Bab 16 ( Bukti)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika kau berbuat salah, bagaimana kau membayarnya? Tak seharusnya sebuah kesalahan yang harus dibayar dengan kesalahan berikutnya, yang ada menciptakan penyesalan seumur hidup.

~***~

Sejak kejadian yang Leony alami, Zeroun memeriksa semua cctv yang ada di sekolah. Walau hanya dapat orang yang mencurigakan, tapi baginya sudah cukup.

"Nah, ketemu. Berjam-jam aku pelototin nich video berhasil juga. Mending aku copy videonya," gumam Zeroun sendiri.

"Sisa mencari bukti lain saja." klip video tiap Leony dibully disimpannya dalam flash disk berbeda.

"Aku mesti laporkan sama Om Manuel dech tentang Leony." Zeroun mengirim semua datanya ke email Manuel.

Setelah mengirimnya, Zeroun tidak lupa memberitahukan pada Manuel. Untuk memperkuat bukti, Manuel lah yang akan mencarinya.

~***~

Sedangkan Leony yang mendapat berbagai bullyan hanya memilih diam dan menerimanya. Menganggap hal itu adalah harga yang pantas diterimanya.

Seperti beberapa hari yang lalu, Leony yang diantar Manuel ke sekolah. Dengan santainya ikut pelajaran seperti biasanya, saat itu dia berjalan menuju perpustakaan.

Tiba-tiba ada yang minta tolong antarkan buku ke ruang belakang dekat gudang. Leony tak mengenal siswi itu, saat sudah sampai Leony yang ragu berdiri di depan pintu yang terbuka.

Melirik ke kanan kiri. "Ruangannya kosong dan gelap juga, apa aku salah tempat?" gumamnya sambil mikir.

Lalu tiba-tiba ada yang mendorongnya kuat masuk ke ruangan itu hingga dia terjerembab dan pintunya ditutup beberapa orang dari luar.

Leony menoleh ke arah pintu, gelap. Segera dia berdiri sambil meraba-raba mencari pegangan.

"Aduh, dasar siapa main dorong saja." sambil membersihkan rok sekolahnya,  Leony merapikan kembali buku yang berceceran.

Karena gelap, dia menghidupkan senter di telepon genggamnya. Buku sudah ditata rapi dan dia ingin membuka pintu,tapi kenop pintu yang diputar-putar tak membuka.

Bagaimana bisa buka, jika di luar kenop pintu ditahan sama batang sapu.

Panik, Leony terus menggedor pintunya, tapi tetap saja tak ada yang bukain.

"Siapa pun yang di luar, bukain pintunya … buka!" teriakannya tak dihiraukan oleh mereka yang di luar sana.

Mereka yang di luar tertawa dengan senangnya. Tak lama dari lubang ventilasi ada yang membuka.

Bukan … bukan menolongnya, tapi menakutinya. Dari sana dimasukin tikus dan kecoa dalam jumlah yang sangat banyak. (Jangan dibayang-bayangi bahaya, entar mual 😂)

Karena ketakutan Leony manjat, dan duduk di atas meja yang rusak, mencoba menelepon Zeroun. Telepon segera tersambung.

'Halo, ada apa? Leony, kamu di mana? Kenapa kamu menangis?' tanya dari seberang.

"Tolong … aku … aku … takut sekali." tergagap, Leony ketakutan seluruh badannya bergetar.

'Kamu di mana?' tanya Zeroun sambil berlari menuruni tangga.

"Di ruang belakang dekat gudang. Sini banyak sekali si ekor panjang dan prajurit terbang."

Perkataan Leony membuat Zeroun bingung. 'Hah, apa itu?'

"Pokoknya kamu cepat kemari!" teriakan Leony menggema. "pintunya tak bisa dibuka sama sekali, aku sangat takut," lanjut Leony sambil mengusap air mata dan ingusnya bersamaan.

'Ya, aku segera ke sana.' Zeroun berlari dengan sangat kencang.

Leony yang menghadapi kecoa terbang hanya bisa berteriak dan melompat-lompat. Apalagi kecoa itu terbang ke arahnya, sambil memegang kepalanya Leony berlari di tempat.

Hentakan Leony yang kuat banyak kecoa yang mati di bawah kakinya. Saking takutnya, Leony terus memejamkan matanya dan melompat.

Sesampai Zeroun di ruang belakang dekat gudang, kenop pintunya diganjal dengan sapu segera dia singkirkan.

Saat pintunya terbuka, Leony langsung memeluk Zeroun ketakutan. Badannya bergetar hebat, wajahnya pucat.

Zeroun balas memeluk. "Sudah, ada aku di sini. Leony, kamu takut kecoa, 'kan?"

Leony tak menjawab hanya mengangguk saja. " Itu … kamu yang bunuh?"

Leony menoleh ke arah yang ditunjuk Zeroun. Seketika berteriak. "Aaaaarrrrhhhhh."

Langsung Leony membuka dan melempar sepatunya ke sembarang tempat, sepatu yang telah ternodai bekas mayat para kecoa. Tak bakal Leony sudi menggunakannya lagi.

Zeroun mengantar Leony pulang ke rumah dengan kaki tanpa alas dan menyuruhnya istirahat, dituruti Leony. Sayangnya baru memejamkan mata saja Leony kembali berteriak histeris.

Karena gemetarannya tak berkurang, malah sampai tidur pun dia berteriak ketakutan, akhirnya dia harus minum obat penenang kembali.

~***~

Setelah kejadian itu, Leony jadi takut ke sekolah. Karena tak ingin mengecewakan mama dan papanya, dia tetap pura-pura ke sekolah.

Seperti pagi ini, Leony yang telah bangun pagi sekali sudah berkutat di dapur. Menyiapkan bahan untuk sarapan, Hanita senang setidaknya Leony tidak seperti kemarin mengurung diri di kamar dan menangis.

"Ma, hari ini biar Leony yang masak ya?  Leony mau masakin makanan buat Oliv dan Rea, mereka bilang masakan Mama enak. Mama boleh ajarin, 'kan?"

"Tentu saja, asal kamu senang, Nak. Mama akan selalu mengajarimu dan selalu berada di sisimu." Hanita menyentuh lengan Leony.

Leony melihat genggaman Hanita di tangannya, terkejut. "Memar. Kenapa ini, Ma?"

Hanita juga menoleh di lengannya memperhatikan memarnya. "Oh, mungkin kesenggol meja."

"Hati-hati donk, Ma. Mama juga agak kurusan sekarang. Apa Mama sakit, ya?"

Hanita mengelus pipi Leony yang tirusan. "Mama baik-baik saja, kamu yang kurusan. Jangan buat Mama khawatirkan kamu, ada apa ceritakan saja ke Mama, ok? "

Leony mengangguk dan memeluk Hanita erat, Hanita hanya mengelus punggung anak gadisnya. Manuel yang baru keluar dari kamar melihat kemesraan dua wanita yang spesial untuk hidupnya saling berpelukan membuatnya terharu.

"Pagi, Sayang." Manuel memberi ciuman ringkas di kening mereka saat mendekati mereka.

"Leony, hari ini Papa akan ke sekolahmu. Kamu akan ada di sekolah, 'kan?" Leony tak berani menatap Manuel, dia hanya diam.

"Jangan menghindar terus, Papa akan mengungkap sebuah kenyataan. Aku tahu kamu selalu di–"

Perkataan Manuel dipotong Leony. "Papa, jangan sakiti mereka. Yang salah itu Leony."

Manuel berdiri menatap Leony tajam. "Betapa bersalahnya kamu, teman-temanmu tak berhak membully-mu. Gara-gara mereka kamu bolos sekolah, apa cara mereka itu tak berlebihan?"

Leony menunduk. "Bagaimanapun Leony lah yang mengajak Oliv dan Rea ke sana, Papa."

Manuel memijit pangkal hidungnya, lalu menduduki kembali di kursi. "Dan kamu itu anak Papa, kesayangan Papa. Tak mungkin aku melihatmu selalu dibully teman-temanmu yang lain."

"Setidaknya kamu mikir perasaan Papa dan Mama melihatmu terluka itu jauh lebih sakit dari kami sendiri yang terluka."

Leony langsung berlari ke pelukan Manuel. Manuel mengelus punggung Leony untuk meredakan tangisnya.

"Percayalah sama Papa, apa pun yang aku lakukan untuk kebaikanmu." Leony masih tak bersuara hanya mengangguk kecil sebagai persetujuannya.

"Ayo, sarapan. Selesai sekolah kamu baru boleh ketemu Rea dan Oliv." Leony mengangguk, lalu mereka sarapan bersama.

~***~

Para siswa siswi berkumpul di lapangan in door duduk rapi dengan menuruti absen hadir, beberapa guru dan anggota OSIS sedang membentangkan layar besar, seperti akan nonton di bioskop.

Setelah siap, semuanya telah hadir baik dari orangtua murid ataupun dari murid tersebut. Semua yang bersangkutan dikumpulkan di dalam sana.

Manuel dan Leony memasuki ruangan itu, dan semua guru juga telah berada di ruangan itu.

"Selamat pagi semua murid-murid, hari ini mengumpulkan kalian semua. Karena ingin menunjukkan kasus pembullyan pada sesama teman kalian, Leony Siller."

Bu Fuji menatap semua murid yang ada termasuk geng Naura. Bu Fuji yang terkenal sebagai guru killer, tak segan-segan menghukumi murid yang bersalah.

"Kali ini Ibu juga mengundang semua orangtua kalian untuk melihat video dari pembullyan ini. " ada beberapa murid yang terkejut dan menatap Bu Fuji dengan raut ketakutan.

"Tak ada kalian yang ingin mengaku duluan? Baiklah, mari semua nya saksikanlah."

Gedung seketika gelap, hanya layar yang disinari cahaya. Tak lama semua adegan berputar, semua orangtua murid menggeleng pelan, ada yang bergumam kasihan, ada yang sampai ikut menjerit.

Sungguh pembullyan terparah yang selama ini diterima oleh Leony. Begitukah cara membayar kesalahannya, pantaskah mereka yang bukan korban menghukumi orang lain dengan sendirinya?

"Bagaimana perasaan kalian para orangtua, jika yang dialami adalah anak bapak dan ibu sekalian? Pantaskah mereka menghukum temannya sendiri tanpa tahu kejadian yang sebenarnya?"

Bu Fuji menghela napas lelah. "Oleh karena itu, kami juga akan memutarkan rekaman kejadian kecelakaan murid kita Rea Ignacia Mahadev dan Oliveria Elzhar."

~***~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro