MTM - 54

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***

Los Angeles, 08.07 AM

Seina mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya ia bangkit dari kasurnya dan berlari kecil menuju kamar mandi.

Wanita itu duduk di lantai dan memuntahkan semua yang sejak tadi mendesak keluar dari mulutnya ke closet.

Setelah merasa keadaan perutnya membaik, Seina bangkit menuju wastafel untuk membersihkan mulutnya.

"Ah ... kalian kenapa?" Seina menatap dirinya dari pantulan cermin seraya mengusap perutnya.

Tiba-tiba Arga mengetuk pintu kamar mandi, namun Seina tak memberikan respon apapun sampai akhirnya tanpa mengetuk lagi, laki-laki itu membuka pintunya.

Arga nampak menghela napas lega saat mendapati Seina berdiri di depan wastafel, menghadap cermin. Ia pikir istrinya pingsan di dalam sini.

"Kamu kenapa?" tanya Arga.

"Kenapa kamu udah bangun?" Bukannya menjawab, Seina justru balik bertanya.

"Iya, aku kebangun saat denger suara kamu muntah-muntah," jawab Arga.

Arga menuntun Seina untuk keluar dari dalam kamar mandi.

"Kamu kenapa? Kita ke rumah sakit yah?"

Seina menggeleng. "Nggak usah, tolong ambilin handphone aku aja."

Arga patuh. Ia meraih ponsel Seina yang berada di atas nakas, kemudian memberikannya pada Seina.

"Untung semalam udah sempet beli kartu," gumam Seina.

"Kamu mau ngapain?"

"Mau hubungin dokter Miya," jawab Seina.

Arga terdiam. Akhirnya dia hanya memperhatikan gerak-gerik Seina saat jari-jari wanita itu bergerak dengan lihai di atas keyboard ponselnya.

"Morning sickness," ujar Seina setelahnya.

"Kata dokter Miya, kemungkinan ini fase morning sickness, Ga," jelas Seina yang seolah mengerti dengan keryitan di dahi Arga.

"Oh ... kamu inget nggak sih? Yang waktu aku pura-pura hamil itu, terus kita searching tentang ngidam dan morning sickness?" Seina berusaha mengingatkan Arga.

"Ah ya ... aku inget, morning sickness di usia kehamilan yang masuk 10 Minggu?" Arga kembali mengeryitkan kening.

Seina mengangguk. Ia kemudian berselancar di google melalui ponselnya.

"Fase morning sickness sama ngidam tiap perempuan hamil itu beda-beda, Ga. Jadi, ya bisa jadi aku emang baru morning sickness di usia kehamilan 10 Minggu ini," jelas Seina.

Perlahan, Arga mulai tersenyum dan menganggukan kepala paham.

Sedangkan Seina terlihat menutup mulutnya dengan telapak tangannya sampai akhirnya ia kembali berlari ke dalam kamar mandi, kembali memuntahkan semuanya pada wastafel.

Arga menyusul Seina, ia memijat pelan tengkuk Seina. Berusaha membantu Seina untuk memuntahkan semua yang ingin Seina muntahkan.

Setelahnya, wajah Seina nampak terlihat pucat, keringat dingin membasahi wajah dan tubuhnya yang membuat Arga khawatir.

"Kita ke rumah sakit yah? Ayo!" Arga menitah Seina untuk keluar dari kamar mandi.

Seina menggeleng. Ia memaksa Arga untuk membantunya duduk di tepi ranjang.

"Nggak usah."

"Kenapa? Kita harus ke rumah sakit, Sayang. Kita bakal di LA selama 7 bulan ke depan, jadi kalau ada keluhan apapun tentang kehamilan kamu, mau nggak mau kita harus konsultasi ke dokter yang ada di sini," ujar Arga panjang lebar.

"Ya, tapi apa gunanya ke rumah sakit? Dapet obat? Aku nggak mau," ujar Seina pelan.

"Tapi----" Ucapan Arga terhenti saat Seina meletakkan telunjuknya di depan bibir Arga.

"Aku baik-baik aja, Ga."

"Kalau ke rumah sakit lebih baik. Seenggaknya kamu bakal dapat obat buat penghilang mual, Sei," ujar Arga.

Seina menggeleng. "Aku baik-baik aja selagi ada kamu."

"Kamu peluk aku, rasa mualku hilang kok." Seina berhambur memeluk tubuh Arga.

Harum khas tubuh Arga memberi ketenangan tersendiri untuknya. Sedangkan Arga, ia membalas pelukan Seina, mengusap kepala Seina dengan lembut, sesekali nampak mengecup pipi Seina.

"Sejak kapan kamu bisa gombal?" goda Arga.

"Aku nggak gombal. Beneran kok," kekeh Seina.

"Iya, iya. Tapi kamu beneran nggak mau ke rumah sakit, Sei?"

"Nggak usah. Kita tidur lagi aja yah? Tapi kamu harus terus peluk aku," ujar Seina.

"Iya."

Akhirnya Seina dan Arga kembali merebahkan tubuh di atas kasur. Seina kembali memejamkan matanya dalam pelukan Arga.

"Kalian jangan nyusahin Mommy yah," gumam Arga seraya mengusap pelan perut Seina.

Kemudian Arga juga ikut memejamkan mata setelah mengetahui Seina sudah kembali tidur dengan tenang.

***

Seminggu berlalu. Kehidupan Arga dan Seina di Los Angeles, berjalan tanpa ada masalah apapun.

Pasangan suami-istri itu mulai beradaptasi dengan lingkungan mereka. Bahkan Seina sudah mulai masak sendiri untuk makan siang dan makan malam mereka daripada harus terus-menerus mengkonsumsi makanan cepat saji. Itu tidak akan baik untuk kesehatan si kembar.

Fase morning sickness Seina sudah berkurang dari satu minggu lalu yang sehari bisa beberapa kali bolak-balik ke kamar mandi.

"Sei, daritadi handphone kamu di kamar bunyi terus," ujar Arga saat melangkah mendekati Seina yang masih sibuk memasak di dapur.

Laki-laki itu mengecup puncak kepala Seina dengan tangannya yang bergerak mengusap perut Seina.

"Nggak kamu angkat?" tanya Seina.

"Tadi aku lagi di kamar mandi, pas keluar, udah mati. Mau aku cekin panggilan dari siapa?"

Tak ada sahutan apapun dari Seina selain anggukkan kepala.

Arga tersenyum dan kembali masuk ke dalam kamar, meraih ponsel Seina dan setelah kembali, ia bergerak duduk di salah satu kursi yang berada di dapur.

"Panggilan suara di whatsapp dari Mama Wina," ujar Arga.

Sepersekian detiknya mereka berdua sama-sama tertegun.

Mama Seina, menghubungi Seina? Ada apa? Apa mereka mulai menyadari kepergian Seina dan Arga dari Indonesia?

Seina meraih ponselnya dari tangan Arga.

Seina mengecek kalender di ponselnya, banyak note bertebaran di sana.

"Kandunganku yang Mama tahu, minggu ini masuk ke minggu 33, jadi kayaknya wajar mereka ngehubungin aku, mungkin was-was karena pikir sebentar lagi aku lahiran?"

"Oh. Kalau gitu coba kamu hubungin Mama, biar mereka di sana nggak khawatir," ujar Arga selagi tangannya menyelipkan rambut Seina ke balik telinga.

Seina menatap nanar langit ruangan. Terdengar helaan napas berat yang keluar dari mulutnya.

"Aku chat aja yah? Aku nggak sanggup kalau harus telepon," ujar Seina.

Arga tertegun. Ia menarik Seina ke dalam pelukannya. Mengecup wajah Seina beberapa kali.

"Maafin aku. Karena mikirin keadaan Mama Wulan, aku sampe bawa kamu pergi jauh dari mama Wina dan papa Heri. Maaf," bisik Arga tepat di telinga Seina.

Seina menggeleng. "Kenapa? Ini bukan salah kamu kok. Lagian kan ini salah aku juga, seharusnya kalau aku nggak setuju sama kamu, aku bisa tolak ajakkan kamu buat ke LA kan? Tapi, aku percaya sama kamu, semua bakal baik-baik aja, Ga."

Lagi, Arga kembali mengecup Seina, mengeratkan pelukannya.

"Iya, semua bakal baik-baik aja."

Seina berusaha melepaskan pelukkan Arga. "Aku balas chat Mama dulu."

Seina Alexandra: Ada apa, Ma?

Tak perlu waktu lama untuk Wina membalas pesan dari Seina.

Mamaku Sayang: Sei, baik-baik aja?

Seina Alexandra: Iya, Ma. Sei sangat baik.

Mamaku Sayang: Kandungan kamu gimana? Kapan lahiran?

Seina Alexandra: Dedeknya baik-baik aja, Ma. Makin aktif :)

Lagi-lagi Seina nampak menengadahkan kepalanya menatap langit-langit ruangan. Wanita itu berusaha menahan airmatanya yang akan jatuh.

Arga yang melihat itu hanya tertegun. Ini memang salahnya, seharusnya apapun risikonya, ia harus berkata jujur pada orangtuanya dan orangtua Seina.

Tapi sekarang, semuanya terlambat. Mereka sudah terlanjur terbang ke Los Angeles, yang akhirnya membuat Arga hanya bisa berharap kalau semua akan berjalan sesuai rencana mereka.

"Semua bakal baik-baik aja," bisik Arga.

Seina menatap Arga seraya menganggukkan kepala. "Iya."

---
Yeayyy malam minggu ini ditemani Seina dan Arga!😆

Ayo tepatin janjinya, yang biasa cuma komen "next" "cepet next" diganti dengan "semangat, kak!" "semangat, nes!" dan semacamnya ya!😘

Instagram:
(at)ashintyas
(at)oreovanila.story
(at)arga_dimitra
(at)seina_alexandra

Serang, 10 November 2018

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro