Me and You Versus the World

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ceres dan Misis terpaku menatap meja Ceres yang saat ini terlihat berantakan. Bukan karena terdapat sampah plastik atau bungkus bekas makanan dan minuman, tetapi terdapat foto-foto Reno yang memeluknya dari belakang, lalu dirinya dan Teru yang terlihat sangat dekat, serta Reno dan Misis yang berpelukan saat hari pertama mereka jadian.

Ceres menggeram, ia menahan amarahnya sekuat tenaga. Jadi ini alasan kelasnya kemarin sudah terkunci rapat? Untuk ini semua?

"Siapa yang ngebuat meja Ceres kayak gini? Ngaku lu?!" bentak Misis yang sudah hilang kendali.

"Ngaku lu, Sialan!" Teru yang baru saja datang langsung melotot melihat situasi kacau yang terjadi di dalam kelas.

Misis yang terkenal pintar, jarang berkata kasar hari ini berubah menjadi preman tanah abang yang sudah mengeluarkan cacian serta makian dari bibirnya.

"Res? Misis ngga bisa didiemin dulu?" tanya Teru yang khawatir.

Ceres meregangkan ototnya, bersiap menghampiri Misis dan menyeretnya ke luar kelas.

"Mau bawa ke mana?" tanya Teru dan Reno secara berbarengan.

Ceres tak menghiraukan pertanyaan mereka, kakinya masih saja berjalan keluar kelas. Membawa Misis menjauh dari keramaian, walaupun taktik ini sedikit menguntungkannya karena dirinya tak ingin mengikuti jam pelajaran.

"Udahan dulu ngamuknya, malu dilihat orang." Ceres mengelus punggung Misis yang bergerak naik turun.

Kedua netra Misis melirik sekitarannya. "Apa lu semua liat-liat?!" Bentakkan Misis mampu mempuat jantung Ceres berpacu lebih cepat.

"Bukannya reda malah makin kebakaran jenggot," keluh Ceres yang sudah malu.

"Mumpung kita di luar kelas, gimana kalau bolos sekalian?" tanya Ceres. Wajahnya menengok ke arah Misis yang masih menunduk menatap keramik putih dengan tatapan kalut.

Ceres menghela napasnya kasar, sebenarnya ia juga kalut. Tetapi, kalau kondisi dan situasinya seperti ini, dirinya dan Misis bisa saja tumbang seketika jika tak ada yang menjadi penopang.

***

Ceres menatap horor Misis yang dikelilingi sekumpulan buku dengan ketebalan kitab suci. Dirinya ingin bolos, tetapi Misis malah menyeretnya ke perpustakaan sekolah. Ingatkan dirinya untuk tidak pernah mengajak bolos seorang kutu buku, supaya dirinya tidak perlu terkunci dalam ruangan yang terkutuk.

"Baca bukunya, kerjain latihan soalnya, bukannya ngedumel dalam ati," sindir Misis yang risih melihat Ceres yang tidak bisa diam dengan tubuhnya.

Ruangan pojok yang dipilih Misis sangat aman, tentram, dan damai. Sangat jauh dari keramaian yang membuat Misis seketika berubah menjadi salah satu tokoh marvel.

Ruangan pojok yang menjadi spot kesukaan Misis dikelilingi dengan rak-rak yang berisi buku yang sudah usang, tetapi tak berdebu. Walaupun spot kesukaannya memiliki pencahayaan minim, Misis tampak tak terganggu dengan hal tersebut. Yang penting ia merasa nyaman dan tenang.

"Sering belajar di sini?" tanya Ceres yang diangguki Misis.

Misis sudah memilih banyak senjata pedang dengan ketebalan buku yang beragam, sedangkan Ceres hanya mengambil satu buku yang tak sengaja ia lihat di antara buku-buku tebal yang menghimpit satu buku komik.

Misis mengerutkan dahinya tak percaya. "Seriusan ngambil ko--mik?"

"Palingan komiknya nggak dibaca, yakin seratus pesan bahwa nanti aku bakalan tidur cantik," ujar Ceres dengan cengiran khasnya yang membuat Misis geleng-geleng kepala.

"Jangan nyerah sama keadaan--" Misis menatap Ceres yang sedang menasehatinya.

"Kita harus lawan bersama, jangan pernah meninggalkan satu sama lain. Gua dan lu melawan dunia bersama, gimana? Keren nggak tuhh pidatonya?" Misis yang awalnya kagum malah memandang Ceres dengan tatapan bukan-saudara-kembar-gua.

"Tumben, lu kehilangan kendali di tempat umum," ujar Ceres membuat Misis lagi-lagi terganggu.

"Lu ngga jadi bobo cantik?" Ceres hanya menggeleng polos.

"Sifat dasar kita itu toxic, gua hanya memakai topeng pintar, cerdas, kalem, aslinya mah kita nggak ada beda. Gara-gara lu pindah, jiwa gua yang kelam akhirnya kembali, sih." Gerutuan Misis sebenarnya tak seperti itu, ia hanya mencoba menenangkan Ceres.

Kalau gua nggak berubah, nyawa kita taruhannya, Res.

"Enggak ada yang lu sembunyiin, kan?" tanya Ceres serius.

"Ada, coba tebak," tantang Misis membuat Ceres berpikir keras.

"Lu tahu kalau ternyata orang tua kita bukan orang tua kandung?"

Misis menatap tak percaya atas jawaban bego yang meluncur dari bibir Ceres. "Sekalian aja, bikin fitnah keji bahwa gua sama elu bukan saudara kembar atau saudara sedarah. Idih, dikata kita main drama ftv kali," caci Misis.

"Terus apaan, dong?" tanya Ceres dengan muka pasrah.

"Tadi pagi, gua nyolong bikini kesayangan lu, nih lagi gua pakai," aku Misis dengan tampang datar, merasa tak berdosa karena ia hanya berbohong.

"Kalau mau bohong, latihan dulu, dong. Bikininya aja sekarang lagi gua pakai," ujar Ceres dengan tawa renyah.

Misis hanya menyinggungkan senyum simpulnya, setidaknya hari ini mereka masih bisa menikmati momen yang ada dengan sedikit ketenangan, tanpa adanya gangguan dan ancaman. Ia masih harus bersyukur untuk itu, sebelum peperangan yang sebenarnya akan dimulai.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro