Bab 2(TERIKAT)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat saling terikat bagai benang kusut, bisakah kau melepaskannya menjadi segulung benang yang utuh.

~°°°~

Leony mengacungkan telunjuknya menunjuk seorang yang menatapnya sinis. "Kau ...."

Gadis berkepang itu membuang mukanya menatap keluar jendela. Gadis yang bertengkar dengannya di Marisa Mall. Gadis yang menuduhnya mencuri dompet mamanya itu sekelas dengannya, Oliveria Elzhar.

Panggilan Bu Fuji mengalihkan pikiran Leony. Bu Fuji langsung meminta Leony duduk di bangku kosong dekat pintu. Leony melupakan kekesalannya sesaat dan duduk di barisan kedua, menoleh ke bangku belakang merasa mengenal temannya itu. Dia memperhatikan wajah yang tertunduk.

"Kayaknya aku kenal dia," pikirnya dalam hati.

"Anak-anak, ayo kita lanjutkan! Untuk kenalan nanti saat jam istirahat, ya." Leony berbalik memperhatikan penjelasan Bu Fuji.

Akhirnya semua murid mulai belajar dengan serius, tak lama kemudian bel istirahat berbunyi. Beberapa teman berkenalan dengan Leony dan mengajaknya makan bersama di kantin.

Suasana kantin sangatlah ramai, semua murid antri dengan tertibnya. Ada yang membeli camilan, ada yang beli minuman dan makanan.

Leony memutuskan membeli soya kotak untuk menghilangkan hausnya. Saat mengantri bayar, siswi di depannya berjongkok mengikat tali sepatunya, susu kotaknya terletak di etalase.

Leony maju, diletaknya soya kotak di etalase. Saat mengambil uangnya untuk membayar, gadis yang menjongkok tadi bangun dan menyambar soya kotak milik Leony di pinggir etalase. Begitu juga dengan Leony karena warna kotaknya sama, tanpa memastikan kembali mereka langsung menyedot, sekali dicecap.

"Ini rasa soya."

"Kok rasanya coklat."

Ucapan keduanya seirama, mereka berdua mengangkat kotak minumannya, ternyata ...

"Hah, kok soya. Yang kubeli 'kan coklat susu."

"Lah, kok susu sich! 'Kan tadi beli soya."

Sekali lagi ucapan mereka bersamaan, keduanya menoleh ke belakang dan sedikit terkejut.

"Rea, kau sekolah di sini?"

"Leony, kau sekolah di sini?"

Lagi, ucapan mereka bersamaan dan itu membuat mereka berdua tertawa. Lalu mereka memulai obrolan.

"Kita jumpa kembali, Rea. Kamu di kelas mana?"tanya Leony sambil meminum susu coklatnya Rea.

"Kelas IPA lokal dua,"jawab Rea.

"Wah, ternyata kita sekelas. Tunggu ... tunggu, berarti kamu yang duduk di barisan dekat pintu itu?"dengan ragunya Leony bertanya.

"Ehh ... kok tahu?"Rea terkejut.

"Itu tepat di belakangku. Pantas saja aku merasa kenal."

"Berarti kamu anak baru itu, yang duduk di depanku?" tanya Rea yang agak heran. Kayaknya otaknya lagi error. Lalu mereka tertawa bersama.

"Iya, donk. Eh ... makan, yuk? Keburu jam istirahat kita habis," ucap Leony, sambil melihat makanan yang terpajang di depannya.

Mereka bangkit dari duduknya memilih makanan untuk mengisi perut. Rea memilih makan nasi lemak, sedangkan Leony memilih makan baso. Banyak yang memesan baso dengan citra rasa masing-masing. Mereka ambil sesuai rasa yang mereka inginkan, tiba giliran Leony menanyakan pesanannya pada Mbok Jum.

"Mbok Jum, pesananku yang mana?" ada dua mangkok baso di hadapannya. Satu di sebelah kanan panci, satunya di sebelah kiri.

Mbok Jum yang sedang sibuk membuat sambal asam, tanpa menoleh menjawab, "Itu sebelah kiri panci, Neng."

Leony mengambil mangkok yang di sebelah kirinya dan beranjak pergi, Leony bergabung di meja yang ditempati Rea. Lalu Oliveria yang baru pulang dari toilet, muncul mengambil pesanan basonya.

"Mbok Jum, ini aku ambil ya? Sudah dikasih sambal ektra, 'kan?" Mbok Jum menoleh, dahinya mengerut.

"Oalah, yang ini mah belum dikasih."

"Terus yang sudah mana?" Mbok Jum mencoba mengingat siapa yang salah ambil.

Saat mendengar suara semburan, Oliveria dan Mbok Jum menoleh ke meja yang tak jauh dari tempat Mbok Jum, terdengar desisan dan batuk berulang kali.

Leony membawa mangkok yang berisi baso mendekat ke Mbok Jum dan berkata, "Mbok Jum, ini kasih cabenya berapa kilo? Pedasnya luar binasa."

"Astaga, Neng. Ini mah punya Neng Oliv. Neng salah ambil atuh."

Mbok Jum menggeleng pelan sambil menepuk jidatnya. Sedangkan mereka saling menatap marah. Akhirnya, Mbok Jum menggantikan milik Leony dengan yang baru.

Lalu setelah makan, mereka kembali ke kelas melanjutkan menimba ilmu pengetahuan.

~***~

Hari ini ada kelas musik, tapi Leony telat bangun. Karena hampir terlambat ke sekolah jadinya Leony terburu-buru. Sayangnya, dia ketinggalan pianikanya di rumah. Jadi, dia terpaksa ke ruang guru meminjam telepon untuk meminta mamanya antarkan.

Sebelum kembali ke kelas, Leony ke toilet. Saat keluar dari toilet, dia tertegun melihat Oliveria lompat dari atas pagar. Gerakannya sangat lincah, sepertinya sudah terbiasa.

Dengan santai Oliveria membenarkan pakaiannya dan melewati Leony. Saat berdua sangat dekat.

Oliveria berbisik, "Jangan bilang ke siapa pun!"

Tanpa menunggu jawaban Leony, Oliveria pergi menuju kelas, seperti tidak terjadi apa-apa.

"Aku bukan mulut ember!" kata Leony yang cukup kuat di saat Oliveria berbelok.

Oliveria tersenyum samar, lalu mereka kembali ke kelas. Dan mereka dengan tertibnya mengikuti pelajarannya.

Saat jam istirahat berlangsung, Leony menunggu mamanya di gerbang sekolah Tak lama mamanya sampai, Pak Joko membukakan gerbang untuk Hanita. Beruntung bel memulai pelajaran belum berdentang.

"Dasar ceroboh," gerutu Hanita sambil mencubit hidung mancungnya Leony.

"Aduh, Ma. Maaf merepotkan. Leony benaran lupa."Leony memohon ampun pada mamanya.

Sambil cium pipi mamanya, Leony pamit. "Ma, aku ke kelas dulu."

Lalu Hanita juga berpamitan dengan Pak Joko dan pulang.

Tiba pelajaran kesenian, mereka diajak Bu Febri ke ruang musik. Di sana harus membuka sepatu. Sebelum memulai pelajaran Bu Febri menjelaskan akan membentuk grup kesenian dan dipilih dari masing-masing kelas untuk mengisi acara sekolah. Penilaian dimulai tiap latihan musik.

Pelajaran usai, mereka memakai sepatu masing-masing untuk kembali ke kelas. Rea meletakkan pianika di sebelah kirinya, sedangkan sebelah kanannya ada Leony. Oliveria berjongkok di sebelah kiri Rea. Tanpa sadar Rea yang sudah siap memakai sepatunya meraih pianika milik Oliveria dan langsung beranjak kembali ke kelas bersama Leony.

"Rea, nanti pulang bareng yuk?" ajak Leony.

"Ayuk, tapi kita ke toko buku dulu. Ada yang mau kubeli."

"Ok," jawab Leony sambil mengapit lengan Rea berjalan bersama.

Oliveria sudah siap juga membawa pianika milik Rea kembali ke kelas bersama teman yang lainnya.

Sepulang sekolah Leony dan Rea ke toko buku membeli buku musik dan mengelilingi Marisa Mall. Setelah lelah mereka beristirahat dan sekalian mencicipi eskrim kacang yang sedang terkenal di Viridis cafe. Pianika mereka terletak di kursi yang sama.

Setelah puas berkeliling mereka bersiap pulang, menunggu jemputan di lobby depan sambil duduk di kursi panjang yang tersedia di sana.

Jemputan Leony sampai, dia pulang dengan membawa pianika milik Oliveria. Begitu juga dengan Rea dan Oliveria. Entah ikatan apa yang menanti mereka.

~***~

Di rumah Elzhar.
Oliveria yang merasa lelah baru pulang sekolah langsung beranjak ke kamarnya. Membaringkan tubuhnya mengingat kejadian dengan Leony beberapa hari ini. Dia kembali tersenyum, setidaknya dia merasa terhibur dengan kehadiran Leony di sekitarnya.

"Oliv, makan dulu. Entar penyakit maag kamu kambuh." panggilan Elaine di luar kamar Oliveria.

"Iya, Ma. Sebentar aku ganti baju dulu." balasan malas-malasan Oliveria. Dia masih setia menikmati empuknya kasur.

Dia bangun saat ingin mengganti pakaiannya, dia merasa pianika di sisinya bukan miliknya. Dikeluarkan dari tempatnya, lalu dibaliknya pianika itu. Ternyata benar! Nama yang di sana adalah Rea Ignacia, terdapat nomor telepon genggam di sana. Jadi Oliveria segera menelepon Rea.

Di rumah Mahadev.
Sesampai di rumah, Rea yang ingin mencoba memainkan not lagu yang terdapat di buku musiknya untuk mengusir kesepian hatinya. Tiba-tiba teleponnya berbunyi.

"Halo-"

'Rea, ini aku ... Oliveria. Pianikamu ada sama aku.' jawaban Rea terpotong oleh Oliveria, Rea mengerutkan dahinya, berpikir keras. Lanjutan kalimat Oliveria membuyar lamunannya.

'Aduh, lihat dech pianika yang kamu bawa itu punyaku.'

"Tunggu!" Rea segera membuka tempat pianika dan membalikkannya. "Leony Siller, "lanjutan Rea terdengar oleh Oliveria.

'Hah, kapan ketukarnya?'

Rea hanya bisa mengangkat bahunya sekilas teringat Oliveria tak dapat melihatnya. Lalu Rea menjawab, "Aku tak tahu. Gimana kamu telepon Leony?"

Tawaran Rea diterima Oliveria. 'Baiklah, kirimkan nomornya kemari. Terima kasih!'

Setelah telepon dimatiin, Rea langsung mengirim nomor telepon Leony ke Oliveria. Dan Oliveria segera kembali menghubungi Leony.

Di rumah Siller.
Leony yang baru selesai mandi mendapat telepon genggamnya berbunyi, segera diraihnya. Nomor yang tak dikenal, Leony menjawabnya.

"Hal-" jawab Leony terpotong oleh penelepon.

'Leony, aku Oliveria. Pianikaku sama kamu?' Leony terdiam masih mencerna kata-kata Oliveria.

Karena tak mendapatkan jawaban. Jadi Oliveria melanjutkan, 'Lihatlah nama yang ada di pianika itu.'

Tanpa menjawab, Leony segera membuka tempat pianikanya dan benar nama Oliveria di sana.

Lalu Leony bertanya, "Jadi, pianikaku sama kamu? Kapan ketukarnya?"

'Tidak, punyamu sama Rea. Besok kita tukaran di sekolah saja.'

"Ok." lalu mereka akhiri komunikasi itu.

Keesokan mereka saling menukar pianikanya ke masing-masing pemiliknya, lalu tertawa bersama. Semenjak itu mereka makin dekat dan sangat akrab. Kebersamaan mereka saling melengkapi satu sama lainnya.

Nb...
Terima kasih, sudah mau membaca ceritaku. Jika berkenan silakan tinggalkan jejak baik vote ataupun komentar. Itu akan menjadi motivasiku. Ditunggu next chapter yo!😊😊😊😊





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro