10. Keluarga Besar Buya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku kembali hehheh kemaren aku kena covid guys jadi bener-bener ngga bisa buka laptop... Maafkan aku ya🙏

Ah, aku mau targetin 700+ vote 100+ komen  baru update next part ah😂

Hope you guys enjoy this part🥰

🍡🍡🍡🍡🍡

"HAH! HAH!" Ceden membuang nafasnya dengan mulut terbuka ke arah seorang mahluk kecil yang kini menggeliat di tidurnya.

Semua yang melihat itu hanya tertawa dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak kecil itu.

"Dede ... Itu dia bukan keong," ucap Abang Daffin sambil sedikit menahan pundak Dede supaya ngga jatoh dan menimpa badan mahluk kecil yang tidurnya udah lumayan ngga nyaman.

Kalian tau kan keong-keong yang dijual di sekolah? Itu loh, keong yang kalau dikasih nafas bakal keluar. Nah itu lah yang daritadi dilakuin sama Ceden untuk ngebangunin mahluk kecil yang masih menutup mata itu.

Bukan, bukan anaknya Chiro, atau anak anjing lainnya. Itu anak manusia. Namanya Bobby, dipanggilnya Mas Bobby. Mas Bobby itu adeknya Mas Abi yang baru hadir ke dunia ini sekitar 3 hari yang lalu.

"Kenapa dia ngga bangun?" tanya Ceden sambil menunjuk Bobby tepat di depan hidung bayi itu.

"Dia masih ngantuk Dede. He's a little boy, lebih little dari Mas Abi juga," ucap Ade yang sok tau namun kali ini ke-sok tau-an-nya bener.

Keluarga Caaesar ke Jakarta sebulan sekali. Seharusnya jadwalnya masih minggu depan, tapi berhubung mereka kedatangan anggota keluarga baru, jadilah kedatangan mereka dipercepat satu minggu.

"Mas Bobby bukan bobo itu, tapi pingsan karena napas Dede bau," ucap Deana. Ya ... siapa lagi di keluarga ini yang berani ngomong senyablak dan se-asal itu kalau bukan ibu 3 anak itu.

Mendegar ucapan Buyanya, Dede hanya melempar lirikan sedikit sinis dan bibir manyun ke Buyanya, lalu ia menoleh ke Abang. "Abang, coba bangunin," perintahny.

Kalau di rumah, Abang paling bisa bangunin Ade, dengan cara dikelitikin. Tapi kali ini Abang menggeleng, selain karena masih terlalu kecil, ini masih siang. Dia ngga pernah bangunin Ade di jam tidur siang, jadi dia ngga mau ngelakuin itu.

Mengetahui permintaannya ditolak, Dede langsung berdiri di kasur untuk menyamakan tingginya sama Abang. Namun pergerakan si bungsu yang mendadak itu membuat seluruh orang dewasa panik, karena kalau salah langkah sedikit, anak bayi yang masih bobo itu bisa keinjek sama Dede.

Melihat bungsunya bisa menimbulkan kecelakaan yang tidak diinginkan, Caesar langsung sigap menggendong si bungsunya yang hiperaktifnya 11 12 kaya sulungnya waktu balita.

"Kita main diluar aja yuk, kasian Mas Bobby-nya masih bobo," ucap Caesar ke anak perempuan satu-satunya dan didengar semua orang, sehingga semua orang mengikuti.

Namun pastinya, si anak yang sangat penasaran dengan anak bayi dan Mas Baru ini protes. "Ayaaah ... Baby Mas Bobby bulum bangun, Baby Mas Bobby musti main sama-sama Ayaaah."

Deana mengerucutkan jarinya, dan mencapit bibi anak bungsunya. "Ish, bawelnya anak ini. Nanti Mas Bobby-nya diajak main kalo udah bangun."

Lagi-lagi Dede melempar lirikan sinis ke Buya-nya. "Ishhhhhh..."

🍡🍡🍡

Seluruh orang dewasa berkumpul di ruang keluarga yang di sebelahnya ada kamar bermain Mas Abi, sedangkan seluruh anak-anak lagi ngotak-ngantik mainan Mas Abi yang super banyak. Maklum, Mas Abi tiap minggu diajak ke mall sama Baba dan pasti selalu dibeliin mainan. Tenang, Baba a.k.a Oom Al ngga pilih kasih kok. Dia sadar punya empat ponakan, jadi dia juga beliin mainan buat anak-anak dari kakaknya.

"Kenapa dipanggilnya Mas, sih?" tanya Deana ke adik iparnya.

Istrinya Axel mengedikkan bahu. "Ngga tau mba, Mas Axel yang minta tetep dipanggil mas."

Deana mengalihkan pandangannya ke adik bungsunya. "Kenapa?"

"Belajar dari pengalaman," ucap Axel.

"Pengalaman apa?"

"Ade ... Ade kan lebih tua dari Mas Abi tapi Mas Abi manggilnya tetep Ade. Aku ngga mau aja nanti kalo misal Alex nikah dan punya anak jadi bingung manggilnya apa."

Deana menganggukkan kepalanya paham. Dia juga sebenernya mau mulai manggil Ade dengan panggilan Mas Aaron karena ngga mungkin 'Abang' nanti Daffin ngamuk. Tapi sayangnya dia sendiri juga ngga kebiasa manggil anaknya 'Mas'.

"Adeeee ... kesini sebentar dong ganteng," panggil Deana.

Karena memang ruangannya sebelahan, ngga sampai 30 detik Aaron sudah sampai di depan Buyanya.

"Hm?"

"Ade ... Ade mulai hari ini dipanggilnya Mas aja ya?" tawar Deana.

"Ngga," jawab Ade singkat, padat dan jelas.

Caesar tersenyum simpul melihat jawaban kembarannya itu. Bukan cuman mukanya yang jiplak plek-plekan, tapi sifatnya pun nurun 100%, karena dia juga akan seirit itu ngomong kalau ada di antara keluarga besarnya waktu dia masih kecil. Intinya, baru bisa berulah kalau ada di lingkungan yang bisa buat dia nyaman. Dan untuk bikin dia nyaman di satu lingkungan, butuh waktu yang lama.

Jangan bilang atau menuduh keluarga ini kurang akrab atau saling ngga mengenal. Persepupuan ini hampir tiap hari telponan, dan kalau malam bahkan para orang tua juga suka nimbrung untuk bertukar kabar atau hanya untuk ngeliat muka ponakannya aja, tapi emang sifat Ade yang ngga mudah merasa nyaman aja.

"Sini sama Ayah," ucap Caesar sambil menjulurkan tangan ke his twin.

Aaron mendekat ke Ayahnya, namun ia memperhatikan orang yang duduk di sebelah Ayahnya. Dia ngenalin muka yang duduk di sebelah Ayahnya, sering liat, tapi lagi-lagi dia ngga berani dan merasa kurang nyaman, jadi dia membelakangi orang yang duduk di sebelah Ayahnya yang lagi melihat ke arahnya.

"Apa Ayah?"

Caesar menarik anaknya untuk duduk di pangkuannya. "Aaron kan udah punya 3 adek. Satu kan Dede, terus ada Mas Abi, ada Mas Bobby juga, jadi Aaron udah lebih besar sekarang."

Aaron mengganguk. "Iya Ayah, Ade juga udah sekolah," ucap Aaron.

"Iya, udah sekolah juga, masa mau dipanggil Ade terus?" tanya Caesar lembut.

"Jadi apa?" tanya Aaron dengan wajah bingung.

"Dipanggil Mas mau ngga? Mas Aaron sounds good loh," tawar Caesar.

Deana yang mulai sibuk dengan cemilannya mulai diajak ngobrol sama adik iparnya. "Aaron lebih deket ke Abang ya, mba?"

Deana menaik turunkan alis. "Aaron sama Ceden deket sama aku kalo bapaknya kerja, kalau bapaknya ada I'm invisible," curhat Buya tiga anak itu.

"Sama kok Mba, Mas Abi juga begitu, tidur aja harus nunggu Mas Axel dulu."

"Ya sama kaya kalian pas kecil juga gitu," ucap Bubu yang duduk di seberang mereka.

Popo tertawa mendengar protesan istri dan anak-anak perempuannya. "Ya kalian jadi tau lah, kita para laki-laki punya daya tarik sendiri."

Aaron menoleh ke pemilik suara a.k.a Popo a.k.a yang duduk di sebelah Ayahnya daritadi. Iya, daritadi Popo sama Caesar emang duduk sebelahan karena Popo lagi berbagi ilmu tentang manage sebuah perusahaan.

Lalu Aaron mendekatkan mulutnya ke telinga Ayahnya. "Ayah, ini siapa?"

"Kenalan dong," ucap Caesar.

Mendengar obrolan antara anak menantu dan cucunya, Popo langsung menyodorkan tangannya ke Aaron. "Haiii, aku Popo, Ayahnya Buya."

Seisi ruangan tertawa melihat kegiatan yang canggung itu.

"Ini Aaron, anak Ayah." Aaron mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Popo. Hal ini selalu mereka lakuin tiap ketemu.

Deana melotot. "Bukan anak Buya?"

Aaron kembali mengulurkan tangan ke Poponya lagi. "Aaron juga anak Buya."

Deana tertawa melihat kepanikan si anak tengah. Dari ketiga anaknya, meskipun Aaron paling diem, tapi anak itu yang hatinya paling sensitif. Dia paling ngga mau bikin orang lain sedih ataupun tersinggung. Sedangkan si Abang – mungkin dia paham dia anak pertama yang akan jadi contoh buat adik-adiknya – jadi dia cukup keras, termasuk berani marahin adik-adiknya kalau salah dan akan peluk adik-adiknya kalau mereka nangis. Lalu si bungsu yang bodo amat, bisa dibilang si bungsu ini cukup cuek dengan lingkungannya.

Dengan langkah kecil dan pelannya, tiba-tiba Dede muncul di depan Bundanya Mas Abi saat semua orang lagi fokus ke Ade. "Bunda ... Mas Bobby udah bangun bulum? Mas Bobby mau mam."

Deana otomatis menoleh saat mendengar suara si kecil. "Yeu ... Dede kali yang mau mam, bukan Mas Bobby."

Dede mengangguk yakin dan polos. "Ya ... ini udah musti mam."

"Sabar ya cah ayu," ucap Bundanya Mas Abi. "Katanya Oom Al sebentar lagi --"

"Sushi dataaaang!!!" suara Alex menggema sambil mengangkat dua tas besar berisikan sushi – makanan kesukaan hampir seisi rumah ini.

Sushi itu makanan kesukaan seluruh ponakan. Dari sini bisa keliatan kan, siapa yang usahanya paling keras untuk bisa disukain sama para ponakannya.

Karena memang sudah jam makan siang, semua langsung ke arah meja makan.

Axel membantu istrinya berdiri karena untuk melahiran Mas Bobby, istrinya perlu menjalani operasi sesar. Dengan tangan kirinya ia menumpu pinggang bagia belakang istrinya, dan dengan kanannya ia menggenggam tangan istrinya. "Tuh, kesampean kan makan sashimi-nya."

🍡🍡🍡🍡🍡

Say hi to Mas Bobby👋

Dear Mocci 1...

Dear Mocci 2...

Dear Mocci 3...

Dear Sepupu Mocci...

Dear Para Orang Tua...

🦋28.02.2022🦋
Ta💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro