MTM - 55

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***

Kemellowan yang terjadi antara Arga dan Seina akhirnya terusik saat ponsel Seina kembali berdering, Mama-nya kembali membalas chat-nya.

Mamaku Sayang: Ya bagus. Itu Si Arga udah disuruh cuti aja, takut tiba-tiba kamu kontraksi mau lahiran terus nggak ada siapa-siapa di apartmen, Sei

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Seina tertarik. Wanita itu tersenyum tipis yang membuat Arga mengeryit saat memperhatikannya.

"Kenapa, Sei?"

"Nggak apa-apa. Mama bawel," sahut Seina.

"Ah ...," respon Arga seolah mengerti.

Mengabaikan Arga, Seina kembali fokus pada ponselnya, kembali membalas pesan sang Mama.

Seina Alexandra: Iya, Ma. Sei juga udah paksa Arga buat cuti kok. Kemungkinan besok Arga udah nggak pergi ke kantor.

Seina tersenyum tipis saat pesan itu sudah terkirim. Kemudian ia meletakkan ponselnya di atas meja.

Wanita itu berbalik menuju meja kompor, kemudian terkejut saat mendapati pancake buatannya kini sudah berubah menjadi warna cokelat. Pancake-nya gosong.

"Agar! Kenapa kamu diam aja? Masakanku gosong," desis Seina seraya mematikan kompor.

Mata wanita itu mulai berkaca-kaca, kemudian isakan tangis terdengar dari mulutnya.

Dan Arga, yang melihat semuanya, hanya bisa terdiam. Menatap Seina dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku nggak ngerti apa-apa," gumam Arga.

Tapi beberapa detik kemudian, laki-laki itu menarik Seina ke dalam pelukannya. Mengecup puncak kepala Seina beberapa kali.

Arga membiarkan wanitanya itu menangis, dan berniat akan bertanya setelah tangisan itu mereda.

"Lepas," gumam Seina.

Setelah cukup lama menangis, Seina akhirnya terdiam, berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Arga.

"Kamu kenapa? Masih baper-baperan karena bawaan si kembar?" Arga mengeryitkan kening.

"Nggak tahu tuh! Pikir aja sendiri!" Wanita itu menatap tajam ke arah Arga sebelum akhirnya beranjak masuk kamar.

Arga menatap kepergian Seina sambil menghembuskan napas kasar. Tangan kanannya bergerak mengusap dadanya.

"Sabar, Ga, sabar, tinggal---" Arga menggantungkan ucapannya. Kedua tangannya terangkat, jarinya satu persatu ia lipat, seolah tengah menghitung usia kehamilan Seina.

"Sekarang udah 11 Minggu, berarti kurang lebih tinggal 6 Bulan, Ga. Sabar," gumam Arga menyemangati dirinya sendiri.

Setelah itu kakinya melangkah untuk menyusul Seina. Mendapati Seina yang membelakangi pintu, Arga kembali memeluk tubuh Seina dari belakang. Mengecup leher Seina secara perlahan.

"Geli ...," desis Seina.

"Udah dong, kamu jangan ngambek. Bilang sama aku, kenapa? Jangan ngode gitu, aku nggak pintar buat terima sebuah kode cewek," ujar Arga.

Kini Arga sudah duduk di samping Seina.

"Maaf, pagi ini aku nggak bikin sarapan buat kamu. Pancake-nya gosong, dan bahan mentahnya habis." Mata Seina kembali berkaca-kaca.

"Itu juga kan salah kamu yang ngediamin masakan aku, padahal aku lagi chating sama Mama," tambah Seina dengan suara lirih.

"Jadi apa masalahnya? Cuma itu? Kenapa harus minta maaf?"

"Karena aku ngerasa nggak jadi istri yang baik buat kamu," sahut Seina.

"Tapi kamu jadi Mommy yang baik buat si kembar." Arga mengusap perut Seina.

"Ayo berdiri. Sekarang kita makan di luar, dan masalah selesai!" seru Arga.

"Makan di luar?" Seina nampak tak yakin.

"Iya, sejak tinggal di sini, udah lama juga kan kita nggak makan di luar lagi? Padahal awal-awal selalu makan di luar," ujar Arga.

"Ah ... iya."

"Yaudah sana kamu ganti baju!" perintah Arga.

"Iya."

Setelah Arga dan Seina siap, mereka pun pergi menuju sebuah restoran tak jauh dari apartmen.

Masalah selesai. Arga pikir kenapa Seina menangis, ternyata hanya masalah sepele seperti itu.

Baiklah, sepertinya selama masa kehamilan, hal seperti itu memang akan sering terjadi. Arga harus menambahkan stok kesabarannya.

***

Los Angeles, 11.14 AM

Hari ini, sejak pagi, Seina terus menangis di atas tempat tidur. Dan itu bukan tanpa alasan.

Arga dan Seina sudah tinggal di Los Angeles selama hampir 2 bulan. Kandungan Seina pun kini sudah menginjak minggu ke 18, di mana perut Seina mulai terlihat membuncit mengingat jika wanita itu mengandung dua janin, itu membuat gerakannya mulai terbatas.

Terkadang, Seina juga mulai merasa sesak. Dan rasa sesak itulah yang menjadi alasan Seina menangis saat ini, ditambah, sejak kemarin, orangtuanya dan orangtua Arga terus menghubungi whatsapp-nya. Membuat Seina semakin rindu semua orang di Indonesia.

"Sayang, udah dong, jangan nangis." Arga mengusap-usap lengan Seina, berharap itu akan memberi rasa tenang untuk istrinya.

"Gimana aku bisa tenang? Aku kangen Mama, Ga ...," oceh Seina di sela-sela isak tangisnya.

"Iya, aku tahu. Aku juga kangen mereka. Mereka nggak cuma hubungin kamu, tapi aku." Dari cara bicara Arga, jelas sekali jika laki-laki itu berusaha menahan emosinya.

Seina mengusap kasar airmata di pipinya, ia menatap Arga tajam.

"Kamu tahu nggak sih? Minggu ini, yang orangtua kamu dan orangtua aku tahu, usia kehamilan aku udah masuk 40 Minggu! Usia ideal untuk melahirkan, Ga. Jadi wajar mereka terus hubungin kita, mereka pasti khawatir. Dan apa? Rasanya sekarang aku capek. Aku udah nggak sanggup buat bohong lagi." Mata Seina kembali memerah. Buliran airmata kembali keluar dari sudut matanya.

"Sebenernya, kenapa aku nggak berpikir panjang? Gimana caranya aku mau ikut nutupin kebohongan kehamilan itu? Terus gimana caranya kita pulang bawa bayi umurnya beda sama umur bayi yang seharusnya mereka tahu? Ditambah kita bawa dua, bukan satu kayak mereka tahu. Semua akan ketahuan. Kamu dan aku, bohong." Seina menekan nada bicaranya saat mengatakan kata bohong.

"Dan kamu, mau pulang gitu aja sekarang? Ngebiarin dua bulan kita di sini berakhir sia-sia?" tanya Arga seraya menatap Seina lekat.

Seina terdiam. Ah benar, kalau sekarang ia memutuskan untuk kembali, waktunya di Los Angeles selama dua bulan ini adalah kesia-siaan.

"Kenapa kamu mikirin sesuatu yang belum tentu terjadi? Ah ya, aku lupa, itu emang kebiasaan kamu," desis Arga melemahkan nada bicaranya di akhir ucapannya.

"Kita harus percaya kalau kemarahan orangtua kamu dan aku bakal mereda setelah kita pulang dengan bawa mereka," lanjut Arga lagi. Kini tangannya bergerak mengusap perut buncit Seina.

"Assshh ...." Seina meringis. Tangannya ikut menyentuh perut buncitnya.

"Kamu nggak apa-apa? Kamu kenapa?" tanya Arga panik.

"Mereka gerak. Kamu nggak ngerasain?"

"Ah ... jadi barusan itu gerakan mereka? Aku pikir cacing di perut kamu lagi demo," canda Arga.

Seina memutar bola mata malas. Kemudian tangannya kini bergerak mencubit lengan Arga.

"Nggak lucu!"

"Jadi, sekarang udah nggak ngambek? Atau masih mau tetep pulang ke Indonesia?"

"Nggak tahu! Aku butuh berpikir! Mending kamu pergi! Keluar dari kamar!" Seina mendorong tubuh Arga, memaksa laki-laki itu untuk turun dari kasur.

"Ah iya, aku keluar. Tapi sebentar." Arga kembali mengelus perut Seina.

"Daddy keluar dulu yah, ninggalin Mommy. Mommy lagi marah sama Daddy. Kalian jagain Mommy baik-baik," ujar Arga tepat di depan perut Seina, kemudian ia mengakhirinya dengan dua kali kecupan sebelum akhirnya Arga benar-benar keluar dari kamar.

Di situasi seperti ini memang seharusnya ia mengalah. Membiarkan Seina menenangkan diri sendirian dan berpikir dengan jernih.

Kalau dirinya dan Seina sama-sama bersikap egois. Semuanya tidak akan berakhir dengan baik.

Seina menatap kepergian Arga dengan nanar.

Setelah pintu kamar tertutup, Seina kembali mengusap perut buncitnya. Dan lagi-lagi, airmatanya kembali menetes.

"Jadi, apa yang harus Mommy lakuin?" gumam Seina seolah mengajak kedua buah hati di rahimnya berbicara.

"Mommy harus pulang sekarang, atau tetap di sini sama Daddy sampai kalian lahir?"

"Kalian harus kasih tau, Mommy."

---
Hihi aku nggak ngerti, kenapa sekarang jadi update setiap seminggu sekali huhu

Aku jadi pemalas, padahal pengen cepet tamat. Maaf yah!

Eh jangan lupa aturan komen yang ada di part 54 yah!😝

Btw aku nulis cerita baru, judulnya "Grizelle". Cerita itu aku bikin untuk ikutan kompetisi #GrasindoStoryInc. Silakan mampir kalau kalian berminat!😊

Instagram:
(at)ashintyas
(at)oreovanila.story
(at)arga_dimitra
(at)seina_alexandra

Serang, 18 November 2018

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro