My Brother's (26)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Farhan tengah sibuk di meja kantor. Dia mendapatkan tugas untuk meng-handel semua pekerjaan sang Bos.

"Haduh, akhirnya kelar juga," ujar Farhan terduduk lemas. Dia sandarkan tubuh di sofa empuk ruang kerja Ricky.

Peluh keringat muncul, padahal Farhan sedang berada di ruang ber-AC. Farhan bangkit sebentar meraih segelas sirup berwarna hijau yang mengugah tenggorokan.

"Aah... nikmat sekali," ucapnya merasakan tenggorokan basah terkena minuman segar.

Farhan melirik ke jam dinding di ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.

"Gue mau jenguk Fajri atau langsung pulang ya," gumam Farhan bingung.

Di sisi lain, hati Farhan mengatakan untuk menjenguk. Tetapi sang kekasih juga telah mengajaknya bertemu di salah satu restoran bintang empat.

Setelah menimang-nimang cukup lama, Farhan akhirnya telah memutuskan. Dia berdiri tegak, meraih flashdisk di atas meja dan sebuah kunci mobil.

"Sorry Ji. Pacar gue saat ini lebih penting. Pak Bos, saya pamit pulang dulu."

Farhan tersenyum lebar. "Setidaknya diri ini perlu untuk bersenang-senang dengan kekasih."

Sosok Farhan perlahan menghilang dari ruangan lantai dia bekerja. Bersiul kecil sambil memainkan ponsel merek apel di gigit keluaran terbaru.

"Sudah pergi," gumam seseorang tersenyum kecil.

Seseorang telah merekam segala aktivitas Farhan sejak tadi. Kini dirinya juga akan pergi meninggalkan ruangan dengan membawa sebuah bukti.

"Farhan... hidup lo sebentar lagi akan hancur," ucap seseorang itu menyeringai lebar.

Rencana jahat sudah tersusun rapi. Tinggal menunggu waktu yang tepat agar Farhan dan Ricky mengetahui sebenarnya.

Suara lift berbunyi. Seseorang itu masuk ke dalam lift. Pintu tertutup dan CCTV ruangan merekam semua kejadian di lantai tersebut.

_$_$_

Fiki masih duduk di halte bus dekat area sekolah. Cuaca di langit menunjukkan waktu akan menjelang malam. Fiki tak peduli sama sekali.

Jejak air mata masih membekas di kedua pipi. Sejak pulang sekolah dan bertemu Fenly, Fiki menangis.

"Bang Shan... kenapa lo jadi berubah?

Fiki kangen Bang Shan yang dulu."

Fiki tersenyum miris. Kenangan-kenangan indah bersama sang Kakak bermuncullan.

Entah sejak kapan sifat Shandy berubah. Dulu sosok Shandy akan selalu ada menemani dan menjaga Fiki setiap waktu.

Kini semua telah berubah. Fiki merasa dirinya tersakiti dengan sikap Shandy. Kedua orang tuanya malah terus menyalahkan Shandy.

"Bang Shan, apa Fiki sebenarnya bukan Adik kandung lo?"

Pertanyaan dan pemikiran buruk itu terlintas di otak. Fiki langsung menepis hal itu jauh-jauh. Fiki yakin bahwa dirinya adalah Adik kandung Shandy.

"Fik," panggil seseorang dari arah kanan.

Fiki menolehkan kepala. Dia melihat seorang Pemuda berkulit hitam manis berdiri tak jauh dari tempatnya berada.

"Bang Lang?!" seru Fiki sedikit heran.

Gilang tersenyum tipis. Dia berjalan pelan menuju tempat Fiki duduk.

"Lo kenapa nangis Fik?" tanya Gilang dengan mimik serta nada khawatir.

"Gue nggak nangis kok, Bang. Mata gue cuma habis kelilipin," jawab Fiki berbohong.

Gilang cuma tersenyum. Salah satu tangan mengelus surai Fiki lembut.

"Gue tahu kok saat ini hati lo sedang sedih," ucap Gilang menunjuk jari telunjuk tepat di dada kiri Fiki.

Fiki hanya diam. Dia tak tahu harus berucap atau berkata apa-apa lagi. Dan Fiki akhirnya menangis kembali.

"Bang... gue sedih. Gue takut sama semua ini," ungkap Fiki jujur.

Gilang menarik pelan tubuh besar Fiki. Dekapan hangat dirasakan oleh Fiki. Gilang mengelus lembut punggung Fiki memberikan kekuatan.

Fiki semakin menangis histeris di dalam dekapan hangat itu. Fiki ingin sekali melakukan hal ini dengan Shandy, namun apa daya keinginan itu mungkin takkan terjadi.

"Fik, lo tenang ya. Di sini masih ada gue. Lo kalau ada masalah bisa cerita langsung ke gue," ucap Gilang begitu manis dan perhatian.

Sosok Fiki seakan terbuai ucapan Gilang. Dia mengganggukan kepala kecil di dalam dekapan.

Seseorang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada. Seulas senyum menyeramkan terukir di bibir pucatnya.

"Fiki!" serunya geram. Kedua tangan mengepal erat.

_$_$_

Di rumah sakit...

Tepatnya di ruangan tempat Fajri di rawat. Pintu terbuka lebar, sosok Pria dewasa berdiri tegak di sana.

"Fenly!"

Fenly yang tengah berada di dekat pasien menghentikan aksinya. Dia membalikan badan, lalu tersenyum tipis.

"Eh, Bang Raka," ucap Fenly tenang.

Raka berjalan mendekati Fenly. Dia langsung memeluk tubuh Fenly. Punggung Adik sepupu itu ditepuk-tepuk pelan.

"Fen, kamu yang sabar ya," bisik Raka sedih.

Fenly tertegun. Seutas seringai kecil terukir manis di bibir Fenly.

"Terima kasih ya, Bang. Fenly sedih melihat Aji harus terbaring lemas di sini," balas Fenly.

Ternyata kemampuan akting Fenly patut diacungkan jempol. Fenly membalas pelukan Abang sepupu agar lebih menyakinkan.

Fenly bahkan memegang punggung tangan Fajri. Sejujurnya Fenly merasa jijik menyentuh sedikitpun tubuh Fajri.

"Bang Raka, Bang Iky di mana?" tanya Fenly.

Fenly tak menemukan sosok Abang kesayangan ya. Raka sudah melepaskan pelukan sejak tadi, raut wajahya begitu sedih.

Ada perasaan tak enak di hati Fenly melihat raut itu. "Ada apa Bang?" tanya Fenly sekali lagi.

Raka menghela napas pelan. Raka mulai menjelaskan kondisi Ricky yang tengah di rawat di ruangan lain.

Kedua netra Fenly melebar. Tubuh Fenly seakan melemas. Fenly tak kuasa menahan kesedihan. "Bang Iky...," ucapnya lirih.

Raka menepuk pundak Fenly pelan. Dia harus tetap tenang dan memberikan kekuatan bagi Pemuda di depannya.

Fenly bertanya di mana Ricky di rawat. Raka dan Fenly pun berniat untuk menuju lokasi.

Raka berjalan duluan. Fenly berhenti sejenak. Dia menatap penuh benci dan dendam ke arah Fajri yang masih tertidur lelap.

"Aji... kalau sampai Bang Iky kenapa-kenapa. Itu semua adalah perbuatan lo!" Fenly mengepalkan kedua tangan erat.

Fenly segera menyusul Raka yang sduah jauh di depan. Pintu ruangan Fajri tertutup cukup kencang. Garis di layar monitor Fajri berbunyi.

Sekitar lima menit, Raka serta Fenly sudah sampai di depan ruangan. Sang Dokter dan Suster Jannah baru saja keluar.

"Bagaimana dokter kondisi Bang Iky?" tanya Fenly tak sabar.

"Kondisi pasien saat ini sudah lebih tenang. Sebentar lagi pasien akan segera tersadar." Dokter menjawab dengan tenang.

Fenly langsung masuk ke dalam ruangan. Raka sebagai perwakilan mengucapkan terima kasih. Sang dokter dan Suster Jannah pergi untuk mengecek kondisi lainnya.

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro