16. Hime's Birthday [Kento Version]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

September 16, 2017.

"Hime-chan!"

Aku menoleh saat seseorang menepuk pundakku pelan dan menyerukan namaku.

"Ken," Panggilku saat kutahu jika sahabat kecilku yang menepuk pundakku.

Dia tersenyum. Memerlihatkan gigi gingsulnya yang terlihat manis. Sontak, aku merasakan pipiku menghangat.

"Hime-chan, wajahmu memerah. Apa kau sakit?" Kento menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Raut wajahnya terlihat khawatir.

Bodoh! Wajahmu terlalu dekat!!

"Ti-Tidak. Aku tidak sakit." Aku menepis tangannya sedikit kasar. "Maaf. Mungkin karena cuaca hari ini panas," elakku.

"Hmm," Kento bergumam, "Aku kira kau sakit, Hime-chan. Dengar! Aku tidak ingin kau sakit."

Aku mengulum senyum. Perhatian seperti ini yang aku suka dari Kento. Dia selalu mengkhawatirkanku secara berlebihan.

"Ah. Ada apa, Ken?"

"Anoo ... nanti malam datang ke rumahku, ya?"

Aku mengernyit bingung. "Untuk apa?"

Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sudahlah. Datang saja."

"Baiklah." Aku mengangguk.

Dia mengacak-acak rambutku gemas. "Jya~ Sampai jumpa nanti malam. Aku menyayangimu, Hime-chan."

Pssshh!

Dia berlari meninggalkanku. Wajahku lagi-lagi memerah setiap Kento mengatakan kalimat seperti "aku menyayangimu" atau "Hime-chan, daisuki yo!"


***

Jam tujuh malam.

Aku sudah berada di depan pintu rumah Kento. Jari telunjukku beberapa kali menekan bel.

Cklek!

"Ara ... konbanwa, Hime-sama. Kento-sama sudah menunggu Anda di taman belakang."

Aku tersenyum sekaligus bingung. Taman belakang? Tumben sekali. "Terima kasih, Momoi-san."

Aku melangkahkan kakiku ke taman belakang. Gelap. Tidak ada siapa pun. Apa Kento sedang mengerjaiku?

Oh, ayolah!

Aku mengerjap. Telingaku mendengar dentingan tuts-tuts piano. Aku mencari sumber suara dan mendapati Kento tengah duduk seraya memainkan grand piano berwarna hitam di gazebo taman.

Lagu ini ... lagu yang dimainkan Kento—

—adalah lagu favoritku.

River Flow in You. Karya salah satu pianis terkenal, Yiruma.

Aku berjalan mendekati Kento. Hingga tak terasa kini aku sudah ada di sampingnya. Aku tak berniat mengganggu permainan piano Kento. Karena ... aku sangat menyukai saat-saat dimana Kento bermain piano.

Ting!

Permainannya selesai. Kedua tangannya terangkat di atas tuts-tuts piano. Dia menoleh ke samping, ke arahku.

"Bagaimana?" tanyanya padaku.

"Sangat indah. Bukankah kau tahu jika aku sangat menyukai permainan pianomu, Ken?"

"Di antara semua karya-karya pianis terkenal, kenapa kau begitu menyukai lagu 'River Flow in You'? Bukankah di playlist ponselmu banyak sekali musik-musik klasik dari piano?" Kento menuntunku untuk duduk di sampingnya.

"Tidak ada alasan khusus." Aku tersenyum.

Kento mengangguk paham. Dia lantas berdiri dan menatapku. "Tolong berdiri, Hime-chan."

Aku menuruti permintaannya. Dan ... tiba-tiba dia menutup kedua mataku dengan kain yang diikat di belakang kepalaku.

"Hei!"

"Tenang, Hime-chan. Aku tidak akan melukaimu," ucapnya tepat di telinga kananku. Tidak, lebih tepatnya dia sedang berbisik.

Kento menuntunku untuk berjalan mengikuti arahannya. Oh Tuhan, entah dibawa kemana aku ini.

Tiga menit berlalu. Kento menghentikan langkahnya. Pun denganku.

"Bukalah."

Aku membuka penutup mataku. Kelopak mataku beberapa kali mengerjap untuk membiasakan cahaya yang masuk ke mataku.

Satu.

Dua.

Tiga.

Aku membulatkan mataku.

Tunggu! Apa maksud semua ini?

"Otanjoubi omedetou, Hime-chan!" seru Kento dengan kedua tangan yang memegang bolu dengan lilin angka 2 dan 0.

Manik hazel-ku berkaca-kaca. Aku bahkan menutup mulutku saking terharunya.

Kento tersenyum lebar. "Gomen ne, aku hanya bisa memberikan ini dan juga penampilan—bermain piano—ku."

Aku menggeleng. Ini semua sudah cukup untukku. "Ken." Sungguh! Aku tak tahu harus mengucapkan apa.

"Make a wish, Princess."

Aku memejamkan mataku. Merapalkan beberapa harapan dalam hati. Kemudian aku membuka mataku dan meniup lilin dengan angka menunjukan usiaku, 20 tahun.

"Hime-chan, aishiteru yo."

Aku diam. Dua detik kemudian, aku tersenyum lebar. "Arigatou ... Ken."

-----FIN-----

"Maaf, Ken. Aku terlalu takut untuk membalas perasaanmu. Aku terlanjur nyaman dengan kondisi kita yang sekarang." -Adagaki Hime

"Friendzone ini menyakitkan, kau tahu? Saat kau mengutarakan perasaanmu pada seseorang yang kau cintai tapi dia hanya memberikan senyuman sebagai jawaban ... itu benar-benar menyesakkan dada." -Yamazaki Kento

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro