My Brother's (3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ricky telah sampai di tempat kerja, di mana perusahaan milik mendiang kedua orang tuanya. Ricky sudah harus menjadi CEO di usia muda.

Awalnya Ricky tak mau, namun setelah kepergiaan orang tuanya. Dia harus merelakan mimpinya menjadi seorang penyanyi.

Sebuah keputusan sulit. Menjadi punggung keluarga membuat Ricky harus banting tulang mempertahankan perusahaan.

"Selamat pagi, Bos," sapa resepsionis ramah.

"Pagi, Kezia." Ricky membalas.

Kezia tersenyum tipis. Bahagia rasanya mendapatkan ucapan dari Bos berwajah tampan.

Ricky terkekeh kecil melihat kelakuan pegawainya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dalam berkerja. Bersikap ramah, sopan, murah senyum, tegas dan bertanggung jawab.

Pintu lift terbuka. Beberapa pegawai menganggukan kepala singkat ke Ricky, sedangkan Ricky tentunya membalas singkat.

Pegawai bertugas di dalam lift menekan tombol angka delapan, di mana tempat ruangan Ricky berkerja. Beberapa menit kemudian, sampailah Ricky di lantai delapan.

"Terima kasih," ucap Ricky pelan.

"Sama-sama, Pak. Semangat kerja ya," balas pegawai berusia lima puluh tahun.

Ricky senang mendengar ucapan dari pegawai tua tersebut. Menghormati usia lebih tua sudah tertanam di hati serta pikiran Ricky sejak kecil.

Tibalah Ricky di ruang kerja. Seorang pegawai laki-laki berambut keribo membuka pintu untuknya.

"Selamat pagi, Bos Ricky," sapanya.

"Pagi. Ada jawdal apa kita hari ini?" tanya Ricky berjalan menuju kursi singgahsana.

Tas kerja dia letakkan di atas meja. Pegawai laki-laki bernama Farhan Alvero mulai menjelaskan jadwal pekerjaan untuk Ricky.

"Nanti jam delapan pagi, kita ada rapat dengan pemilik saham. Lalu waktu makan siang, kita diundang untuk ke restoran Sydhan membahas kerjasama sebelumnya. Dan jam dua siang ada rapat mengenai administrasi keuangan bulan ini."

Farhan menjelaskan secara detail. Dia menutup berkas yang sudah disusun rapi sejak kemarin.

Ricky mengelus kening pelan. "Baiklah, terima kasih atas penjelasan panjang anda... Kak Farhan." kata Ricky tersenyum.

Farhan bekerja sebagai sekertaris pribadi Ricky sejak ia mengganti posisi mendiang Bos sebelumnya. Farhan merupakan Kakak kelas Ricky waktu berkuliah di salah satu universitas ternama di Jakarta.

Keduany mengambil jurusan Manajemen Bisnis. Ada satu fakta menarik yaitu Ricky sendiri yang merekomendasikan Farhan untuk berkeja di perusahaan ini, menjabat sebagai sekertaris pribadi.

"Tenang Bos. Saya akan mengerahkan sekuat tenaga dan usaha untuk memajukan perusahaan ini." ucap Farhan tulus.

"Gue cukup terharu, Kak. Tapi tetap tidak ada kenaikan gaji, hahaha..."

"Santai itu Bos, bisa diatur." Farhan membalas menepuk pundak Ricky.

Ricky dan Farhan sudah seperti Adik Kakak. Ricky akan mencurahkan isi hati dan masalah yang menghadapi dirinya. Sosok Farhan sangat dibutuhkan oleh Ricky untuk memberikan ia nasehat.

_$_$_

Suasana di rumah kediaman Zakno. Fenly berhasil menghentikan aksi Fajri untuk bunuh diri.

"Ji, lo kalau mau mati pikir dulu!" Fenly memarahi Fajri.

Andai saja Fenly tidak datang tepat waktu. Pasti nyawa Fajri 'mungkin' sudah tak tertolong.

Fajri hanya diam. Dia tak mencoba membisukan mulut dan memtulikan indera pendengaran.

"Ji... gue mohon sama lo, jangan kayak gini lagi," ucap Fenly lemas.

Fenly membantu Fajri berdiri. Fajri tetap diam selama Fenly menopang tubuhnya sampai ke kasur.

Anak kedua dari keluarga Zakno tak tahu harus berbuat apalagi. Fajri, adiknya mencoba untuk bunuh diri.

Jika, Ricky sampai mengetahuinya. Entah apa yang akan terjadi dengan Fajri.

"Ji... kalau gue bicara tuh tolong dengerin."

Fenly cukup lelah membujuk Fajri. Dia membuka gorden kamar Fajri, lalu kembali ke tempat sang Adik berada.

"Bang..."

Akhirnya Fajri berbicara. Kedua air mata kembali berjatuhan. Hati sudah tak kuat menahan beban ini semua.

Diperlakukan tidak adil oleh sang Kakak. Selalu Fenly yang dipuji bahkan diberikan kasih sayang layaknya saudara kandung.

"Ji, gue gatau harus bagaimana lagi?!"

Plakk!

Tiba-tiba Fenly menampar pipi kiri Fajri. Fajri menatap sang Kakak amat sedih.

"Ji..."

"PUAS BANG!"

Fajri meluapkan semua emosi yang ia tahan selama ini. Fenly terdiam melihat sosok Fajri seperti itu.

"AJI CAPEK BANG! AJI IRI SAMA BANG FENLY!

SETIAP HARI DIPERLAKUKAN LEMBUT SAMA BANG RICKY!

SEDANGKAN AJI... HANYA DIANGGAP ADIK TIDAK BERGUNA!

SEMUA KASIH SAYANG CUMA UNTUK BANG FENLY.

AJI CUMA BENALU DI KELUARGA INI!

LEBIH BAIK AJI MENYUSUL AYAH DAN IBU... BIAR KALIAN PUAS!

Fajri berhenti. Kedua pundak Fajri naik turun. Air mata sudah berlimpah keluar hingga 'mungkin' telah habis.

Sepanjang malam Fajri harus menangis seorang diri di kamar. Tak ada yang peduli dengan dirinya.

Bugh!

Fenly tiba-tiba memukul muka Fajri. Fajri tak siap harus terjatuh ke lantai. Sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"LO PIKIR DENGAN CARA BUNUH DIRI BISA MENYELESAIKAN MASALAH! HUH!

JI! LOE ITU BUKAN BENALU DI KELUARGA INI!

GUE... SAYANG SAMA LO JI..."

Bugh!

Fajri beraksi memukul wajah putih Fenly. Dia menindih tubuh Abang nya.

Air mata membasahi wajah Fenly. Fenly menatap kedua bola mata Fajri penuh kesedihan.

"Gue... juga mau diberikan kasih sayang seperti lo, Bang. Gue ingin kita seperti dulu," ucap Fajri lirih.

Fenly tak menjawab. Dia membuang muka ke sembarang arah. Rasa sakit di pipi tidak dia hiraukan.

"Ji... ini semua nggak bakal terjadi, jika Ibu dan Ayah nggak meninggal waktu itu."

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro