Alam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bintang menatap lekat sosok yang berjalan mendekati rumahnya yang bercatkan abu-abu. Langkahnya kecil, tetapi mampu membuat Bintang ketar-ketir tak karuan.

Pikiran pertama yang terlintas adalah mengamankan Ceres agar tak terlihat oleh papanya, tetapi di mana Bintang harus menyembunyikan raga Ceres, yang bisa dibilang jauh dari kata kecil.

Bintang yang grasah-grusuh menghampiri Ceres, dengan santainya cewek tak ada akhlak itu tertidur pulas di atas kasur, di kelilingi bungkus wafer yang sudah tak ada isinya barang satu pun.

Bintang menghampiri kasurnya, niat membangunkan cewek tersebut, tetapi saat melihat wajah Ceres yang tertidur pulas hingga menyebabkan bunyi dengkuran halus, Bintang mengurungkan niatya.

Mau tak mau Bintang mengutik bungkus wafer Ceres, membersihkan remahan wafer dari atas kasurnya yang tak tertimpa oleh badan Ceres. 

Telinga Bintang mendengar pintu rumah terbuka, tanda Alam telah kembali. Bintang semakin mempercepat gerakannya, menyembunyikan tas selempang beserta isinya ke dalam lemari, kotak persegi berwarna coklat muda yang terbuka, dan menutup badan Ceres dengan selimutnya.

Langkah terakhir, Bintang keluar dari kamar tak lupa menguncinya, dengan tergesa ia menuju kamar mandi, membuka lemari kecil yang di dalamnya ada kotak P3K, di antara tumpukan kapas yang ada di sana, ia menyelipkan kunci kamarnya.

Sebelum keluar dari kamar mandi, Bintang menyalakan keran airnya dengan sengaja, pura-pura membasahi telapak tangannya agar tak dicurigai.

Baru saja ia keluar dari kamar mandi, tampang papanya langsung membuat Bintang mengelus dadanya pelan.

"Papa kok baru pulang?" tanyanya dengan nada bergetar.

"Kamu ngapain?" Bukannya menjawab, Alam malah balik bertanya. Matanya memicing, menatap curiga sang anak.

"Abis kencing, kenapa?" Bintang menetralkan wajahnya dan menjawab pertanyaan Alam sesantai mungkin, tak ingin aksinya diketahui oleh Alam.

"Bukannya kamu dari kamar?" tanya Alam lagi.

Bola matanya bergerak tak menentu, ia dengan ragu menjawab, "Papa salah lihat kali, baru aja keluar dari kamar mandi."

"Tadi Papa lihat kamu ada di balkon kamar."

Bintang menganggukkan kepalanya ragu.

"Terus kenapa kamu udah ada di kamar mandi?" tanya Alam yang masih berusaha mencari kejanggalan.

"Kebelet tadi." Bintang sengaja menjawab pertanyaan Alam secara singkat, agar tak dicurigai oleh papanya yang tengah mengorek informasi darinya.

"Sepatu cewek di bawah punya siapa?"

Mampus

Bintang diam sejenak, membiarkan otaknya berpikir. "Bunda."

"Yuni ada di rumah?" tanya Alam kaget.

"Dari kemarin bunda ada di rumah. Papa dari mana aja?" tanya Bintang mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

"Biasanya kamu juga enggak peduli, mau Papa kamu pulang atau enggak," jawab Alam dingin.

Bintang mengangguk paham, papanya tak ingin membahas hal itu. Ingin pergi ke kamar, tetapi kuncinya ada di kamar mandi, tidak mungkin ia kembali masuk ke kamar mandi dengan alasan kebelet, pasti akan menimbulkan kecurigaan di benak Alam.

"Bunda kamu di mana?"

Alam saat ini sudah berganti profesi menjadi jurnalis dan itu membuat Bintang kelabakan menjawabnya.

"Di kamar."

"Kamar kamu?" tanya Alam membuat Bintang mengangguk.

Mereka diam sejenak, Bintang memutuskan ke dapur dengan napas lega, meninggalkan Alam yang masih termenung.

Belum ada tiga langkah Bintang meninggalkan Alam, papanya bertanya, "Bunda kamu ngapain di kamar?" Seketika badan Bintang mematung.

"Tidur," jawab Bintang tanpa membalikkan badannya.

"Kenapa tidur di kamar kamu? Memangnya Yuni di sini tidak punya kamar?"

"Punya, tadi lagi ngobrol tentang keberadaan Papa, tiba-tiba bunda enggak enak badan, mau numpang tidur," elak Bintang dengan mulus tanpa hambatan.

Kebohongan yang dia ucapkan mau tak mau harus ditutupi dengan kebohongan baru, agar kedoknya tak terungkap.

Alam masih menaruh curiga, ia bertanya lagi dengan penuh penekanan, "Kamu enggak berbohong kan?"

"Enggak." Setelah Bintang menjawab pertanyaan terakhir dari Alam, ia langsung pergi menuju dapur.

***

Setelah Bintang mengecek keberadan Alam yang tertidur pulas di atas sofa ruang tamu, tungkainya segera menuju kamar mandi sembari membawa mangkok yang berisi mi. Tangan kanannya memegang mangkok mi dan tangan kirinya menggenggam kunci kamarnya.

Lega saat Bintang sudah berada di dalam kamarnya, tanpa sadar senyumnya terbit saat melihat Ceres yang masih tertidur pulas. Cewek ini berubah menjadi kebo di matanya.

Dengan ide jahil Bintang, tangannya menggelitik telapak kaki Ceres. Bukannya bangun, Bintang malah ditendang, tenaga yang dikeluarkan Ceres tidak setengah-setengah membuat Bintang yang terkena tendangan maut Ceres meringis kesakitan.

"Ceres, bangun!" seru Bintang, tangannya menjambak kecil anak rambut Ceres yang nakal.

"Ganggu ba--" Niat ingin teriak, mulut Ceres langsung dibungkam oleh Bintang, takut bila suara maut Ceres terdengar oleh sepasang telinga yang berada di bawah.

Bintang menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya, menyuruh Ceres untuk mengecilkan suaranya.

"Apaan sih? Ganggu banget orang lagi tidur," ujar Ceres pelan, menuruti Bintang tanpa tahu alasan sebenarnya.

"Masih lapar?" tanya Bintang menyodorkan mangkok mi.

"Lu masak? Mau! Ma--" Tangan kiri Bintang langsung membekap mulut Ceres.

"Jangan teriak," ujar Bintang, matanya melotot.

Ceres mengambil mangkok mi yang disodorkan oleh Bintang, menikmati mi tanpa berniat membaginya kepada Bintang.

"Aku enggak ditawarin?" tanya Bintang wajahnya memelas.

"Enggak, bikin lagi gih, nanti gua minta," ujar Ceres membuat Bintang mencibir kesal.

Ceres terkekeh kecil, ia bangkit dari kasur, mendekat ke arah Bintang yang tergeletak di atas lantai tanpa alas. "Bangun, nih gua suapin. Jangan rebahan di atas lantai, masuk angin, nanti minta dikerokin lagi," omel Ceres dengan nada bercanda.

Bintang bersorak gembira dalam hati, ia bangkit dan menerima suapan Ceres.

"Lu enggak bawa minum? Haus nih," keluh Ceres setelah menelan suapan terakhir.

"Lupa bawa minum, tahan dulu ya," pinta Bintang masih tak ingin mengaku bahwa papanya ada di rumah, takut membuat Ceres gempar.

Ceres mengangguk pasrah, ia bangkit dari duduknya, Ceres butuh ke kamar mandi. Setelah bangun tidur, seharusnya Ceres buang air kecil terlebih dahulu, tetapi karena mi yang disodorkan Bintang menggoda imannya, ia menjadi lupa ingatan tiba-tiba.

"Mau ke mana?" cegat Bintang melihat Ceres yang sudah memegang knop pintu.

Ceres kali ini merasakan gelagat aneh yang terpancar dari perilaku Bintang. "Kenapa sih Tang dari tadi?"

Bintang menggeleng kecil. "Enggak kenapa-napa, kamu mau ke mana?"

"Mau ke kamar kecil, kebelet."

"Lagi?" tanya Bintang tak percaya.

Ceres mengangguk polos, ia sengaja menegangkan tubuh bagian bawahnya agar tak ngompol di tempat.

"Enggak bisa ditahan?"

Permintaan Bintang membuat wajah Ceres berubaha galak. "Ini udah di ujung Bintang, kebelet pakai banget. Lu kalau mau ngajak cuap-cuap, tahan dulu ya. Enggak lihat ini tampang gua mengatakan gua kebelet?"

Ceres membuka pintu kamar Bintang tak sabaran, pemandangan pertama yang ia tangkap adalah sosok laki-laki dengan wajah datar, tangannya ia lipat di depan dada, seakan-akan siap mengomel seperti orang tua pada umumnya.

Mata Ceres membola saat menyadari tampang laki-laki yang berada di hadapannya tak jauh berbeda dengan tampang Bintang. Jangan bilang bahwa laki-laki itu adalah mantan bunda?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro