Sari kembali dicelakai

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sari menggeliat, dia merenggangkan seluruh otot-ototnya yang kaku. Dia turun dari tempar tidurnya dan duduk di atas meja belajar. Ya, sehabis dari pemakaman Beno, Sari tertidur pulas.

Gadis itu melirik ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Suasana kos terasa sepi. Hening. Tidak ada suara apa pun. Jam-jam malam biasanya digunakan untuk istirahat, karena mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang kuliah, ada yang bekerja dan masih banyak lagi.

"Kok gue laper, ya?" Sari memegangi perutnya. Cacing-cacing yang ada di tubuhnya sudah berbunyi bak cacing yang sedang berdemo karena belum terisi makanan.

Sari bangkit dan keluar dari kamar kos, dia akan mengajak teman kos sebelahnya untuk mencari makan bersama.

Tok
Tok
Tok

Seketika pintu terbuka. Ya, teman Sari tersebut bernama Bila. Gadis berambut ikal itu tersenyum ramah pada Sari. "Ada apa, Ri?" tanyanya.

"Ayo cari makan, gue baru malas masak, nih."

Bila mengangguk. "Bentar, ya, Sar, gue ambil uang dulu." Bila masuk dan beberapa saat kemudian dia keluar membawa tas kecil.

"Mau makan di mana, Bil?" tanya Sari. Sari sudah bersiap-siap, dia hanya membawa dompet berwarna merah yang ditenteng.

"Olieve aja, yuk, " jawab Bila. Kemudian Sari dan Bila menyebrangi jalan. Kebetulan tempat makan yang dimaksud hanya tinggal menyebrang jalan, dan sampailah mereka di Olieve.

"Lo duduk sini aja, ya, Sar. Lo mau pesen apa?" Bila yang akhirnya memesan makanan dan Sari menunggu di kursi.

"Ayam geprek sama es teh aja, " jawab Sari.

Bila berlalu meninggalkan Sari dan beberapa saat kemudian, dia membawa baki yang berisi pesanan mereka. Dengan hati-hati, Bila menaruh makanan itu di atas meja.

"Selamat makan, " ucap Sari langsung menyantap ayam gepreknya.

Tak berselang lama, mereka sudah menghabiskan makanan mereka.

"Sar, gue boleh nanya?" tanya Bila tiba-tiba.

Sari mengangguk.

"Maaf, ya, Sar, sebelumnya, " ucap Bila. Gadis itu tidak melanjutkan perkataan yang membuat Sari penasaran.

"Kok ngomongnya nggak dilanjutin?" Sari menautkan alis. Dia merasa aneh dengan apa yang akan Bila katakan, kenapa dia tak meneruskan perkataannya.

Bila mendehem. "Jadi gue sering denger kalau malam lo teriak-teriak, itu kenapa, ya?"

Leher Sari tercekat, dia tidak bisa menjawab apa-apa. Ya, bagaimana mungkin dia bilang pada Bila kalau setiap malam dia dihantui Beno. Tidak akan!

Sari tertawa. "Oh itu, ya?" Sari menepuk jidatnya. "Itu gue lagi nonton film horor. Maaf, ya, kalau ganggu. Gue kalau nonton horor suka bar-bar, gitu."

Bila menatap Sari dengan tatapan curiga. Sepertinya memang ada yang sedang Sari tutup-tutupi. Lagi pula, Bila sering mendengar Sari berteriak-teriak bahkan menangis.

"Oh, oke." Bila mengangguk. Tak mau meneruskan obrolannya dengan Sari.

"Pulang, yuk, Bil, udah malam, nih, " ajak Sari. Gadis itu berlalu meninggalkan tempat itu diikuti Bila di sampingnya.

Saat Sari hendak menyebrang , dia sedang berada di tengah-tengah jalan, tiba-tiba ada sepeda motor yang menabrak lengan Sari secara sengaja. Gadis itu merintih kesakitan.

Bila yang menyadari rintihan Sari langsung menengok dan menghampiri temannya itu.

"Lo nggak apa-apa, Sar?" tanyanya khawatir.

Sari menggeleng. "Cuma lengan gue sedikit sakit, Bil."

Bila melihat lengan Sari yang robek dan mengeluarkan darah yang tidak begitu banyak.

"Sar, lo terluka. Kita ke kos dan obatin luka lo." Bila memapah Sari dengan hati-hati.

"Gue obatin lukanya, ya, Sar. " Bila mengoleskan obat merah pada lengan Sari yang terluka. Lukanya tidak begitu parah, tapi membuat lengan Sari lebam.

"Duh..., sakit, Bil, " rengek Sari. Dia menahan rasa sakitnya.

"Udah, kok." Bila sudah selesai mengobati luka Sari.

"Makasih, ya, Bil, " ucap Sari sebelum masuk ke dalam kos.

Sari langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Dia memegangi lukanya tadi. Jujur, Sari merasa janggal dengan pengendara tadi, yang sepertinya sengaja mencelakainya. Sayangnya, Sari tidak sempat menghapal nomor plat pengendara yang sudah menabraknya.

Sari memutuskan untuk mengirimi pesan WhatsApp ke Irwan.

Wan, tadi kayaknya ada yang sengaja nyelakain gue. Gue disrempet sama dia.

Irwan yang kebetulan sedang bermain ponsel langsung membuka pesan dari Sari. Raut wajahnya berubah seketika. Dia juga penasaran, siapakah orang yang sudah menyelekai Sari. Irwan menduga kalau orang itu pasti ada hubungannya juga dengan kematian Beno. Bisa saja dia akan menyelakai orang-orang yang berhubungan langsung dengan Beno.

Jamet yang melihat ekspresi muka Irwan langsung bertanya, "Lo kenapa?"

Irwan menggeser posisi, dan memperlihatkan pesan yang dikirim Sari. Jamet kaget bukan main membaca pesan dari gadis itu.

Jamet menggeleng tidak percaya. "Wah, bahaya ini, Wan," ucap Jamet. "Dia juga bakal nyelakain kita juga."

Irwan mengangguk. "Gue udah menduga dari awal, kok. Makanya gue bilang, kalau pelakunya ini mainnya rapih dan pintar."

"Terus kita harus apa?" Jamet garuk-garuk kepala. Dia bingung apa yang harus mereka lakukan saat ini. Pelaku ini sepertinya tidak akan main-main untuk menyelakai siapa saja yang mencampuri urusannya, terutama masalah kematian Beno. Pasti pelakunya sudah tahu rencana Irwan dan yang lain.

"Kayaknya kita harus tetep hati-hati, deh," saran Irwan.

"Gue cuma nggak mau kita kenapa-napa, Wan, " sahut Jamet. "Apa nggak sebaiknya kita sudahi saja penyelidikan ini? Atau kita bisa lapor polisi."

"Nggak, Met. Gue nggak mau hentiin kasus ini. Gue cuma mau tahu sendiri pelakunya siapa, dan motif dia apa."

"Lo itu terlalu ambisius jadi orang!" Nada Jamet meninggi. Dia mulai kesal dengan Irwan yang menurutnya ambisius sekali ingin memecahkan masalah ini.

"Gue nggak ambisius, kok. Gue jamin kita nggak bakal kenapa-kenapa, Met."

"Lo itu udah gila, ya?" Jamet menatap sengit Irwan. "Lo nggak bakal tahu apa yang bakal pelaku itu lakukan, Wan. Gue cuma nggak mau kita semua kenapa-kenapa. Gue nggak mau kita mati konyol!" Jamet menunjuk-nunjuk sendiri kepalanya.

Irwan menghela napas. "Kalau kalian udah mau bantuin gue, ya, nggak apa. Dari awal gue juga nggak maksa, kok." Irwan tetap kekeh dengan pendiriannya. Dia akan tetap menyelidiki pelakunya, meskipun seorang diri. Irwan tidak takut apa pun risikonya. Dia akan menaggungnya seorang diri kalau pun yang lain sudah tidak mau membantunya.

"Wan, dengerin perkataan gue, " ucap Jamet tegas sambil memegang kedua bahu Irwan. "Kita dalam bahaya, kita akan mati sia-sia. Sari aja udah berusaha dia celakain, Wan!"

"Keputusan gue nggak bakal berubah, Met, " Irwan menepuk bahu Jamet. "Makasih lo udah khawatirin gue, lo emang sahabat terbaik gue, tapi kita juga harus bantu Beno. Kasihan dia, dia pasti nggak tenang di sana."

"Gue hargai keputusan lo, Wan, " jawab Jamet. "Gue bakal bantu lo."

Ucapan Jamet membuat Irwan terharu. Jamet memang teman yang sejati.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro