11. Jalan-Jalan ke Mall

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Targetnya Vomment ngga pernah tercapai nih, jadi kurang semangat lanjutin ceritanya😂

Bo'ong deng hahhaha, aku semangat kok!

Hope you enjoy this part ya🥰

🍡🍡🍡🍡🍡

Untuk pertama kalinya keluarga besar Popo pergi ke mall bersamaan. Selama ini tiap ke kumpul keluarga, mereka ngga pernah datang ke mall, karena biasanya antara Alex booked ruangan VIP salah satu restoran, atau booked tempat main buat anak-anak. Namun kali ini, kenapa mereka ke mall, karena minggu lalu Alex sudah janji ke Mas Abi mau beliin mainan kalau adeknya lahir.

"Buyaahh..." panggil Dede yang baru bangun tidur sore-nya. Hari ini Dede bener-bener kaya Princess karena tadi di mobil dia ketiduran, jadilah dia dibawa keliling mall naik stroller yang seharusnya dipake sama Mas Bobby. Dikarenakan Mas Bobby masih bayi banget dan itungannya masih ringan, jadi Mas Bobby digendong sama Bunda.

"Sstt ... sstt, diemin aja," ucap Deana ke semua orang. Buya tiga anak itu paling hobi bikin anak-anaknya ngamuk, entah kenapa menurut dia lucu. Posisinya dia dan suaminya tuh kebalik. Para ibu lainnya paling ngga suka kalau suaminya jailin anaknya karena nanti anaknya marah dan nangis, sedangkan Deana malah suka, toh juga anak-anaknya pada ngga gampang nangis.

"Kenapa didiemin?" tanya Bubu.

"Tunggu aja," ucap Deana.

"BUYAAAAHHHHH," teriak Ceden lagi.

Namun semua memilih diam, meskipun stroller tersebut tetap didorong oleh Caesar.

"BUYAHHH!!!" panggil Ceden sambil mendorong tutupan stroller dengan kasar, karena dia kesal daritadi kok Buya-nya ngga dateng-dateng waktu dipanggil.

Bubu, Popo, Para Om dan Tantenya Ceden kaget melihat gerakan itu. Ditambah dalam hitungan detik, kepala Ceden keluar dari samping stroller.

"Heiii," sapa Ceden ke semua orang yang dia lihat di sisi kanannya. "Buyanya mana?"

"Buya ditinggal di rumah," jawab Alex.

Kening Ceden langsung berkerut, mukanya bete karena mendengar Buya-nya ngga ikut. Dia manyun sambil ngeliatin Bubu, Popo, Para Om dan Tantenya. "Abang sama Ade mana? Ayah mana?"

"Ditinggal di rumah juga," jawab Alex lagi.

"IIHHHHH!!" Dede ngamuk sambil memukul stroller dengan kepalan tangannnya.

"Haduh, ancur deh tempat bobonya Mas Bobby," ucap Deana.

"Tuh ... Itu ada Buya," ucap Ceden sambil melotot, antara kaget dan senang.

Deana memunculkan kepalanya sambil memamerkan giginya. "Buya di sebelah sana," ucap ibu tiga anak itu.

Satu kebiasaan lucu Ceden, kalau naik stroller, dia cuman nengok ke kanan dan ngga pernah ke kiri. Jadi emang paling enak untuk ngumpet di sebelah kiri untuk ngerjain Dede.

"Buyaahhh, gandeng," ucap Ceden sambil mengulurkan tangannya.

Deana memamerkan giginya ke semua keluarganya yang melihat interaksi keduanya. Meskipun kalau secara sadar, semua anak-anaknya akan nyari Ayahnya, tapi kalau bangun tidur, nangis karena dijailin, dan laper pasti yang dicari pasti dirinya.

"Dede turunlah, biar Mas Bobby bobo disitu, kasian Bunda-nya gendong Mas Bobby," pintu Deana ke anak bungsunya.

"Nanti Dede digendong?" tanya Ceden.

"Engga lah! Dede kan gendot!' ucap Ade yang tiba-tiba nongol di sebelah stroller.

"Eh ada Ade." Mata Ceden membulat. Ceden melepaskan tangannya dari tangan Buyanya, lalu mengulurkan tangannya untuk menggapai tangan Ade.

Meskipun Ade dan Dede paling sering berantem, tapi mereka emang paling sering saling nyariin. Kaya ngga bisa pisah gitu. Ditambah Ade udah mulai sekolah, Dede mainnya sendiri.

Dengan hati lembutnya, walaupun sering iseng dan saling ngata-ngatain, Ade tetap mengulurukan tangannya untuk menggandeng tangan Dede.

"Dee, turun, biar main sama Abang sama Mas Abi," ucap Ade.

"Mana?" tanya Ceden.

"Itu, di sebelah situ," ucap Ade menunjuk ke arah kiri Ceden, yang pastinya ngga membuat pergerakkan Ceden.

"Okey, Dede tuluuun. Nanti Baby Mas Bobby bobo sini?" tanya Ceden.

"Iya Dede, boleh ya?" tanya Bundanya Mas Abi yang memakai gendogan sambil memeluk anak keduanya.

Dede turun dibantu Buya. Detik berikutnya Bunda meletakkan Mas Bobby ke dalam stroller, lalu Caesar digantikan dengan Axel untuk mendorong stroller.

"Bundaa," panggil Mas Abi sambil mengulurkan tangan. Dan tangan itu disambut oleh Bundanya.

Sebenarnya, akhir-akhir ini, karena baru empat hari juga, perhatian Bunda-nya cukup terpusat ke Mas Bobby, anak keduanya itu cukup rewel karena lapar terus, susah tidur dan lumayan sering nangis. Ditambah karena Axel ngga mau tidur Mas Abi keganggu kalau Mas Bobby bangun tengah malam, makanya Mas Abi tidur sama Alex.

"Bunda, Mas Abi mau makan,"

"Sekarang?" Istri Axel itu melihat jam yang melingkat di tangannya. Baru jam enam sore, belum waktunya makan malam. Kalau dia cuman jalan sama keluarga kecilnya mungkin ngga msalah makan jam segini, karena pasti akan mengikuti kemauan Mas Abi. Tapi ini yang jalan keluarga besar, ada keponakan-keponakannya juga yang belum keliatan laper. Dia menengok ke arah suaminya yang juga ikut menengok ke arahnya lalu ke anak sulungnya.

"Ayo makan," ucap Axel enteng.

"Mas.." tahan istrinya Axel. Dia memberi isyarat dengan matanya untuk melihat ke sekeliling, mengingatkan kalau ini bukan hanya ada mereka melainkan adaa orang lain juga yang ikut jalan bersama mereka.

Mengerti akan israyat tersebut, Axel berdeham sekali sehingga semua mata mengarah ke arahnya. "Abang, Ade – eh Mas Aaron, Dede, ini Mas Abi-nya udah laper, kita cari tempat makan sekaarang atau mau cari mainan dulu?"

"Maaaaam! Dede juga udah lapeeeel," ucap Dede langsusng mendekat ke arah Mas Abi tanpa melepas gandengannya dengan Ade, yang otomatis ikut ketariik.

"Oke deh, kita makan dulu ya," putus Axel langsung tanpa konfirmasi ulang ke para orang tua.

"Tapi ... Tapi ... Nanti Dede jadi beli baju pinces kan?"

🍡🍡🍡

"Ini lagi di emooool, Abaaaang," teriak Ceden yang sibuk video call dengan Asraf.

Seharusnya minggu ini jadwal Para Mocci main bareng sepupu dari pihak Ayah, tapi karena pada ke Jakarta jadi Para Mocci telponan sama Abang Asraf dan Kakak Thea-nya.

"Lagi makan?" tanya Asraf sambil sesekali melirik, ia sebenarnya lagi sibuk dengan laptopnya.

"Iyaaaah," jawab Dede.

"Abangg, sekarang Ade dipanggilnya Mas Aaron ya, bukan Ade lagi," cerita Aaron ke Asraf.

"Kok gitu, De?" Asraf tetap memanggil Ade, karena sudah kebiasaan selama lima tahun terakhir, ngga mungkin bisa berubah dalam hitungan detik.

"Iyah, karena Ade udah gede," jawab Aaron yang masih menyebut dirinya 'Ade'.

"Ohh ..." jawab Asraf sambil menganggukan kepalanya. "Ade juga lagi makan?"

"Ehem.." Aaron mengangguk karena sedetik yang lalu ia baru menerima suapan dari Ayahnya.

Deana dan Caesar selalu bagi tugas kalau makan di luar begini. Deana yang nyuapin Dede, dan Caesar yang nyuapin Aaron. Sebenernya Aaron bisa makan sendiri, tapi karena lagi makan dan menunya berkuah, kalau makan sendiri akan celemotan dan berantakan di baju, sedangkan Deana ngga bawa baju ganti buat anak-anaknya.

"Mana Dede bayinya?" tanya Asraf ke siapapun.

"Yee.. Kemaren diajakin kesini ngga mau, sekarang malah nanyain," ledek Deana.

"Aku kan mau nugas, Tina, besok-besok kalau ngga ada tugas ikut deh," jawab Asraf sambil memamerkan gigi putihnya.

"Yah, kamu, Sraf, nunggu kamu ngga ada tugas mah nanti keburu udah sekolah bayinya."

Asraf tertawa lebar. "Lebay ah. Aku mau liat dong dede bayinya."

"Ini Dede," ucap Ceden sambil menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. "Tapi Dede udah ngga bayiii, udah gede, udah jadi Pinces."

"Bukan Dee, bukan Dede yang ditanyain sama Abang Asraf, tapi Mas Bobby," ucap Alex yang mengambil ponsel Deana. "Sraf, awas ya lo nikah duluan dari gue. Jangan langkahin gue, lo! Inget, gue Om lo juga, yang tua duluan!"

Alex berjalan ke arah stroller bayi, membuka stroiller itu dan memperlihatkan wajah Mas Bobby yang merem – entah tidur atau bangun.

"Buset, ganteng amat, mirip Mas Abi pas bayi," ucap Asraf spontan.

"Heh, kok lo ngga bilang iya buat ngga ngelangkahin gue? Janji dulu ngga, nanti ngga gue kasih liat mukanya Mas Bobby lagi nih!" ucap Alex dengan ancang-ancang mau nutup stroller itu.

"Iya, janji! Makanya Om cari pacar buruan. Lagian kalau dilangkahin juga ngga apa-apa lah, kan udah dilangkahin duluan sama Om Axel." Asraf mengatakan itu dengan enteng dan tanpa rasa bersalah.

Semua yang mendengar itu tertawa. Disini ngga ada yang merasa Asraf kurang ajar, karena hubungan mereka memang sedekat itu. Bahkan tanpa ada Caesar atau Deana pun, Axel dan Alex suka telpon Asraf untuk nanya kabar Mama dan Adiknya gimana, nanya kuliah Asraf gimana, nanya percintaan Asraf gimana. Ditambah Popo dan Alex yang cukup ngebet minta Asraf ke Jakarta buat kerja di perusahaan keluarga mereka.

Alex mesem-mesem mendengar jawaban Asraf, karena dia tau kalau Asraf ini sudah ada yang ditaksir walaupun belum pacaran.

Kini berganti ke Axel yang memegang ponsel kakaknnya, "Sraf, kok ngga ikut sih? Kan kalo tugas bisa dikerjain disini, kecewa ah," ucap Axel.

Asraf hanya tertawa.

"Mas Abi, ini Abang Asraf yang kemaren kasih kado buat Mas Abi karena udah punya ade." Axel menunjukkan ponsel kakaknya ke anak sulungnya.

"Mas Abi bilang apa?" pancing Bundanya.

"Terima kasih Abang..." Mas Abi memamerkan giginya.

"Loh? Kok pas Abang punya Ade sama Dede, ngga dikasih kado?" Daffin sedikit sensi. Ia berdiri di belakang kursi Mas Abi, menagih hadiah.

"Enak aja! Abang udah kasih ya!" ucap Asraf, karena ngga mau dianggap pilih kasih, bagaimanapun anak-anak Tulang dan Tina-nya adalah sepupu kandungnya, sepupu yang paling dia sayang.

"Abang kasih apa ke Daffin?" tanya Daffin dengan ekspresi galaknya.

"Hmm..." Hidung Asraf kembang kempis melihat ekspresi yang ditampilkan adik sepupunya itu. "Waktu ada Ade, Abang kasih Daffin robot yang kuning sama merah. Terus waktu ada Dede, Abang kasih Daffin sepeda yang di rumah itu loh, sama kasih Ade kereta-keretaan sama relnya." Asraf memicingkan mata setelah mengatakan itu.

Asraf selalu memberikan kado, bukan untuk 'si anggota keluarga baru', tapi melainkan untuk 'si anak yang lebih tua', karena dari yang dia lihat, fokus utama orang-orang akan lebih ke 'si anggota keluarga baru' tanpa mengingat bahwa anak yang menjadi kakak atau menjadi abang juga butuh perhatian supaya ngga sebel atau iri sama adiknya.

Seperti yang dilakukan Caesar, Asraf kuliah sambil kerja, jadi dia punya uang sendiri untuk beliin adeknya dan adek sepupunya hadiah. Dan for your information, gaji pertama dia ya buat traktir makan keluarga besarnya dan beliin para adeknya ini mainan.

"Oh iya itu dari Abang, sorry I forgot."

"Yeeuuu..." Asraf sewot. "Minggu depan pas Abang main ke rumah, Daffin harus beliin Abang es krim duren ya, buat minta maaf."

"Iya, nanti Abang ingetin lagi aja, biar Daffin minta duitnya ke Ayah dulu," jawab Daffin.

🍡🍡🍡🍡🍡

Say hi to Abang Asraf yang baru nongol di cerita ini👋

Dear Mocci 1...

Dear Mocci 2...

Dear Mocci 3...

Dear Sepupu Mocci...

🦋20.03.2022🦋
Ta💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro