21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ish, kampret, kampret awakmu, Tin!" rutuk Valentina memukul kepalanya dengan kepalan tangan sambil berjongkok di depan ember kamar mandi. Kemudian dipandang nyalang pintu kayu bercat cokelat itu sambil mencibir Raditya yang bisa-bisanya mengajaknya dalam kesesatan dunia. Lalu, dia membasuh muka terutama bibir yang bolak-balik dijamah suami jahanam tak luput mengintip dada di balik kaus Minions dan berkata, "Anjir ... " 

Valentina merinding setengah mati saat Raditya hendak melepas celananya. Otomatis sisa kesadaran Valentina yang mengibarkan deretan cita-cita sebelum benar-benar punya anak membangunkan gadis itu. Refleks dia mendorong tubuh Raditya lalu berlari menuju kamar mandi menghiraukan suaminya yang sudah dipuncak gairah. 

Apakah hal ini termasuk dosa karena tidak bisa melayani sang suami? pikir Valentina. 

"Mana dia bilang sayang lagi, bilang aja pengen nganu," cibir Valentina mengambil sikat gigi untuk membersihkan giginya dari jejak Raditya. "Sebenarnya dia tuh suka sama aku apa Julia sih, jadi cowok serakah amat."

"Aku bisa denger kamu," sahut Raditya dari luar. 

Valentina memukul kepalanya lagi, kenapa harus satu atap dengan lelaki tak berpendirian seperti Raditya. Dia memilih bungkam dan menggosok gigi dengan odol untuk membersihkan jejak kecupan Raditya daripada menanggapi ucapan si mata empat. Kali ini Valentina harus memasang dinding sepanjang tembok Cina agar tidak mudah luluh atas sentuhan yang diberikan lelaki labil itu.

"Kamu mau sabar enggak buat nunggu aku?" tanya Raditya mengetuk pintu. "Aku kadang masih bingung juga."

"Sabar sabar, ndasmu! Ini perasaan bukan warkop yang seenaknya bisa kamu singgahi!" cerocos Valentina kesal sampai busa odol di mulutnya muncrat. "Kalau milih Julia ya udah, toh hubungan kita juga enggak ada manis-manisnya kan?"

(Kepalamu)

Setelah mengucapkan kalimat yang menggebu-gebu, Valentina terpaku dan malah keheranan lalu menepuk mulutnya seolah dia cemburu pada Julia. Dia bergidik ngeri merutuk diri sendiri kenapa harus panas hati padahal tak menyukai Raditya. Si dokter kejam yang berubah menjadi kang PHP itu mulai mengoyak-koyak pendirian Valentina agar tunduk padanya. Valentina geleng-geleng, mengusir bayangan Raditya dalam kepala dan memutar kembali sifat buruk lelaki itu padanya. Suami jahanamnya itu berubah menjadi sebaik malaikat ketika ada maunya saja. Bukankah Raditya pantas memenangkan piala Citra karena jago akting?

"Kamu juga ngejek aku pembantu kan di depan nenek lampir itu? Iya kan?" lanjut Valentina dongkol jikalau mengenang hari di mana pantatnya harus mencumbu lantai basah karena kedatangan si nenek lampir.

Cukup lama tak ada jawaban, Valentina mengira kalau Raditya sudah menyerah. Akhirnya dia keluar kamar mandi, mengendap-endap lalu berlari ke kamarnya sendiri usai membereskan laptop dan buku-buku yang teronggok di atas meja tamu. Dikunci pintu kamar lalu membanting diri di atas kasur sambil mengacak rambut hingga mirip sarang semut Papua. Dentuman di dadanya tak kunjung reda seperti seseorang sedang menabuh gendang dari dalam. Tak sesak juga tak longgar, perasaan Valentina sudah seperti semangkok es campur.

Sejujurnya dia sendiri juga tidak tahu akan perasaannya sendiri. Semenjak putus dengan Brian dan sikap Raditya yang mendadak mode sekalem kucing minta tongkol, sebagai jomlo akut tentu saja Valentina dibuat nyaman. Mereka juga sekarang jarang bertengkar seperti awal-awal pernikahan, malah kini sering melakukan adegan mesum bersama. Valentina meringis antara rasa malu bercampur marah kenapa Raditya tidak kunjung memastikan perasaan. Kalau di film-film, seharusnya sudah tumbuh benih-benih cinta antara mereka berdua kan? Kenapa dalam kehidupannya tidak? 

Lah, tapi kan aku istri sah. Kenapa harus bingung sama si nenek lampir? batin Valentina. Sekalipun Julia melempar batu yang baru matang dari gunung berapi, tak membuat posisi Valentina sebagai istri bergeser begitu saja. Toh, pernikahan mereka memang sudah diakui secara hukum negara maupun agama hanya saja tidak banyak yang tahu kalau gadis bar-bar yang kadang pemalas dan suka makan itu telah memiliki suami.  

Terbersit ide gila dalam benak Valentina untuk memikat hati Raditya, tapi membayangkannya saja bulu roma di sekujur tubuh mendadak merinding disko. Tapi, jika tidak dicoba, maka Valentina tidak akan tahu perasaan lelaki itu maupun perasaannya. Detik berikutnya, dia menggeleng merasakan pergolakan batin sedang saling melempar bom atom. Di sisi lain, andaikan dia mengenakan baju haram kemudian terbawa suasana maka daftar hal yang sudah direncanakan setelah wisuda luluh lantak. 

"Tapi kalau enggak gitu, enggak bakal tahu kan. Jadi aku ... harus ..." Valentina heboh sendiri, membayangkan jika harus menggunakan cara nakal untuk membuat Raditya jatuh cinta padanya. "Apa beli lingerie model-model sexy mermaid gitu ya? Tapi geli ... nanti kalau aku diapa-apain gimana? Aku enggak mau hamil dulu ..."

"Tina ..." panggil Raditya di depan kamar Valentina.

"Apa sih! Aku males ngomong sama kamu!" teriak Valentina.  

"Ayo makan, aku pesen Mcdonalds ini loh!" teriak Raditya membuat kedua mata Valentina membulat. "Barusan dianter!"

"Oke siap!" seru Valentina senang lalu berhenti kala tangannya memegang kenop pintu. 

Aduh, masalah makanan gitu aja aku langsung luluh sih! 

"Tina!! Enggak mau makan? Burgernya aku beli yang BigMac loh ..." teriak Raditya menunggu istrinya keluar kamar sambil senyum-senyum.

Mana burger kesukaan aku lagi, dasar mata empat!

Walhasil, Valentina keluar menghampiri Raditya dan mengambil burger, kola, kentang, dan ayam yang didampingi nasi tanpa melirik ke arah sang suami maupun mengucapkan sepatah kata. Dia kembali ke kamar dan membanting pintu dengan keras setelah susah payah membawa makanan tersebut. 

"Makasih!" teriak Valentina dari dalam kamar. 

"Dasar curut, enggak sopan banget sama orang tua," gerutu Raditya. 

###

Hari-hari terakhir stase gawat darurat menjadi sesuatu yang paling istimewa dalam kehidupan Valentina sebagai ners. Pasalnya, setelah ini dia tak perlu bertemu pembimbing bak perpustakaan berjalan, tak perlu membuang urin sampai tak perlu mencongkel anus-anus pasien koma untuk membantu mereka BAB. Memang Valentina tidak merasa jijik dengan hal tersebut hanya saja kenapa setiap tindakan yang berhubungan dengan kotoran selalu saja dia yang dapat. 

Contohnya lusa kemarin, baru saja dia melek dari dari tidur ayamnya, Valentina langsung disodori kotak handscoon oleh senior perawat untuk membantu salah satu pasien melakukan BAB. Belum lagi tubuh pasiennya lebih besar daripada Valentina dan dia harus bekerja seorang diri. Alhasil, sekuat tenaga luar dan dalam, Valentina melakukan tindakan personal hygiene pada pasien termasuk memandikannya. 

Kini dia berjalan dengan bangga mendahului dua temannya menyusuri lorong menuju ruang penyakit dalam khusus perempuan. Menurut informasi yang beredar di kalangan mahasiswa ners yang sudah praktik di sana, ruang yang berdekatan dengan ruang bedah perempuan itu memiliki perawat-perawat yang baik bak kasih sayang seorang ibu. Selain itu, kepala ruangan juga tidak pelit nilai termasuk saat ujian akan diberikan kemudahan, ditambah ada ruang khusus untuk mahasiswa. Sehingga jika jam istirahat tiba, mereka bisa duduk-duduk mengistirahatkan diri di bawah mesin pendingin. 

"Ada kantin kejujuran juga, jadi kamu enggak bakal kelaparan, Tin,"  ucap Desi salah satu teman sekelasnya tapi beda kelompok ners. "Selesai tindakan injeksi malam, kamu boleh tidur loh. Enggak kayak ruangan lain, kita enggak boleh tidur. Boleh pun di atas jam satu."

Valentina serasa menemukan surga dunia sekarang. Jarang ada ruang rawat inap memiliki kantin sendiri sebagai usaha kecil-kecilan perawat di sana. Biasanya mereka menjual camilan atau botol minuman yang ditaruh dalam kulkas, kadang pula menjual mi instan dalam gelas sebagai pendamping mahasiswa yang tidak membawa makanan dari rumah. Dia tidak sabar untuk jaga di sana dan bertemu para senior maupun pasien dengan kasus berbeda. 

Begitu masuk, senyum yang tadinya merekah seperti kue tradisional kembang goyang mendadak lenyap begitu saja melihat dua sosok menoleh ke arahnya seakan Valentina ini manusia yang baru saja keluar dari gua. Namun, bukan sosok lelaki berkacamata yang membuat senyum manis itu memudar melainkan sosok di sebelahnya yang menyorot tajam seperti menusukkan ratusan jarum suntik ke dada Valentina. Dia bergerak mundur membiarkan dua temannya maju hingga Okin mengernyit heran. 

"Kenapa, Tin? Kok langsung lemes masuk sini," tanya Okin bingung.

"Iya nih, tadi gaya bener pakai jalan paling depan sok-sokan pengen langsung dapet kasus," sahut Dyas. 

Okin merangkul pundak Valentina sambil berkata, "Tenang, Tin, kalau di sini kita aman karena banyak teman."

"Jancuk ... pake peluk-peluk segala," desis Raditya melihat teman sang istri masih setia mendekap bahu Valentina. "Heh! Sini kalian!" hardiknya memanggil tiga bocah itu. 

Otomatis Okin melepas pelukan sayang kepada Valentina kemudian mengumpat pelan, "Bangsat, Tin. Ketemu orang itu lagi." 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro