7. Unbelievable

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau sudah puas, 'kan?" Kento mengarahkan pisau lipat ke leher Matsuo. Matsuo terlihat ketakutan.

"A-Aku ... tidak melakukan apapun!" protes Matsuo.

Aku hanya duduk sambil memegang pipiku yang lebam. Kulit kepalaku serasa mengelupas karena beberapa saat yang lalu Matsuo menarik rambut panjangku dengan tidak berperasaan. Aku menyeka darah segar di sudut pipiku. Seragam yang kupakai terlihat lusuh karena Matsuo menyeretku.

Kalian bertanya apa yang sedang terjadi? Baiklah. Aku akan menjelaskannya.

***


Aku rasa, kalian sudah tidak asing dengan kasus bullying yang terjadi di Jepang karena Negeri Sakura adalah negara dengan urutan pertama kasus bullying terbesar di dunia. Dan aku ... salah satu korban pembully-an di sekolah. Hampir setiap hari aku menjadi bulan-bulanan mereka. Mulai dari mencorat-coret mejaku, menempelkan permen karet di kursiku, mengisi laci meja dan lokerku dengan sampah, menyiramku dengan air dingin saat turun salju (kalian bisa membayangkan bagaimana dinginnya air itu menusuk kulitku), sampai sekarang...

...Matsuo, lelaki yang juga sekelas denganku dan Kento. Dia tiba-tiba menyeretku paksa saat aku tengah menunggu Kento untuk makan siang bersama di atap sekolah. Matsuo menarik rambutku lalu menyeretku ke dinding yang berada sepuluh meter dari tempatku duduk sebelumnya, membuat seragamku kotor karena bergesekan dengan atap bangunan yang terbuat dari semen. Matsuo lalu menampar kedua pipiku dengan sangat keras secara bergantian. Tidak hanya sekali, berkali-kali. Hingga membuat bibirku sedikit sobek dan mengeluarkan darah. Matsuo juga menendang perutku.

Rasanya aku ingin mati saja saat itu juga.

Namun, Dewi Fortuna berpihak padaku. Pintu yang menuju atap sekolah terbuka. Kento muncul dari balik pintu itu. Aku sedikit meliriknya. Kento berjalan ke arahku dan Matsuo. Ia memasang wajah dingin yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ia menatapku sayu lalu menatap Matsuo dengan tatapan membunuh. Tangan kanannya dimasukkan kedalam saku blazer berwarna hitam dengan garis putih yang sama sepertiku. Sebuah earphone berwarna hitam menggantung di lehernya.

Matsuo menatap Kento dengan tatapan jijik. "Mau apa kau? Kau ingin membela gadis ini, Kento?" Dia menunjukku. "Jangan berlagak seperti pahlawan!"

Kento tetap diam. Dan itu membuat Matsuo meradang. Tangannya mengepal. Matsuo bersiap melayangkan tinjunya ke wajah Kento.

"JANGAAAAAAN!"

Krak!

Aku membulatkan mata, sedangkan Matsuo merintih kesakitan. Kento? Dia berhasil menghindari serangan Matsuo dan menyerang balik. Kento mengunci kedua tangan Matsuo ke belakang tubuhnya. Kento lalu menarik kerah Matsuo dengan tangan kirinya. Tangan kanannya mengeluarkan sesuatu dari dalam saku blazernya.

Pisau lipat.

Aku terkejut. Aku tidak menyangka jika Kento.. sahabatku sejak kecil membawa pisau lipat dan mengarahkannya ke leher Matsuo yang memperlihatkan urat-uratnya yang menegang. Matsuo ketakutan.

"Kau sudah puas, 'kan?" Kento mengarahkan pisau lipat ke leher Matsuo. Matsuo terlihat ketakutan.

"A-Aku.. tidak melakukan apapun!" Protes Matsuo.

Aku hanya duduk sambil memegang pipiku yang lebam. Kulit kepalaku serasa mengelupas karena beberapa saat yang lalu Matsuo menarik rambut panjangku dengan tidak berperasaan. Aku menyeka darah segar di sudut bibirku. Seragam yang kupakai terlihat lusuh karena ulah Matsuo.

Kento semakin menekan pisau lipatnya. Dia menyeringai. Tatapannya menggelap.

"Lalu ... menurutmu siapa yang menyiksa Hime sampai separah itu, hah?!" Ia melirikku. Intonasinya meninggi. "Jelas-jelas kau berada tepat di sampingnya dan tak ada siapa pun selain kau dan Hime sebelum aku datang!"

"Su-Sungguh! Bu-bukan aku!"

"Ken."

Kento melirikku sekilas sebelum akhirnya matanya kembali mengintimidasi Matsuo. Dia...

...bukan Kento yang kukenal.

Dia seperti sosok lain. Kento yang kukenal tidak mungkin melakukan hal nekad seperti ini. Kento memiliki kepribadian yang cukup tenang, pintar, tak acuh dengan keadaan sekitar, dingin, namun ia selalu bersikap hangat bila denganku, dan juga...

Tunggu!

"Ken! Jangaaan!" Aku menggeleng lemah. Aku merasa jika kepalaku terasa begitu berat. Mataku berkunang-kunang.

Aku berusaha berdiri sekuat tenaga untuk menghampiri Kento. Tidak! Jangan! Aku tidak ingin Kento menjadi pembunuh. Tidak! Kumohon...

CRAAASH!

Darah segar terciprat mengenai wajah dan seragamku. Aku mematung. Aku.. benar-benar tidak percaya dengan yang kulihat sekarang. Kento...

...menyayat leher Matsuo hingga lelaki itu tak berdaya. Dan Kento terlihat begitu menikmatinya.

Aku limbung dan ambruk. Diujung kesadaranku, aku mendengar suara Kento memanggil namaku dan aku menyium bau amis yang sangat menyengat. Darah.

Kento ... membunuh orang? []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro