04. Touch

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

🌷행복한 독서🌷


📍 Perpustakaan Gyujanggak, Gwanak-gu

Aroma senyawa volatil menguar di udara begitu Hana melintasi labirin yang terbentuk dari deretan rak buku berisi dokumen-dokumen kuno. Kumpulan arsip dengan sampul dari kulit kayu berserat kasar tertata rapi memenuhi lemari. Tiap bagiannya disatukan dengan pilinan tali-temali, khas buku-buku jaman dahulu.

Hana sengaja meluangkan waktunya  untuk mengunjungi perpustakaan Gyujanggak, salah-satu perpustakaan besar yang menyimpan banyak aset negara bernilai historis tinggi, termasuk harta karun nasional Korea. Di samping menghabiskan waktu untuk menunggu acara makan malam dengan putra walikota Seoul yang sudah disepakatinya dengan Siwoo.

Sambil bersenandung guna menghalau sunyi, Hana menyusuri satu koridor yang mengantarai perpustakaan dengan ruang baca. Menurut sejarah, perpustakaan tersebut pada awalnya terletak di halaman istana Changdeok dan berfungsi sebagai perpustakaan kerajaan, tetapi saat ini benda-benda peninggalan kerajaan di sana dilestarikan oleh Universitas Nasional Seoul.

Hana diam-diam mengagumi pengelolaan perpustakaan tersebut. Meski bangunannya bergaya tradisional, fasilitasnya dibuat canggih dan modern. Di setiap pokok ruangan terdapat komputer untuk mengakses beberapa bacaan yang telah dibuatkan versi digital untuk memudahkan pembaca, dilengkapi dengan fitur terjemahan ke berbagai bahasa.

Masa pemerintahan raja Sukjong, 1674-1720

Hana berhenti di depan salah satu rak kemudian menelurusui tiap sekat yang dibagi berdasarkan lini masa. Telunjuknya berhenti pada sebuah arsip bertuliskan tahun 1719. Setelah mencatat nomor serinya, Hana menuju salah satu komputer di pojok ruangan dan melakukan penelusuran. Arsip-arsip sejarah di sana diberi segel dan hanya bisa diakses lewat komputer untuk melindungi orisinalitasnya. File digital sekali pun tidak bisa di akses di tempat lain.

Begitu menemukan posisi nyaman, Hana memasukkan beberapa kata kunci di kolom pencarian. Hana sadar intensinya terkesan berlebihan, sebab studi retrospektif tidak ada yang menelusuri peristiwa sampai bertahun-tahun lalu di mana pola kehidupan masyarakat sangat jauh berbeda dengan masa kini. Hana tahu membandingkan variabel yang jelas-jelas berbeda hanya akan menghasilkan bias pada penelitian, tetapi ada satu hal yang sangat memantik kuriositasnya ketika membaca literatur sejarah kemarin.

"Ini dia!" Hana berhenti di sebuah halaman yang membahas tentang wabah cacar. Matanya bergerak mengikuti tiap baris tulisan yang terpampang di layar.

Masuknya virus cacar ke Korea diperkirakan berasal dari Cina, mengingat di beberapa periode kerajaan Joseon pernah menjalin hubungan diplomasi dengan Tiongkok. Berangkat dari sana, penyebaran cacar semakin meluas dan menjadi momok bagi masyarakat.

Beberapa sumber menyebutkan bila pada masa pemerintahan raja Sukjong, wabah cacar sempat menyebar sampai seluruh Hanyang dan memperkeruh keadaan negara yang sedang mengalami krisis akibat adanya pergolakan di kalangan fraksi politik. Ratu Inhyeon yang mendampingi raja Sukjong saat itu bahkan terinfeksi dan nyaris tidak selamat, sementara kalangan masyarakat miskin banyak yang meninggal dunia karena tidak mendapat perawatan yang memadai. Namun demikian, di akhir masa pemerintahan raja Sukjong, wabah berhasil mereda dan banyak masyarakat yang berhasil pulih dari cacar.

Yang kemudian menjadi tanda tanya besar bagi Hana adalah bagaimana masyarakat saat itu bisa menurunkan angka infeksi. Sementara di negara-negara Eropa saja, wabah cacar terus meningkat sampai memusnahkan sampai tujuh puluh persen dari total populasi. Kekebalan adaptif mungkin saja bisa terbentuk di masyarakat, tetapi berdasarkan analisis epidemologi, hal tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama Dalam kasus ini, hanya berselang satu tahun sebelum raja Sukjong turun tahta, angka kematian akibat cacar semakin berkurang.

"Lagi-lagi praktek shamanisme." Hana mendesah dan meluruskan punggung. Setelah sekian lama melakukan penelusuran, ia tidak menemukan catatan apa pun tentang metode pengobatan yang dilakukan oleh tabib istana. Semua hanya terkait ritual yang dilakukan oleh para shaman.

"Efek plasebo tidak mungkin sampai sebesar ini." Hana mengetuk-ngetukkan pulpen ke meja. "Lalu, bagaimana mungkin wabah bisa ditekan dalam waktu sesingkat itu?"

Tidak menemukan jawaban, Hana bangkit dan kembali menuju ke rak semula. Masa pemerintahan raja Sukjong berakhir di tahun 1720. Ia hendak meneruskan bacaan pada raja yang memerintah berikutnya, tetapi sebuah suara yang menyapa di dari ujung koridor mengalihkan perhatiannya.

"Hana-ssi, apa kau telah selesai?"

Hana terkesiap sebentar kemudian mengangguk cepat. Laki-laki dengan kaca mata berbingkai tebal di hadapannya adalah Do Hyun, seorang pustawakan sahabat Siwoo.

Mungkin Hana lupa menyebutkan ini, tetapi area tempat penyimpanan arsip jaman dulu tersebut tidak bisa diakses sembarangan orang. Hanya para sejarawan, peneliti, dan mereka yang memiliki izin khusus yang diperkenankan masuk ke sana. Hana berhasil lolos dengan koneksi Siwoo, meski sebagai syarat, ia harus menandatangani kesepakan untuk memenuhi undangan makan malam dari putra walikota Seoul. Tipikal Siwoo yang terlalu bertindak hati-hati. Padahal Hana yakin, menyeleng sekali pun, Siwoo tidak akan berani menuntutnya.

"Ya, sudah selesai." Hana tersenyum sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Rupanya sudah lewat setengah jam dari waktu yang mereka sepakati. Dengan terburu, ia merapikan barang dan mengikuti Do Hyun yang bersiap-siap mengunci ruangan.

"Akan kuantar sampai ke lobi." Do Hyun berbalik. "Ada kafe dan tea bar juga di bawah bila kau ingin bersantai dulu."

"Gamsahamnida. Perpustakaan ini sangat luas. Sayang sekali, aku harus kembali ke rumah sakit." Hana menolak dengan halus. "Aku pasti akan berkunjung lain kali."

Do Hyun hanya tersenyum dan mengangguk maklum. Siwoo sendiri hanya bisa ditemui paling sekali dalam sebulan.

"Tapi Do Hyun-ssi," panggil Hana ketika mereka menuruni tangga. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja. Silakan." Do Hyun menunggu Hana mensejajarkan langkah di sebelahnya.

"Apa kau yakin semua hal yang ditulis dalam buku-buku sejarah ini adalah kejadian yang sebenarnya?"

Pertanyaan Hana membuat Do Hyun menoleh dengan kelopak mata terangkat. Laki-laki tersebut lantas tertawa kecil. "Apa yang membuatmu menanyakan hal itu?

"Bukan apa-apa. Aku hanya penasaran saja." Hana menjawab cepat diiringi ringisan malu.

"Baiklah. Kalau begitu lewat sini, akan kutunjukkan sesuatu." Do Hyun memandu Hana menuju ke sebuah aula dengan etalase kaca di setiap sudut. Di dalamnya terdapat banyak kitab dan benda-benda pusaka. Pada beberapa sisi dinding, terdapat peta dan lukisan kuno.

"Batas antara fakta dan fiksi dalam sejarah sebenarnya selalu samar-samar." Do Hyun berdiri di depan salah-satu etalase yang menampilkan halaman tengah sebuah buku usang. "Melalui uji radiokarbon, pengamatan mikroskopik, bahkan organoleptik sederhana, kita bisa mengetahui usia naskah dan sumbernya. Namun, kita tidak akan pernah tahu keaslian fakta yang tertulis di dalamnya."

Hana mendekat dan ikut mengamati buku di dalam etalase.

"Buku ini adalah catatan sekretariat negara di salah-satu periode Joseon, terbuat dari serat pohon murbei yang saat itu banyak tumbuh di halaman belakang istana Changdeok. Itu fakta sejarah." Do Hyun menahan napas sejenak. "Namun, siapa yang tahu bila seandainya sekretariat negara tidak berkata jujur? Atau mungkin ada hal yang sengaja ditutupi pihak kerajaan saat itu untuk menghilangkan jejak?"

"Bila demikian, maka tidak mungkin ada yang tahu." Hana terdiam sebentar. "Lalu, mengapa kita percaya pada  catatan sejarah dari seorang manusia yang bisa saja berbohong?"

"Sebab hanya itu bukti otentik yang bertahan sampai saat ini. Kita tidak akan pernah menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seputar sejarah yang tidak tercatat." Do Hyun mengulum bibir. "Kecuali ...."

Hana menoleh dan menatap Do Hyun. "Kecuali apa?"

"Kecuali bila ada seseorang yang bisa kembali ke masa lalu."

"Itu tidak mungkin!" sergah Hana setengah tertawa. Setelah berkeliling di ruangan tersebut sebentar, mereka turun ke lantai dasar dan Hana berpamitan pada Do Hyun.

"Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya." Hana membungkukkan badan.

"Terima kasih kembali. Siwoo banyak membantuku selama ini." Do Hyun ikut mengangguk. Saat itu, secara tidak sengaja matanya menangkap sebuah kalung permata berbentuk bulan yang menjulur dari balik kerah blus Hana.

"Sampai ketemu lagi, Do Hyun-ssi." Hana berpamitan dan bergegas menuju basement parkir. Siwoo menelepon sehingga ia tidak bisa berlama-lama.

Do Hyun hanya mengangguk kikuk. Dahinya berkerut, memikirkan simbol bulan yang terukir di kalung permata Hana. Baru ketika masuk ke dalam lift, Do Hyun teringat sesuatu.

"Hana-ssi!" Do Hyun menekan tombol panel sampai pintu kembali terbuka. Ia menyusul ke parkiran, tetapi mobil Hana sudah melintasi gerbang. Dengan bahu naik turun, Do Hyun bergeming. Pikirannya mengarah pada satu hal.

"Simbol bulan itu ...."

🌷🌷🌷

Hana mematut bayangannya di cermin sambil menghitung waktu dalam hati. Kurang dari dua jam lagi acara makan malam dimulai dan ia mendapati dirinya sudah sedemikian resah. Hana ingin waktu berlalu cepat malam itu. Bila seandainya time-skip berlaku di dunia nyata seperti halnya dalam film-film fiksi, Hana lebih memilih bersembunyi di dimensi lain dan kembali saat acara selesai. Hal yang mustahil, tentu saja.

“Ini bukan apa-apa, Hana! Kau bisa melewati ujian promosi doktor! Kau dapat sertifikat dari National Association of Board Pharmacy!” Hana mengepalkan tangan dan berujar pada bayangannya di cermin. “Kita bisa melewati ini! Hwaiting!

Di ambang pintu, Hyeri yang mendapati Hana berbicara sendiri di depan cermin terkikik geli. Perempuan tersebut berjalan mendekat dan merapikan rambut Hana yang dikepang dengan gaya half updo. Hana mengenakan velvet longdress berwana peach dilapisi tule sutra. Wajahnya yang dipolesi make up tipis terlihat natural.

Eonnie, menurutmu bagaimana?” tanya Hana pada kakak sepupunya lewat cermin.

Neo yeoppeuda,” puji Hyeri sambil menyematkan sirkam mutiara di sela rambut Hana.

“Bukan itu!” Hana menghela napas. Ia tidak mempersoalkan masalah penampilan sekarang. Bahkan bila bukan memikirkan citra rumah sakit ayahnya, Hana mungkin akan tampil dengan dandanan ala ulzzang jaman dulu agar putra walikota Seoul tersebut mengurungkan niat untuk mengajukan lamaran. 

“Lalu?” Hyeri menatap ke cermin untuk memperbaiki poni model curtain yang membingkai wajah Hana dengan pas. 

“Bagaimana aku bisa membuatnya illfeel tanpa menjatuhkan nama rumah sakit?” Hana menggigit bibir. Ia tidak menyerahkan begitu saja nasibnya pada Siwoo. Sebagai anak sulung, pendapat Siwoo memang sangat didengar oleh sang ayah, tetapi bukan tidak mungkin kakaknya itu akan lepas tangan. Paling tidak, acara makan malam ini harus menjadi pertemuan terakhirnya dengan putra walikota Seoul.

“Sayang sekali, Hana.” Hyeri menyoroti wajah Hana yang tampak tidak bercela. “Dilihat dari sisi mana pun, kau tidak akan bisa membuat orang merasa illfeel.”

“Lupakan soal penampilan.” Hana menampik udara kosong dengan kibasan tangannya. “Maksudku, apa yang bisa kulakukan untuk membuatnya tidak senang? Apa aku harus terlihat nakal dan liar?”

“Kurasa itu tidak akan berhasil.” Hyeri tertawa melihat Hana memasang gaya sensual dengan mengigit bibir dan mengibaskan rambut kanan-kiri. Pasalnya, Hana berpose sangat-sangat kaku. “Sudah, hentikan itu! Kau terlihat seperti orang mabuk!” 

Eonnie, jangan tertawa! Aku serius!” Hana memelas.

“Ini serius, Hana. Cara itu tidak akan berhasil,” gelak Hyeri lagi. 

Eottoghe …” Hana mendesah dan menepuk pipinya. “Aku harus bagaimana?"

“Jangan terlalu memaksakan diri. Cinta itu buta. Cobalah dulu.”

“Masalahnya, aku tidak buta dan tidak mencintainya.” 

“Apa kau yakin?” Hyeri menyangsikan. “Kau bahkan belum pernah bertemu dengannya.”

Hana termenung sebentar. Ia sempat mencari tahu sosok putra walikota Seoul tersebut, tetapi tidak satu pun identitas jelas yang tersedia. “Siwoo oppa bilang dia menyeramkan seperti Goblin.”

“Goblin?” Hyeri kembali tergelak. “Kalau maksudnya Goblin yang setampan Gong Yoo, aku juga mau!”

Hana hanya merungus kemudian mengambil ponselnya yang bergetar di dalam tas. Profil Siwoo tertera di layar panggilan video. Dengan setengah hati, Hana pun menjawab panggilan tersebut.

Omo, omo! Siapa ini? Apa aku tidak salah-sambung? Kenapa ada dewi di sini?” Siwoo langsung berujar heboh dan menutup matanya dengan sebelah tangan. “Aigoo … silau sekali! Aku hampir buta!”

Hana mengerutkan hidung pada Siwoo. “Tidak usah berlebihan, Oppa! Aku hanya berdandan, bukan operasi plastik!"

Ara, aku lupa adikku memang secantik dewi.” Siwoo tidak menyerah dan terus melayangkan pujian manis. “Bagaimana? Kau sudah selesai? Mobil sekertaris ayah akan menjemput.”

“Secepat itu?” Hana menekuk dahi.

“Hana-ya, kau tidak bisa membuat mereka menunggu. Apa yang akan dikatakan orang-orang nanti? Kim Hana yang terkenal cerdas ternyata tidak tepat waktu?” Siwoo beralih pada Hyeri dan mengedipkan sebelah matanya. “Benar kan, Noona?”

“Ya, benar sekali.” Hyeri mengatupkan bibir untuk meredam tawa. Siwoo memang sangat tahu jalan pikiran Hana.

“Ah, ngomong-ngomong terima kasih telah membantu Hana. Tolong pastikan dia tidak kabur dan naik ke mobil,” ujar Siwoo lagi sambil mengerling jahil pada Hana.

“Aku tidak akan kabur!” Hana mendelik. “Oppa, matikan dulu teleponnya. Aku harus siap-siap!”

Arasseo. Bersikap yang baik adikku sayang, ini penting untuk kredibilitasmu!”

Siwoo mengakhiri panggilannya dengan gelak tawa. Segera setelah itu, Hana mengatur barang-barangnya dalam cluth bag. Hana tidak membawa banyak barang, hanya dompet, ponsel, serta pouch make-up berisi compact powder dan liptint.

Tidak lama kemudian, mobil jemputan Hana telah tiba. Dibantu oleh Hyeri yang merapikan gaunnya, Hana masuk ke dalam limusin mewah. Siwoo telah mengirimkan alamatnya lewat chat.

Setelah melambai pada Hyeri, Hana duduk bersandar sembari melemparkan pandangan ke luar jendela, pada pemandangan kota Seoul di malam hari yang gemerlap. Tanpa Hana sadari, sebuah sedan hitam membuntuti dari belakang. Seorang pria dengan masker dan kacamata hitam di balik kemudianya sedang menghubungi seseorang.


“Target telah bergerak menuju lokasi.”

다음에

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro