Part 25 - Nostalgic Feeling

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nayla terdiam di tempatnya. Menatap sosok yang kini berdiri di depannya. Berbagai rasa berkecamuk di dalam hatinya. Nayla mengerjapkan matanya, berharap kejadian itu hanyalah halusinasi atau ilusinya semata. Walau begitu, dia juga tidak paham mengapa dia menghayalkan Mika sekarang.

Mika. Nama itu menggema di dalam kepala Nayla. Hatinya masih nyeri pada kenangan yang sudah dia tinggalkan sejak menerima sosok Andre dalam hidupnya. Dia bahagia bersama Andre, tentu saja. Dia juga tidak menginginkan Mika hadir kembali dalam hidupnya karena dia takut perasaan lama yang mati-matian dikuburnya dalam kotak kenangan akan kembali lagi. Seperti saat ini.

Mika maju selangkah mendekati Nayla. Tapi Nayla mundur selangkah juga menjauhi Mika. Mika memandangnya dengan tatapan kecewa atas reaksi Nayla. Sahabatnya dulu telah berubah. Apa yang terjadi?

"Nayla," panggil Mika kembali.

Stop manggil gue dengan nama itu! Nayla menjerit dalam hati. Dia menghela napas. Berusaha keras menghadirkan wajah Andre di kepalanya. Gagal. Matanya bertemu dengan mata Mika. Lalu sesegera mungkin, pikirannya kini penuh dengan gambaran sosok Mika yang menurut Nayla jauh lebih berkharisma dari terakhir dia bertemu dengan cowok itu. Nayla menelan ludahnya ketika menyadari perasaannya sendiri.

"Nayla." Kini tangan Mika menyentuh bahunya. Nayla tidak nyaman dengan sentuhan itu. Dia menggerakkan bahunya, membuat tangan Mika kini menggapai udara kosong.

"So-sorry, Ka. Gue, ng, udah punya cowok," kata Nayla. Tenggorokannya kering.

Mika memaksakan sebuah senyum menanggapi kalimat yang keluar dari bibir Nayla.

"Gue tau kok. Lo pacaran sama Andre Valentino, si violinist itu 'kan?" kata Mika. Nayla memandang Mika dengan antusias. Yup, kalimat itu sangat menarik perhatian Nayla.

"Dari mana lo tau Andre?" tanya Nayla. Mika tahu Nayla sudah masuk jebakannya. "Lo kenal sama dia?" Mika tersenyum miring.

"Kenal," jawab Mika sambil mengangguk. "Hm, persisnya, gue tahu siapa dia sebenarnya."

"Ma-maksud lo?" Nayla terbata-bata menanggapi kalimat yang sangat tidak terduga itu.

"Kalo lo ga keberatan, gimana kalo kita obrolin ini sambil duduk di mana gitu?" tawar Mika. "Udah lama kita ga ketemu. We need to catch things up." Nayla menelan ludahnya dan menatap Mika dengan rasa ingin tahu. Sejujurnya, Nayla sangat tergoda oleh tawaran Mika. Sudah lama dia tidak bertemu dengan Mika. Ada rasa rindu yang menyelinap dalam hatinya, begitu juga dengan rasa penasaran tentang apa yang Mika tahu tentang Andre. Tetapi, Nayla teringat bahwa hari itu dia harus mengajar les sekaligus kencan es krim dengan Andre dan Kei setelahnya. Dia terpaksa harus menolak ajakan Mika.

"Sorry, Ka. Gue ada urusan. Harus balik sekarang," kata Nayla. "Ng ... next time, maybe?" Nayla langsung menyesali kata-katanya barusan.

Ah, Nay! Jangan cari masalah deh, omel Nayla pada dirinya sendiri.

Awalnya, Mika terlihat kecewa. Tapi lalu dia menghela napasnya. Mengangkat bahunya.

"Oke," sahut Mika. "Kalau gitu, gue pinjem handphone lo, boleh?"

"Hah?" Nayla melongo. Mika tersenyum melihat reaksi Nayla. Sungguh dia rindu dengan ekspresi polos Nayla.

"Buat simpen nomor gue di hape lo," kata Mika.

"Oh." Nayla mengeluarkan handphone-nya dan memberikannya pada Mika.

Mika meringis samar ketika dia melihat wallpaper handphone Nayla. Bukan, bukan foto yang memamerkan kemesraan sepasang kekasih seperti yang selalu diperlihatkan Andre di halaman Facebook-nya. Melainkan foto candid Andre yang sedang bermain biola. Tetapi, dengan melihat foto itu saja, dia bisa merasakan bagaimana perasaan Nayla pada si violinist saingannya itu.

It's gonna be a hard work, Mika. But, still, Nayla is worth to try. Mika menyemangati dirinya sendiri.

Dia mengetikkan nomor handphone­-nya sendiri dan menyimpannya pada daftar kontak di handphone Nayla. Lalu, dia menekan tombol hijau untuk menyambungkan dengan handphone-nya sendiri.

"Maaf pulsa Anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini. Silahkan isi ulang pulsa Anda."

Mika tidak sanggup menahan tawanya. Dia menekan tombol merah di layar handphone Nayla. Lalu mengembalikan benda itu ke pemiliknya. Wajah Nayla memerah sampai ke telinganya. Dia memang tidak pernah punya pulsa cadangan. Hanya membeli kuota untuk paket internetnya. Toh sekarang hampir semua aplikasi messenger sudah ada fasilitas free call dengan kualitas yang tidak mengecewakan. Nayla ikut tertawa saja untuk menutupi rasa malunya.

It's just like old times. Gue dan Mika bisa tertawa lepas seperti ini.

"Berapa nomor lo?" tanya Mika, membuyarkan pikiran absurd Nayla. Cowok itu mengeluarkan handphone-nya sendiri. Nayla lalu menyebutkan sederet angka. Beberapa saat kemudian, handphone Nayla berdering. Nayla melihat display name yang diketikkan oleh Mika tadi. Matanya membulat kaget.

Tulisan 'Mika-nya Nayla' berkedip-kedip sesaat di layar handphone Nayla.

What?

Baru saja Nayla membuka mulutnya untuk protes, kini giliran handphone Mika yang berdering. Mika mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada Nayla bahwa dia perlu mengangkat telepon itu.

"Ya, Gab?" jawab Mika pada dering ketiga.

"..."

"Ga perlu tau."

"..."

"Hm, tadi 'kan bilangnya cuma anter doang. Lo ga minta tungguin."

"MIKA! SHIT!"

Nayla ikutan menoleh mendengar makian itu. Mika menyerngitkan dahinya.

"Gue ber..."

Tut...tut...tut...

"Ah, shoot!" desah Mika. Dia lalu terlihat sibuk mengetik di layar handphone-nya. Baru setelah dia mengantongi handphone-nya kembali, Mika menatap Nayla yang masih berdiri di hadapannya.

"Jadi, Nayla, sepertinya gue juga harus pergi. Gaby udah teriak-teriak mau pulang," ujar Mika pada Nayla. Nayla sepertinya hanya setengah menangkap kata-kata Mika, masih cukup kaget dengan makian yang didengarnya tadi. "Gaby itu adik gue," Mika merasa perlu memberi penjelasan, "super galak dan rese. Sorry for the bad word of hers."

Bibir Nayla membulat, tanda dia mengerti.

"I'll call you later," kata Mika. Mika membungkuk sedikit dan mengecup pipi Nayla. Mika melambai pada Nayla dan berjalan menjauh.

Nayla terpaku. Dia meraba pipinya yang baru saja dicium oleh Mika. Jantungnya berdebar sangat keras. Rasanya seperti baru saja ada yang mengabulkan permintaan terbesar seumur hidupnya. Bahagia. Berbunga-bunga.

Tapi...

Tidak pantas. Sangat tidak pantas.

Mata Nayla tiba-tiba panas. Air matanya menetes satu per satu di pipinya.

Perasaan apa ini?

***

Hola!

Saya semangat banget nulis nih sejak Mika kembali ke hari-harinya Nayla. Mika, aku padamu. Lho?!

-astrid-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro