Teru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ceres memutar bola matanya malas. "Bukannya Teru itu dalang dari semua ini?"

"Hah? Lu nuduh gua?" tanya Teru tak terima.

"Ya iya lah! Lu kan yang ngunciin gua di ruang ganti? Terus lu juga yang ngunci ruang kelas sampai tas dan gawai gua ketinggalan di sana? Semuanya ulah elu, kan?! Ngaku!" tuding Ceres dengan garang. Kekesalan yang ia tahan, ia tumpahkan saat ini juga.

"Lu sehat ngga sih?" Teru mendelik kesal, tak paham apa yang dibicarakan oleh Ceres.

"Gua ngerti lu bego, tapi kali ini bisa kan ngga usah pura-pura bego?! Lu ngebuat skenario supaya lu jadian sama gua pakai ngancem segala karena lu itu dalang dari semua kekacauan ini, kan?!"

Air mata kebencian, ketakutan dan kelelahan yang selama ini ia tanggung sudah luruh dari tempatnya.

Misis tertawa kecil, tetapi semakin lama tawa tersebut semakin besar. Efek kegilaan yang dibuat oleh peneror sangat berdampak bagi dirinya dan Ceres. Tawa Misis semakin menggila memenuhi ruangan atau mungkin saja bisa terdengar hingga luar rumah, seketika tangis Ceres terhenti menatap Misis bingung.

"Goblok! Hahaha! Lu semua kena tipu, kita di adu domba supaya kita kepecah!" Suara Misis menggelegar memenuhi ruang tamu.

"Misis tenang dulu, Bego!" Teru mencoba menenangkan Misis yang masih saja tertawa. Kian lama tawanya mereda digantikan oleh tangis air mata yang menandakan bahwa kejiwaannya terguncang.

Foto dirinya dan Reno saat hari pertama mereka jadian dengan pesan yang sukses membuat dirinya dan Ceres bingung, disusul foto Reno dan Ceres setelah pertandingan membuat Ceres dan dirinya berhasil diadu domba, kesalah pahaman yang terjadi antara Teru dan Ceres, Ceres yang terkunci di ruang ganti, pintu ruang kelas yang dikunci rapat dengan tas dan gawai Ceres yang tertinggal, lalu besoknya apa lagi? Teror apa lagi yang akan terjadi? Dirinya mati terlebih dahulu atau Ceres yang akan terkapar dengan berlumuran darah?

"Kita diadu domba, semua kesalah pahaman yang terjadi udah direncain, semuanya. Mungkin ... kejadian Reno termasuk salah satu siasat mereka supaya kita ngga nyatu," ucap Misis setelah tangisnya mereda.

"Maksud lu ... dalangnya bukan Teru?"

"Ngapain juga gua nerror lu? Kurang kerjaan banget."

***

Banyak tatapan sinis yang ia dapatkan pagi ini, Ceres tak sadar bahwa kedatangannya di pagi hari ini menjadi obrolan publik SMA Kartini.

"Definisi saling berbagi dalam keluarga gitu, tuh! Pacar aja dibagi-bagi!"

"Atau jangan-jangan, Ceresnya kali yang pho!"

"Gua lebih setuju Reno sama Misis sih."

Perasaannya saja atau memang mereka lagi membahas dirinya? Ternyata bukan cuman tatapan sinis saja yang ia dapatkan, cacian serta hinaan juga ditunjukkan kepadanya.

"Res? Lu ngga papa?" tanya Misis yang baru saja menghampiri Ceres yang menunduk, tetapi kakinya tetap melangkah menuju ruang kelasnya.

"Misis? Gua engga ngerti," keluh Ceres yang masih saja berjalan menunduk.

"Kenapa seolah-olah semua kekacauan ini itu gara-gara gua? Kenapa sosok Misis itu ngga pernah dibenci atau dikritikin orang? Sedangkan sosok Ceres ngga pernah bisa ada di hati orang?" tanya Ceres dengan lirih saat kakinya sudah berhenti di pinggir taman yang memiliki air mancur di tengah-tengahnya.

"Mereka ngga tahu luar dalamnya kita, Res." Misis mengusap bahu saudarinya pelan, berusaha menenangkan Ceres.

"Gua benci di saat-saat kayak gini, seakan-akan semua pihak menyudutkan gua. Bahkan ... lu sempat berpikir kayak gitu, kan?"

"Gua tahu, perasaan gua ke Reno salah. Masalahnya, cuman gua suka ke dia doang, kan? Reno aja ngga tahu gua suka sama dia," lanjut Ceres sedikit berjalan ke arah bangku taman.

"Gua sama Teru minta maaf atas perlakuan gua kemarin, gua yang cemburu dan Teru yang gak suka kedekatan kalian. Saat itu, posisi gua sama Reno emang lagi ngerenggang dan Teru yang udah mulai capek perasaannya ngga dibales-bales sama lu." Misis tertawa kecil, menyadari saat dirinya terkesan mencari-cari alasan yang tepat untuk membenarkan dirinya.

Misis menggeleng pelan, "Kesannya gua kayak nyari-nyari alasan ya? Gua akuin. Kadang ... karena keserakahan manusia seringkali membuat kita melakukan pembenaran tanpa pernah memikirkan kasih sayang dan cinta yang pernah ditorehkan."

"Gua akuin, gua serakah. Pengen ngedapetin semuanya, gua pengen lomba yang gua perjuangin bisa ngebuat gua menang dan kita bisa keluar dari lingkaran neraka yang kita pikir ini ngga ada ujungnya. Selain masalah akademis gua lancar, gua juga mau hubungan percintaan gua sukses. Nyatanya ngga semudah di film barbie, kan?"

"Lu harus tahu satu hal, Res. Lu itu udah ada di hati orang dari dulu, tapi malah lu kacangin abis-abisan," lanjut Misis sedikit terkekeh menyadari nasib Teru yang kurang beruntung.

"Ya namanya hati, kaga bisa dipaksa, dong." Ceres ikut terkekeh, ia juga bingung dengan hatinya yang semakin lama malah menjadi abu-abu.

"Bentar lagi bel, ke kelas yuk!" ajak Misis.

Ceres mengangguk lalu berjalan beriringan bersama Misis di sampingnya. "Res?" panggil Misis membuat Ceres menengok ke arahnya.

"Lu ngga perlu dicintai banyak orang agar bisa terlihat bahagia, cukup untuk dicintai satu orang. Yaitu diri lu sendiri, supaya lu bisa nemuin kebahagiaan yang nyata," ujar Misis sembari menarik ke dua ujung bibirnya.

"Tumben banget kata-kata mutiara keluar dari bibir lu," ujar Ceres sekaligus meledek Misis yang tertawa mendengarnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro