MTM - 30

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***

"Saya sudah masuk mall, di mana posisi kafenya?"

"Di sebelah tempat gym, Pak."

"Baik. Saya segera sampai di sana."

Setelah sambungan teleponnya terputus, Arga sedikit berdecak.

Terkadang Arga tidak habis pikir kenapa teman-temannya atau rekan bisnisnya lebih senang mengadakan meeting di luar kantor--kafe dan sebagainya?

Padahal Arga pikir meeting di kantor jauh lebih nyaman, terlebih bisa menghindari adanya insiden barang atau berkas sebagai bahan meeting yang tak terbawa atau tertinggal.

Mata Arga menjelajah seisi kafe yang dimaksud oleh rekan bisnisnya, kemudian ia sedikit tersenyum saat orang yang akan ditemuinya nampak mengangkat tangannya--memberitahu jika dia ada di sana.

"Silahkan duduk, Pak." Laki-laki berjas abu-abu mempersilahkan.

Arga duduk di hadapannya, langsung memanggil salah seorang waiter untuk memesan secangkir hot cappucino yang akan menemaninya meeting siang ini.

"Gak pesan makan, Pak?" tanya Andi--rekan bisnis Arga.

Arga melirik ke arah Andi seraya menggelengkan kepala. "Oh nggak, tadi is--eh, Mama saya nelpon kalo saya ditunggu di rumah karena dia masak makanan kesukaan saya," ujar Arga kikuk.

Tetapi sepertinya Andi mengerti, laki-laki itu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Oh baiklah kalo begitu kita mulai saja meeting-nya agar Anda bisa segera pulang, supaya masakan Mama Anda tidak keburu dingin," kekeh Andi.

"Ya," sahut Arga.

Kemudian mereka memulai meeting-nya. Meeting ini membicarakan mengenai perusahaan Arga yang berniat akan membuka cabang perusahaan dengan bidang yang berbeda dan ini mengenai tawaran untuk perusahaan Andi menanam saham di sana.

Ah sial ... seharusnya Arga mengajak Sila untuk meeting bersamanya siang ini. Sepanjang obrolan berjalan, Arga benar-benar tidak berkonsentrasi setelah seorang laki-laki yang nampak tidak asing untuknya masuk ke dalam kafe bersama seorang gadis--yang tidak ia kenal.

"Untuk penanaman saham, saya perlu memikirkannya lagi. Tapi saya rasa, penjelasan Anda tentang perusahaan baru itu begitu menarik," ujar Andi di akhir pembicaraan mereka.

"Iya tentu saja, rencana itu sudah saya pikirkan dengan matang," sahut Arga selagi matanya masih terus menatap meja laki-laki yang membuat dirinya tak fokus beberapa menit belakangan ini.

"Baiklah, sekali lagi, akan saya pikirkan. Kalo begitu saya permisi yah? Dan Anda, segeralah pulang sebelum masakan Mama Anda menjadi dingin." Andi tersenyum lebar seraya berjabat tangan dengan Arga.

Setelah Arga menganggukan kepalanya, Andi mulai bergerak meninggalkan Arga yang masih terus fokus pada meja di pojok sana.

***

"Sei!"

Arga berteriak begitu dirinya masuk ke dalam apartment.

Dari dalam, Seina nampak berlari kecil menghampirinya dengan kening yang berkerut.

"Kenapa?"

"Tadi gue liat Ga----"

Mengerti dengan nama yang akan Arga sebut, Seina segera menutup mulut Arga dengan telapak tangannya.

"Sssstttt ...," desis Seina.

"Lepas ah!" seru Arga setelah berhasil menyingkirkan tangan Seina dari mulutnya.

"Tadi gue liat----"

"Liat siapa, Ga?"

"Eh? Mama." Arga tersenyum kikuk saat mendapati Wina--Mama Seina, muncul dari dalam.

Arga langsung mendekati Wina, mengecup punggung tangan Wina dan sedikit berbasa-basi bertanya kapan Wina datang.

Ah ... pantas saja Arga melihat Seina menggunakan perut hamil palsu miliknya, rupanya ini alasannya?

Memang, sekarang usia kehamilan Seina yang diketahui oleh Wina dan Wulan berusia 20 minggu, dan kata teman Nevan yang berprofesi sebagai dokter kandungan, itu usia kehamilan yang sudah membuat perut sedikit membuncit, hingga akhirnya atas bantuan Nevan dan temannya lah Seina bisa mendapatkan perut hamil palsu silikon itu. Dan ... mereka akan terus menggantinya sesuai usia kehamilan Seina.

"Baru pulang, Ga?" tanya Wina setelah mereka duduk di sofa ruang televisi.

"Iya, Ma. Ini Arga pulang lebih cepet sih, biasanya jam 5 baru keluar kantor," ujar Arga setelah ia melirim jam di pergelangan tangannya di mana jam di sana masih menunjukan pukul 15.31 WIB.

"Sei, kenapa malah ikut duduk? Kamu gak bikinin kopi buat Arga atau bantu Arga taruh tas kantornya?"

"Ah--ehm, iya ini Sei mau bikinin kopi buat Arga sekalian taruh tasnya," sahut Seina kikuk.

Gadis itu meraih tas kantor Arga, kemudian bangkit dari duduknya, masuk ke dalam kamar dan kembali untuk membuatkan kopi di dapur.

"Kamu capek?" tanya Seina berbasa-basi setelah meletakan cangkir kopi buatannya di atas meja.

Oh sial ... Seina benci saat-saat seperti ini di mana ia harus berpura-pura sok perhatian pada Manusia Kenyal ini.

"Gak kok, kamu gak perlu pijitin aku, Sayang." Arga mengerlingkan sebelah matanya untuk menggoda Seina.

"Gimana kabar anak kita hari ini, Sayang? Apa dia kangen sama Daddy-nya?" Kini Arga mengubah topik pembicaraannya. Tangannya terulur untuk mengusap perut Seina yang nampak sedikit membuncit--berkat perut hamil palsunya.

"Oh dia nendang, Sayang. Kayaknya dia bener-bener kangen sama Daddy-nya," lanjut Arga.

Seina mendesis di dalam hati. Astaga ... apa benar di usia kehamilan 5 bulan, seorang janin di dalam kandungan sudah bisa memberi sebuah tendangan? Bahkan mereka berdua saja tidak tahu itu, tapi kenapa Arga bisa bicara demikian? Dasar Agar-agar hambar!

"Kalian romantis banget sih? Oke, Mama gak mau ganggu kalian, jadi biarin Mama lanjutin masakan Mama aja yah?" Wina yang merasa tak diacuhkan pun nampak bangkit dari duduknya.

"Biar Sei bantu yah, Ma?" Seina sudah akan bangkit dari duduknya jika saja Arga dan Wina sama-sama tidak melarangnya.

"Gak usah, biar kamu temenin suami kamu aja, Sei. Temenin dia ngobrol, tanya gimana pekerjaannya hari ini," kekeh Wina sebelum ia benar-benar melenggang menuju dapur.

"Iya, Sayang. Udah kamu di sini aja sama aku." Arga mengecilkan nada bicaranya setelah merasa Wina sudah tidak akan memperhatikan mereka lagi.

"Gak usah panggil gue sayang-sayang!" cicit Seina.

"Kan ada nyokap lo. Lagian gimana dia bisa dateng? Untung lo sempet pake perut silikon itu," kekeh Arga.

"Iya lah! Untung nyokap gue ngechat dulu kalo mau main ke sini," sahut Seina seraya memajukan bibirnya.

"Oh omong-omong ada yang mau gue omongin ke lo soal Gavin," ujar Arga tiba-tiba.

Mendengar nama Gavin disebut, Seina diam. Ia menatap Arga lekat.

"Gavin? Kenapa?"

"Lo sama dia udah putus?"

Seina tidak menjawab, ia hanya menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

"Tadi gue liat dia sama cewek di kafe. Pas gue lagi ketemu sama rekan bisnis gue," ucap Arga.

Seina terkekeh, " Gak usah ngaco! Bahkan lo aja gak tau muka Gavin, jadi ya gak usah bilang begitu."

"Sei ... sini bantuin Mama!" Teriakan Wina membuat Seina tersenyum lebar.

"Iya, Ma!" Tanpa basa-basi lagi, Seina langsung meninggalkan Arga untuk menghampiri Mamanya.

Bersyukur ternyata sang Mama butuh bantuannya, Seina sudah benar-benar malas mengobrol dengan Arga ... membahas Gavin secara tiba-tiba?

Ah ... Seina memang pernah menunjukan foto Gavin sesekali pada Arga--memamerkan jika wajah kekasihnya tampan, tetapi apa wajah Gavin benar-benar bisa melekat pada ingatan Arga sampai ia bisa berkata seperti itu?


---
Maaf baru bisa update, serius ini ngaret banget sih hehehe.

Kenapa bisa telat update belakangan ini? Ah itu ... followers instagram aku pasti tau apa godaannya sampe aku bisa telat update; Film sama Mobile Legends😂

Btw kalian udah bantu aku di sweek? Hari ini (040718), hari terakhir buat cari pembaca! Jadi buat yang belum bantu aku, mohon bantuannya, bisa cek part HELP ME!!😊

Instagram:
(at)ashintyas
(at)oreovanila.story
(at)arga_dimitra
(at)seina_alexandra

Serang, 4 Juli 2018

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro