My Brother's (25)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Shandy terlihat tengah asyik berdiam diri di belakang sekolah. Sebungkus amplop coklat masih dipegangi.

"Gue butuh barang ini," ucap Shandy.

Tak sabar Shandy langsung membuka amplop coklat. Kedua netra berbinar melihat isinya.

"Ahh... mantap banget sih. Gue jadi ketagihan gini."

Shandy menikmati dan menghirup bagian isi tersebut penuh khidmat. Semenjak mengenal hal 'itu' dirinya menjadi lebih tenang.

Konflik di rumah dengan kedua orang tua seakan terlupakan. Shandy semakin ingin menikmati isi setiap saat. Rasa ya yang manis dan lembut begitu menyentuh sensasi di lidah.

"Gila! Nggak salah gue beli nih barang ke Gilang!" seru Shandy heboh.

Terlintas wajah sang Adik yaitu Fiki. Kesenangan Shandy mendadak menghilang. Dia mengepalkan salah satu tangan erat.

"Gue sangat membenci lo, Fiki!"

Seakan luapan emosi keluar begitu saja. Rasa kesal dan mungkin ada dendam menumpuk di hati.

Padahal Shandy dan Fiki adalah sosok Kakak Beradik yang membuat orang-orang melihat interaksi mereka merasa iri. Namun, semua itu hanyalah pandangan semata.

Shandy di rumah selalu mendapatkan perlakuan buruk dari sang Ayah. Setiap Fiki yang melakukan kesalahan, dirinya pasti menjadi korban tak bersalah.

Setiap saat Shandy harus menerima siksaan berupa sabetan sabuk hingga pukulan di sekujur tubuh. Tubuh kurus Shandy mengalami luka-luka memar. Dan Shandy tak berani melawan.

"Fik, kalau kehadiran lo hanya buat gue menderita dan tersiksa. Lebih baik lo nggak usah ada di dunia ini."

Emosi Shandy sudah meluap. Dia tak mau memikirkan lebih jauh, barang di tangan ya saat ini lebih menarik hati. Memikirkan sosok Fiki hanya membuat dirinya tersiksa batin, jiwa dan raga.

Tanpa Shandy tahu, seseorang sedang merekam semua yang dia lakukan. Orang misterius itu menyeringai lebar seakan mendapatkan sebuah hal yang menarik.

"Ooh... sepertinya Shandy sudah mulai masuk ke dalam permainan," ucapnya tersenyum tipis.

Orang misterius itu masih santai merekam apa yang Shandy lakukan di belakang sekolah. Bahkan sampai dia duduk dan mengemil jajanan kecil.

"Ayoo Shandy, buat gue semakin menikmati permainan ini."

_$_$_

Fenly telah tiba di parkiran rumah sakit. Dia keluar mobil, lalu menyalakan alarm.

"Hmm... ini tempat Aji di rawat," ucapnya tersenyum.

Fenly mulai melangkahkan kaki menuju pintu utama menuju rumah sakit. Setiap langkah, Fenly tengah merencanakan sesuatu untuk membuat seorang bernama Fajri takkan melupakannya.

Tak sengaja seseorang menabrak pundak Fenly cukup keras. Beruntungnya Fenly memiliki reflek bagus.

"Kalau jalan tuh pakai mata bukan tangan!" sindir Fenly.

Orang yang menabrak terjatuh. Fenly tak ada niatan untuk menolongnya, dia memilih melanjutkan perjalanan menuju ruang informasi.

Pria itu bangkit berdiri perlahan. Dia memakai sebuah masker dan topi, mirip seperti orang yang mencurigakan di film.

"Ternyata target sudah datang," ujarnya tersenyum kecil.

Sang Pria langsung pergi keluar rumah sakit. Ia mengeluarkan sebuah ponsel, lalu mengetik beberapa pesan kepada seseorang.

Setelah pesan terkirim. Pria itu menatap sosok Fenly sekilas. "Apa yang akan terjadi ya?" tanyanya penasaran.

Fenly berhasil menemukan lokasi tempat ruang Fajri di rawat. Suasana di lorong rumah sakit terlihat cukup sepi, hanya ada beberapa perawat berjalan melewatinya.

"Oh, ini ruang Adik tercintaku."

Fenly mengintip sejenak melalui kaca. Dia dapat melihat sosok Fajri tengah tertidur di brankar dengan mulut yang terpasang alat bantu napas.

"Kasian sekali kamu Ji. Abang jadi sedih," ucap Fenly dengan nada mengejek.

Tak ada siapapun di dalam ruangan. Sepertinya Raka masih berada di ruangan Ricky di rawat.

Fenly dengan sesuka hati menyentuh ganggang pintu, lalu membuka perlahan. Suara mesin dan monitor langsung terdengar di gendang telinga.

Hal itu mengingatkan kembali ketika sang Bunda di rawat. Fenly agak pusing setelah kenangan menyedihkan itu terlintas.

"Ji... lo hanya membuat luka lama ini kembali. Gue jadi sangat membenci lo!"

Fenly melirik layar monitor. Semua tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, pernapasan dan saturasi oksigen dalam tubuh stabil.

Di pegang tangan Aji kasar. Fenly sampai mengenggam erat tangan Fajri yang lemah.

"Ji... lo mau mencari perhatian Bang Iky dengan cara seperti ini. Licik juga ternyata ya," cibir Fenly tak suka.

Fenly tersenyum tipis. Ada ide terlintas untuk mencabut pipa di mulut Fajri. Saat Fenly akan melakukan itu, sebuah suara menghentikan aksinya.

"Fenly!"

Deg!

_$_$_

Raka masih berada di ruang Ricky di rawat. Saat ini Ricky tengah tertidur setelah diberikan obat penenang.

Sejak Ricky di bawa ke ruangan, dia terus memberontak. Sakit di dada sampai tak dihiraukan. Nama Aji selalu disebut-sebut olehnya.

"Rick, lo harus tenang. Aji bakal sembuh dan lo juga."

Raka miris melihat kondisi kedua adik sepupunya. Kenapa mereka harus diberikan cobaan yang sangat berat sekali.

"Aji...

Aji..."

Ricky mengigau memanggil nama sang Adik. Hati Raka semakin linu melihat itu semua.

"Ya Allah, berikanlah Ricky dan Aji kesembuhan. Pertemukan mereka kembali dalam keadaan sehat sedia kala."

Raka berdoa. Semoga doanya bisa diterima oleh sang Maha Kuasa. Raka tak ingin mendengar kabar buruk untuk kesekian kalinya.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Dokter dan Suster Jannah memasuki ruangan. Raka tersenyum tipis menyambut kedatangan mereka.

Air mata langsung di hapus kasar. Raka tak boleh terlihat lemah dan sedih. Dia harus tegar serta selalu memberikan dukungan kepada Ricky dan Fajri.

"Selamat sore, Pak Raka," sapa sang Dokter.

"Sore, Dokter." Raka membalas ramah.

"Saya akan memeriksa kondisi pasien. Pak Raka boleh tunggu di luar sebentar." Sang Dokter berucap.

"Baik, dokter. Saya menyerahkan semua ini kepada para tim medis."

Raka pun meninggalkan ruangan. Dia menghela napas kecil saat mengintip melalui kaca. Ricky tengah diperiksa oleh dokter yang menangani.

"Hmm... sepertinya gue melihat kondisi Aji dulu," ucap Raka.

Jarak ruangan tempat Fajri dan Ricky di rawat tak terlalu jauh. Raka berjalan agak cepat. Perasaannya seakan tak tenang entah mengapa.

Saat Raka telah sampai di depan pintu. Raka dapat melihat siluet seorang Pemuda sedang berdiri di dekat Fajri tertidur.

Pintu ruangan terbuka. Dan Raka mengenali sosok Pemuda itu. Dia pun memanggil.

"Fenly!"

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro