Bab 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Wah, ada gebetan baru nih!" sindir Julia di kantin rumah sakit setelah akhirnya bertemu Raditya di akhir shift. Dia menyedot minumannya sampai tak tersisa lalu menyandarkan punggung ke kursi sambil melipat tangan di dada. "Kayaknya dari tatapan kamu, kalian berdua kenal dekat."

Raditya yang sedang menikmati seporsi nasi ayam geprek mengabaikan sejenak ocehan kekasihnya. Perutnya sudah melilit akibat tenaga yang sudah terkuras habis setelah melakukan kunjungan pasien, responsi dengan dokter bimbingannya, sampai mengajari anak-anak koas. Walau masih tahun kedua, banyak PPDS senior yang merekomendasikan Raditya sebagai tempat untuk belajar para calon dokter muda. Alhasil, pujian itu menjadi beban besar di punggung. Kadang dia berpendapat kalau lebih baik menjadi dokter yang biasa-biasa saja daripada harus menonjol seperti ini. Sayang, sisi lain Raditya yang ambisius selalu berhasil menang.

"Kamu kok diem sih, Dit!" seru Julia makin kesal. 

Raditya membuka botol air mineral, meneguknya dengan cepat melintasi kerongkongan yang melegakan dahaga. Betapa nikmat ayam geprek langganannya yang bisa menaikkan mood dokter itu. Energinya sudah ke angka seratus persen yang berarti dia siap menjadi pendengar baik Julia yang sedang merajuk seperti anak PAUD. "Kamu kenapa sih?"

"Astaga, kamu B aja gitu jadi bahan omongan anak-anak di WA?" Julia mendelik seperti ingin mencekik Raditya saat ini juga. "Kamu sama cewek itu kenal? Si Valentina Rossi? Nyebut namanya aja najis!"

"Kamu kok gitu sih!" ketus Raditya tak terima kalau nama istrinya disebut sebagai kotoran. "Nama itu doa, orang tuanya susah-susah ngasih nama kamu malah bilang najis. Lagian, kan kita satu rumah sakit," cerocosnya. "Lagian apa yang perlu dikhawatirkan? Besok paling anak-anak udah lupa. Kamu aja yang lebay, Julia."

"Tuh kan! Malah bela bocil itu! Kalau diinget-inget kamu udah enggak manggil aku Sayang lagi!" Julia merajuk, memajukan mulutnya benar-benar dibuat jengkel dengan pikiran Raditya yang terlewat santai. Harusnya lelaki itu tahu kalau sebagai pasangan kekasih mesti menjaga pandangan dan perasaan masing-masing. Apalagi mereka sudah terkenal sebagai pasangan harmonis dan romantis ala drama Korea. Tidak mungkin Julia akan merusak reputasinya demi seorang bocah bernama Valentina Rossi. 

"Aku enggak bela siapa-siapa, cuma harusnya kamu jangan gitu. Belum tentu dia beneran menaruh rasa suka kan?" 

Emang si Tina udah mulai suka sama aku? batin Raditya penasaran. 

"Ya, pokoknya aku enggak suka kalau dia bilang gitu sampai nyebar di grup WA. Nyebelin banget," omel Julia.

Raditya terkekeh lalu mencubit pipi tirus Julia. "Apa sih Sayang? Kamu makin gemesin loh kalau ngambek gini."

"Jangan cubit-cubit!" Julia menepis tangan Raditya sambil merengut. "Aku enggak suka ya kalau kamu ketemu itu bocah! Gayanya kecentilan."

"Emang," timpal Raditya membenarkan sikap Valentina yang agak genit. Tapi baginya malah lucu dan menggemaskan versi Valentina bukan perempuan lain. "Udah lah, anak kecil kok kamu urusin."

"Habisnya ..." Julia menarik kursi agar lebih dekat dengan Raditya lalu menggelayut manja di lengan kekasihnya itu. "Cemburu tahu kalau cewek deket sama kamu."

Raditya hanya tertawa dan tak sengaja ekor matanya menangkap sosok Valentina yang justru mengacungkan jari tengah padanya. Raditya membalas acungan jari itu kemudian mengibaskan tangan seolah mengusir Valentina agar tidak terlihat Julia yang hatinya sedang tak menentu. Hanya cari ini yang bisa Raditya lakukan untuk mendinginkan emosi Julia daripada mengundang perang dunia ketiga. Dia hafal betul bagaimana karakter Julia kalau ada seseorang yang memancing amarahnya. Raditya tidak ingin hal itu terjadi selagi mereka berada di lingkungan yang sama apalagi sampai terendus pihak kampus. 

Sejujurnya, Raditya juga merasa aneh dengan perasaannya sendiri akhir-akhir ini. Dia serasa sedang mengenakan dua topeng berbeda dan berubah-ubah kalau berdekatan dengan dua perempuan yang hadir di hidupnya. Valentina dan Julia seperti dua barang kesayangan yang tidak ingin Raditya rusak sampai kapan pun. Memang sedikit egois, tapi inilah sisi kelemahan kaum adam saat dihadapkan dua pilihan. Oleh sebab itu, di awal pernikahan, Radityalah yang meminta agar hubungannya dengan Valentina tetap menjadi sebuah rahasia besar.

"Idih ... gayamu main rahasia-rahasiaan. Emang kamu doang yang sudi sama pernikahan ini?" kata Valentina sehari setelah akad. "Pokoknya, sesuai perjanjian, kamu nanti bayarin aku kuliah S2 sampai spesialis!"

"Iya asal IPK kamu bagus, bakal aku bayarin."

"Terus, aku juga enggak mau hamil sebelum lulus kuliah. Titik!" titah Valentina yang ingin menunda punya anak. "Kamu enggak mau kan repot-repot ngurus anak waktu PPDS?"

"Berisik banget sih! Kalau pun kamu hamil, orang tua kita juga seneng. Ya udah titipkan aja ke mereka, beres!" 

Tapi, apakah rahasia itu akan selamanya jadi rahasia kalau perlahan-lahan hatinya sudah mulai terselip nama Valentina?

Entahlah...

###

Ketika Raditya baru sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam setelah mengerjakan jurnal di rumah sakit, dia mendapati Valentina sibuk mengetik di laptop dengan beberapa buku tebal di sampingnya. Untuk beberapa saat lelaki itu memusatkan bola matanya pada lekukan bibir Valentina yang kemarin sempat dia kecup lembut. Seketika itu juga ada gelombang yang memenuhi diafragma Raditya, bukan asam lambung akibat dia sering melewatkan jam makan, bukan juga rasa sesak di dada. Gelombang itu menggelitiki diri dari dalam menciptakan sebuah ledakan tak kasat mata yang hanya Raditya tahu. Tanpa disadari Valentina, bibir Raditya tertarik ke atas ingin sekali menyapa bibir sang istri lagi. Lagian bukan dosa kan kalau ingin berbuat mesum pada istrinya sendiri?

Valentina mendongak menyadari ada sosok tinggi tengah mematung di ambang pintu sambil senyum-senyum sendiri. Dia pun merobek kertas binder dan meremasnya kemudian melempar ke arah suami jahanam yang seenak udel bermesraan dengan Julia. Raditya kaget kemudian kembali ke topeng lain di mana dia harus bersikap kalau tidak ada apa-apa di antara mereka berdua. Dia membungkuk memungut kertas itu dan melempar balik ke arah Valentina, "Enggak usah nyari gara-gara."

"Suruh pacarmu yang paling benar seplanet ini enggak ngurusin aku deh!" sungut Valentina. "Kayak dia paling bohai aja."

"Emang bohai," timpal Raditya berjalan ke kamar.

Valentina mengejar Raditya hendak menendang pantat lelaki yang selalu memandang perempuan dari fisik. Dia kesal kalau disanding dengan Julia padahal sekarang Valentina giat belajar agar bisa mengimbangi pacar Raditya di rumah sakit. Meski hanya perawat, dia yakin kalau ilmu juga tak jauh-jauh dari anak-anak dokter. Bahkan tadi dia sempat ikut ke kamar operasi melihat kegiatan operasi kecil dan diajari oleh salah satu perawat melakukan hecting--jahit luka. 

"Tin," panggil Raditya mengurungkan niat jahat Valentina yang sudah memasang kuda-kuda. "Mau makan mi berdua?"

"Hah?" Valentina melongo tak mengerti.

"Aku laper," ucap Raditya melepas bajunya tanpa sungkan hingga menampilkan otot perut yang melumpuhkan tungkai Valentina. Lelaki itu berjalan mendekat lalu sedikit membungkuk untuk menyejajarkan pandangan. Lagi-lagi bola matanya tidak bisa melewatkan bibir Valentina yang selalu dipulas lip tint oranye itu. Sisi liar Raditya memberontak ingin mendaratkan bibirnya di sana sekali lagi. Bahkan sekujur tubuh sang dokter mendadak meremang sementara dia memiringkan kepala menepis jarak. 

Firasat Valentina berkata kalau ciuman itu akan terjadi lagi. Sialnya, dia tidak bisa bergerak sekali pun hatinya sudah berteriak memohon kepada otak untuk menggerakkan tubuh. Alhasil, yang bisa lakukan hanya memejamkan mata sambil membuka sedikit mulutnya seperti di adegan-adegan film dewasa kalau mau berciuman. 

"Jangan lupa tambahi cabe sama sawi yang ada di kulkas," bisik Raditya di depan bibir Valentina lalu memundurkan diri sambil menahan tawa. 

Alis Valentina bertaut, otaknya yang tadi berhenti mendadak kini tersadar kalau Raditya sedang mengerjai dirinya. Benar saja, saat membuka mata lelaki itu sudah membaringkan diri di atas kasur dengan bertelanjang dada. Wajah Valentina memerah bak tomat terlalu matang menerima kenyataan kalau Raditya sudah mempermainkan perasaannya yang sempat melompat tinggi ke angkasa. Seraya mengepalkan tangan, dia bergegas menindihi Raditya sambil mencekik leher Raditya dan berteriak, 

"Jangan bikin aku baper, bangsat!"

"Tina!" pekik Raditya geli lalu tangannya menggelitiki pinggang sedikit berlemak milik Valentina. Gadis itu menjerit karena paling anti dengan kilikan di daerah perut sampai Raditya berhasil membalikkan keadaan. 

Kini gadis itu berada di bawah kungkungan lengan Raditya, senyum yang tadi merekah kini hilang tak berbekas berganti dengan debaran jantung yang berdentum keras menabuh dadanya dari dalam. Valentina menelan ludah tak bisa berpikir apa yang terjadi selanjutnya walau tahu kalau hal seperti ini bisa berakibat lain bagi dua manusia yang terjebak di dalam kamar. Seperti di film-film, batinnya. Dia juga tidak mau menaruh ekspektasi lain kalau tadi saja Raditya meruntuhkan harapannya. 

Kenapa di sini panas sekali? batin Valentina. 

Tanpa aba-aba, Raditya memberikan sebuah kecupan di bibir Valentina yang sempat mengerucut. Sontak saja Valentina dibuat mati suri oleh tindakan Raditya yang tidak terencana itu. Tapi, sinyal-sinyal dalam kepalanya langsung mengirim perintah dengan menggerakkan lengan Valentina untuk melingkar di leher Raditya agar kecupan yang kini menjadi lumatan-lumatan kecil tidak berakhir begitu saja. Dia terhanyut dengan permainan Raditya sampai tak sadar kalau bibir Valentina mulai lihai memanjakan suaminya. 

"Tin ..." erang Raditya dengan pandangan menggelap kala jemari kanannya menelusuk masuk di balik kaus Minions milik istrinya. Meraba kulit halus itu dan berhenti tepat di dada Valentina. "Aku ..."

Tak sempat melanjutkan ucapannya, bibir Raditya dibungkam Valentina yang artinya malam itu akan menjadi malam pertama mereka. Valentina sudah tidak memedulikan tugas di laptop atau tak ingat dengan perintah Raditya yang menyuruhnya membuat mi instan. Dia sudah terjerembap di lubang besar di mana Raditya akan mempersembahkan hal yang tidak disangka-sangka. Sementara itu jiwa Valentina membumbung tinggi menembus ke langit tertinggi alam semesta bersama Raditya. Dua insan yang memantik hasrat di kamar itu telah melupakan bahwa mereka pernah saling membenci.

Kini, yang ada di sana hanyalah dua tubuh yang saling menyatukan diri merasakan betapa mereka sebenarnya saling tertarik satu sama lain namun terhalang oleh rasa gengsi. Mungkin dari titik ini, penghalang-penghalang di antara keduanya mulai runtuh sedikit demi sedikit. Raditya tersenyum tipis menempelkan dahinya ke dahi Valentina yang sudah dibanjiri keringat. 

"Aku sayang kamu," bisiknya kemudian mencium kening sang istri dengan sayang. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro