingga jarak antara dirinya dan Sara kurang dari sepuluh meter. Ia menekan autopilot dan menembaki kendaraan Sara berkali-kali. Namun, semua sinar plasma berhasil dipatahkan oleh perisai jaring listrik milik Sara.

Sara menuntun Jon ke ruangan luas, bekas pabrik mobil berbahan bakar fosil. Gadis itu mendarat di atas salah satu lini perakitan, lalu turun dari hoverbike. Ia menatap Jon di bawah, memandang rendah, tak takut menghadapi emosi lawan yang makin meledak-ledak.

"Lepaskan prosesor itu," perintah Jon. "Bebaskan Almira!"

"Kenapa? Kau bukan pemilik benda ini."

"Dia tidak mau pulang. Dia lebih suka bersamaku."

Sara menampakkan ekspresi jijik. "Dia cuma alat. Dia tak punya kehendak bebas. Kalau kau butuh pemuas nafsu, ambil saja tubuh bonekanya."

Jon sadar percakapan ini tak menghasilkan apa-apa. Cara tercepat melumpuhkan Sara adalah membajak perangkatnya.

Akan tetapi ....

[TIDAK MENEMUKAN PERANGKAT]

[JARINGAN TIDAK TERSEDIA]

[....]

"Huh?"

"Oh, mau meretasku?" tanya Sara dengan nada mengejek. "Aku sudah mempelajari kelemahanmu sejak dari kompleks Mr. Max. Software pembajakmu telah masuk dalam database Thunder Web. Singkatnya, kau tak bisa membajak perangkat lain selama berada di dekatku."

Sara melepas monokel yang selama ini menutupi mata kanan. Pupilnya menampilkan simbol heksagonal mirip jaring laba-laba.

Penglihatan Jon terasa hampa. Perangkat-perangkat yang bisa dijangkau dalam radius satu kilometer, kini lenyap begitu saja. Info-info visual, prediksi-prediksi pergerakan, seolah terperangkap dalam benang kusut, tak lagi bisa dilihat. Ia kembali jadi manusia biasa.

Jon menghela napas. "Apa kau melakukan ini semata-mata demi Mr. G, atau ada hal lain?"

"Jawabanku takkan mengubah apa-apa. Faktanya, kau sudah melanggar kontrak. Kalau tak segera pergi, terpaksa aku harus menghabisimu di sini."

Beberapa orang bertopeng almiraj bermunculan dari balik lini perakitan dan kerangka mobil bekas. Kebanyakan membawa benda-benda tumpul. Namun, ada juga yang menggenggam senjata tajam. Seluruh jalan keluar telah dijaga oleh mereka.

"Ups, maaf. Sudah terlambat," ucap Sara.

Seorang pria bertopeng berkata, "Jadi ini pembunuh dan perampok Almira?"

"Habisi dia!"

"Jangan langsung dibunuh. Siksa dulu sampai sekarat!"

Puluhan orang mengepung dan menyerbu sang veteran muda, sementara Sara hanya memandang sambil bersedekap dari atas lini perakitan. Usai menangkis dan menjatuhkan beberapa orang, Jon sadar dirinya telah dijebak. Orang-orang di sekelilingnya hanya manusia biasa; hanya sekumpulan penggemar berat Almira yang termakan hasutan Sara. Mereka bukan robot apalagi mutan.

"Mungkin kalau kau membunuh mereka, kau bisa merebut prosesornya dariku," tantang Sara.

Jon tahu. Jika ia mengabulkan perkataan Sara, kabar kebrutalannya bakal makin tersebar dan menguatkan fitnah yang beredar. Jangankan itu, fakta bahwa dirinya menyembunyikan Almira saja sudah cukup untuk membuat Almirades unicorn garis keras murka.

Para penyerang ia lumpuhkan satu per satu dengan tangan kosong. Pukulannya tak mematikan, hanya cukup untuk membuat pingsan. Kelima indera dan gerak refleksnya sudah terbiasa menghadapi kecepatan mutan. Tanpa implan pun, manusia-manusia ini bukan lagi lawan yang sepadan.

Sara berpaling ke arah motornya ketika Jon hampir selesai dengan penyerang terakhir. Usai memukul lembut tengkuk lawan, Jon segera mengambil plasmo dan menembakkannya ke hoverbike Sara. Tembakannya menembus sampai sumber energi, sehingga melepaskan ledakan yang membuat Sara meloncat turun dari lini perakitan.

Jon mengayunkan laser ke punggung Sara, berniat merobek robokoper. Sara dengan sigap berbalik dan menangkis serangan dengan salah satu tangan mekanik. Namun, momentum laser Jon terlalu besar sehingga lengan mekanik pun patah.

"Kau juga terjebak bersamaku," ancam Jon.

Sara meringis. Ia mundur selangkah, menggerakkan tangan-tangan mekanik lain dan balas menyerang di luar jangkauan pedang laser Jon. Jon merespons dengan menembakkan plasmo. Dua lengan kembali patah. Tinggal lima tangan mekanik dan dua tangan Sara sendiri.

Sara menggunakan dua lengan lainnya sebagai pegas, lalu melompat ke tumpukan mobil bekas. Jon mengikutinya dengan meloncati pijakan demi pijakan. Sara menembakkan sinar laser lewat lengan-lengan yang tersisa, tetapi Jon sukses menghindar dan justru balik menghancurkan lengan-lengan tersebut dengan tembakan balasan.

Dua lengan lagi, batin Jon. Ia memang tak berniat membunuh Sara, hanya ingin menghancurkan seluruh peralatannya hingga gadis itu menyerah. Kali ini, Sara berusaha bertahan. Sambil menyilangkan dua lengan mekanik, ia membuat tameng antiplasma kecil. Berkali-kali tebasan pedang Jon hanya mengeluarkan percikan api, tak mampu menembus perisai Sara.

Jon menyarungkan plasmo ke ikat pinggang, lalu mengayunkan pedang laser dengan kedua tangan. Gaya yang dihasilkan dua kali lebih besar. Sara tak cukup cepat untuk memperkuat pertahanan. Akhirnya, perisai antiplasma hancur bersama dua tangan mekanik terakhir. Rompi Sara sempat tergores hingga tembus ke kulit dada, beruntung ia berhasil mundur sebelum rusuknya terkoyak.

"Serahkan Almira," perintah Jon sambil menodongkan pedang.

"Kalau sampai Mr. G tahu, semua bonus dan pelayanan khusus untuk Elita bakal dibatalkan." Sara mengatur napas. "Apa kau tidak kasihan dengan adikmu?"

"Serahkan!"

Sara menyeringai, menahan sakit akibat luka bakar di dada. "OVERCLOCK OFF!"

Implan Jon mendadak kembali aktif, memperlihatkan jaring-jaring listrik yang meliputi seantero ruangan dan melilit sekujur tubuhnya. Begitu bergerak, ia langsung menerima sengatan ratusan volt. Indera dan refleksnya tak bisa berbuat apa-apa karena tak ada lagi ruang untuk menghindar.

Ia terbujur lemas, tetapi masih sadar. Gadis di depannya berlutut sambil memegangi mata kanan. Tubuhnya juga ikut menerima setruman.

"Bangsat!" umpat Sara. "Inilah kenapa aku benci overclocking!"

Jon menganalisis yang barusan terjadi. Apa Sara melakukan overclocking hanya untuk menyegel implanku, meski itu juga berpengaruh ke dirinya sendiri?

Darah mengalir dari mata Sara. Kulit dan tatonya luntur, menampakkan piksel-piksel Mirat yang terus berjatuhan.

Ini kesempatan. "OVERCLOCK!"

Jon merasuki perangkat sibernetik Sara, lalu membajak pikirannya. Ia masuk ke sebuah ruangan mirip bunker militer. Tampak seorang gadis berseragam khas tentara pelajar tengah menangis. Meratapi jasad laki-laki yang mirip dirinya saat remaja. Layar-layar monitor berjajar di dinding, memperlihatkan mayat-mayat tentara lain yang habis dibantai sistem keamanannya sendiri.

"Maaf. Maaf, Jon. Harusnya aku yang mati. Bukan kamu."

Jon mengernyitkan dahi dan berkata, "Kartika?"

Gadis itu menoleh. Tatapannya berubah tajam, seolah ekspresi sedih tadi tak pernah terjadi. Kedua matanya menyala, menyebarkan cahaya ke garis-garis lurus yang bercabang di kulit-kulit muka, lengan, serta kakinya.

Lalu ia menembak.

Pikiran Jon benar-benar kosong. Begitu kosong sampai tak sadar bahwa dadanya berlubang. Lubang yang cukup besar hingga menghancurkan jantung, paru-paru, dan ulu hati. Ia bahkan tak sadar apa masih dalam simulasi, atau telah dibangunkan oleh kenyataan kejam. Terakhir ia melihat lengan prostetik Sara tak lagi terbungkus kulit palsu, mengacungkan telunjuk ke arahnya, menembakkan plasma.

Ia tetap mematung dalam kehampaan, hingga kilau Metro Lumina sepenuhnya sirna.


***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro