1 - Menyelamatkan Negara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Angin berembus semakin kencang, setuangan batu bara telah ditambahkan ke api unggun tenda militer.

Diskusi militer ini telah berputar selama selang waktu satu jam, masing-masing mempertahankan argumen mereka sendiri. Sulit untuk memutuskan apakah akan mengepung kota atau tidak dan bagaimana cara melakukannya.

Akhirnya, mereka mengarahkan pandangan mereka pada Li Zeyan yang kini dikelilingi mereka di tengah, makna pandangan itu adalah—tolong buatlah keputusan, Paduka.

Li Zeyan yang dilingkupi jubah, menjaga pandangannya terfokus pada jam pasir di depan matanya, tanpa tergesa-gesa, dia menarik cincin ibu jari giok dari tangannya.

[Trivia-perhaps]: Ornamen di sini merupakan "扳指" (bān zhǐ), yang pada dasarnya adalah sebuah cincin. Cincin ini sering dibuat dari giok, dan dipakai oleh pemanah di zaman kuno untuk melindungi ibu jari kanan saat menarik tali busur.

Li Zeyan: Jenderal diam saja. Apa pendapatmu?

Karena akulah jenderal panglima tertinggi yang dimaksud, Li Zeyan menujukan kata-katanya kepadaku, memintaku membuat pilihan. Setelah mempertimbangkan baik buruknya, aku maju selangkah dan keluar dari kerumunan.

Youran: Seperti yang dikatakan jenderal-jenderal lainnya, mempertimbangkan tembok luar Kota Yudu yang dibarikade dan benteng dalam mereka yang memiliki perbekalan memadai, akan memakan waktu setidaknya beberapa bulan jika kita ingin mendesak mereka ke ujung tanduk.

Youran: Sebelum itu terjadi, salju pertama musim dingin akan datang, transportasi persenjataan beserta perbekalan kita akan menjadi sangat sulit. Para pengrajin telah menyiapkan menara, para pejabat juga mengharapkan kita menyerang Yudu sekaligus mengakhiri perselisihan sipil. Jika kita hanya mengepung mereka tanpa bertempur, khawatirnya moral para prajurit akan jatuh.

Li Zeyan merenung sesaat, tenda tiba-tiba menjadi jauh lebih tenang. Elang melayang-layang di tengah badai di luar tenda, meninggalkan pekikan melengking.

Setelah beberapa saat, Li Zeyan berdiri dan menegakkan punggung seraya menjentikkan jarinya di atas meja.

Bersamaan dengan suara "klik", suara berat baju perang terdengar bersamaan. Aku dan semua jenderal di tenda menundukkan tangan seraya menjura, menantikan perintah Li Zeyan.

Li Zeyan: Serang kota setelah lewat tujuh hari.

Kalimatnya keluar dengan lirih, seolah menenggelamkan suara angin yang menderu-deru keras di luar tenda, kata-kata yang terdengar jelas di telinga semua orang.

Beberapa saat berlalu, pandangan Li Zeyan mengarah ke bawah dan ia menjura kepada semua orang di tenda.

Li Zeyan: Dalam pertempuran ini, semuanya, tolong ulurkanlah tanganmu bergabung denganku untuk menyatukan tanah air, mengembalikan orang-orang Daze ke masa keemasan perdamaian yang tenang.

Pada saat pelatihan ketentaraan selesai, matahari sudah terbenam. Kawan-kawan lelaki makan mantou dengan arak beras, tertawa-tawa, dan bergosip di luar.

Aku menyusut pedang panjangku di dalam tenda, tapi, masih mendengar teriakan mereka.

Prajurit: Jenderal mengatakan bahwa ketika perang ini berakhir, aku bisa kembali bertani dan mendapatkan seorang istri.

Prajurit: Benar, merebut kembali ibu pertiwi, pulang kampung, menikahi bunga kecil di rumah dan menjalani hari-hari dengan damai.

Prajurit: Bagaimanapun, ketika saatnya tiba, kita takkan bisa terus mengikuti Jenderal. Dia dan Paduka Raja memiliki kedekatan satu sama lain, Jenderal pasti akan tinggal di istana belakang Yudu untuk menemani Paduka Raja.

Prajurit: Setelah kita memasuki Ibu Kota Kekaisaran, Paduka Raja akan menjadi Kaisar—lalu, apakah jenderal kita akan menjadi Permaisuri?

Wakil Jenderal: Jadi permaisuri saja apa hebatnya, sih? Jenderal kita itu suka menunggang kuda, lalu pergi berburu. Dia akan bosan sampai mati kalau di harus di istana tiap hari.

Wakil Jenderal: Kalau aku jadi Jenderal, aku akan meminta Paduka menghadiahiku sebuah rumah besar dan seratus hektar tanah subur, lalu aku akan menikahi delapan atau sepuluh pemuda dan meminta mereka mengganti-ganti cara ... menyenangkanku setiap hari.

Saat diskusi sedang memanas, tiba-tiba ada keheningan di luar, dalam sekejap keheningan semakin tajam. Ketika aku melihat ke atas, aku melihat seseorang menyingkap tirai lalu berjalan masuk.

Youran: Mengapa Anda ada di sini sekarang?

Li Zeyan berjalan ke arahku, tatapannya jatuh ke lengan kananku.

Li Zeyan: Ulurkan tanganmu.

Aku merentangkan tangan kiriku tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dengan jengkel, Li Zeyan meraih tangan kananku, melepaskan pelindung pergelangan tangan, dan mengangkat lengan bajuku.

Di bawah cahaya lilin, kain kasa yang melilit lengan bawahku terlihat sudah basah oleh beberapa lapisan darah.

Li Zeyan: Masih ingin merahasiakannya dariku?

Saat dia bicara, dia sudah melepaskan kain kasa, lalu dia mengoleskan kembali obat untukku. Salep sedingin es lumer di jarinya yang hangat, menutupi lenganku sedikit demi sedikit.

Youran: Aku hanya perlu selangkah lagi untuk menyerang istana kekaisaran dan membalas kematian ayahku. Aku akan teguh memegang pedangku, tak peduli apapun yang terjadi.

Helaan napas Li Zeyan nyaris tak terdengar.

Li Zeyan: Beberapa kali kau menempatkan pasukan dalam situasi berbahaya, semua karena ingin balas dendam sajakah?

Aku tahu dia menyalahkanku karena membiarkan akal sehatku dibutakan kebencian ... dan itu benar. Aku tak punya dalih untuk menyangkalnya.

Youran: Memangnya Anda tak ingin membalas dendam juga?

Lirikan Li Zeyan melayang rendah saat dia menatapku, dan dia tidak menyangkalnya.

Ketika Ibunda Li Zeyan, Selir Kaisar, wafat karena sakit, mendiang Kaisar khawatir kalau Li Zeyan mungkin terlibat dalam perebutan takhta. Mendiang Kaisar memberi Li Zeyan sebuah kota terlebih dahulu, menganugerahkan gelar Raja Liang dan menjauhkannya dari Yudu.

Lima tahun lalu, Raja Chen memanfaatkan keadaan saat Kaisar sakit keras untuk menghimpun pasukan merencanakan pemberontakan, memotong akar dan cabang seluruh garis keturunan kekaisaran dan merebut gelar Kaisar.

Meskipun Li Zeyan sangat jarang membicarakan fakta tentang ayahanda dan kakak lelakinya yang dibunuh oleh Raja Chen, aku tahu pasti di hatinya ada keluh kesah yang takkan pernah dia curahkan.

Li Zeyan: Di depan makam Jenderal Senior, aku berjanji kalau aku akan membuatmu tetap aman.

Saat suaranya terdengar, pecahan kenangan yang tak terhitung jumlahnya berkelebat di depan mataku--

Ketika Raja Chen menyerbu Yudu dengan pasukannya, ayahku baru saja akan mengirim pasukan untuk meredam pemberontakan. Namun, dia dikhianati oleh sekutunya dan terjatuh ke jurang.

Ayah memintaku untuk diam-diam memimpin orang-orang ke Kota Liang untuk mencari bantuan—pada saat itu, semua raja yang setia, pejabat di kerajaan telah bergabung dengan Raja Liang, dan Kota Liang merupakan tempat yang layak juga.

Tapi Raja Chen ternyata sudah melakukan persiapan dan mengatur penyergapan di sepanjang perjalanan kami yang menyebabkan kematian tragis orang-orang kepercayaan yang menjagaku. Pada akhirnya, hanya aku yang berhasil lolos, sendirian.

Saat itu sudah malam dan gerbang kota terkunci rapat. Aku ditembaki anak panah dan terjatuh dari kuda. Aku tak memiliki kekuatan untuk mengetuk gerbang kota dan roboh begitu saja di luar tembok Kota Liang.

Ketika aku siuman, apa yang kulihat adalah wajah Li Zeyan—nyala lilin yang menerangi penglihatanku, merefleksikan raut wajahnya yang berkerut.

Lima tahun berlalu, tapi, kenangan ini terus menghantuiku dari waktu ke waktu, layaknya baru terjadi kemarin.

Youran: Ayah akan memahami saya. Dia selalu mengatakan bahwa ketika kita memimpin pasukan bertempur, tujuan kita bukanlah untuk memenangkan perang, melainkan berharap bahwa suatu hari nanti kita takkan berperang lagi.

Youran: Meskipun ayah telah meninggal, saya telah mematri setiap kata-katanya di hati saya.

Saat mataku bertemu dengan tatapan tajam Li Zeyan, aku malah menggenggam tangannya.

Youran: Ketika saya memimpin pasukan saya di sini dan mengambil alih ketentaraan di bawah komando saya, saya mengatakan kalau saya akan membantu Yang Mulia menghentikan perang ini.

Youran: Sekarang—akhirnya—kita hanya perlu selangkah lagi.

Aku memamerkan senyum ceria pada Li Zeyan dan bersandar untuk menjajarinya.

Youran: Saya akan menyerahkan kerajaan ini ke tangan Yang Mulia, hingga takkan ada lagi api peperangan dan masa-masa pergolakan di Daze.

Li Zeyan mengamati tanganku yang memegang tangannya.

Li Zeyan: Lalu apa?

Youran: Lalu ....

Aku tahu apa yang dia maksudkan, tapi aku masih menghindari pertanyaan ini dan hanya menertawakannya.

Youran: Lalu, menunggu Anda mengadakan pesta arak untuk saya?

Li Zeyan jelas menangkap pandanganku yang bimbang. Namun, dia masih bergerak setengah langkah ke depan.

Li Zeyan: Kalau begitu, semoga Jenderal memenangkan perang ini dalam satu langkah.

•♡ •♡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro