23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Heh! Ngapain ke sini!" hardik Julia seakan menangkap basah tikus kotor berwujud Valentina. Bagaimana mungkin gadis berpakaian daster itu berada di rumah Raditya? Ataukah pembantu yang selama ini diceritakan sang kekasih adalah Valentina? Lantas kenapa Raditya harus berbohong sejauh ini padanya? Hubungan macam apa sampai gadis itu mau menjadi pengurus rumah seorang bujangan tampan seperti Raditya?

"Lah, ngapain dokter datang ke sini?" balas Valentina berusaha setenang mungkin menutupi rasa gugup yang mulai menguasai. Dia merutuki Julia dalam hati kenapa dokter sok cantik yang mulutnya ngalahin emak-emak ditagih rentenir malah datang tanpa permisi. "Ini kan rumah saya."

"Rumah kamu?" Dia menganga lebar lantas tersenyum miring menyorot penampilan kumuh Valentina. "Ck, dadi pembantu ae sombong!"

(jadi pembantu aja sombong)

Hilang sudah kesabaran Valentina, kedua tangannya otomatis mengangkat ember berisi air bekas pel yang sudah sangat keruh kemudian menyiramkannya tepat mengenai wajah sang dokter bermulut pedas itu. Suara teriakan terdengar memekakkan telinga bersamaan ember biru dibanting Valentina ke lantai. Tak peduli air kecokelatan sedikit berpasir kembali mengotori rumahnya. Dia lebih baik membersihkan untuk kedua kali daripada harus menerima hinaan dari bibir Julia.

"Kalau saya pembantu kenapa! Emang salah!" seru Valentina berapi-api. 

Julia langsung menjambak rambut Valentina hingga kulit kepalanya terasa ditarik paksa. Gadis itu menjerit kesakitan berusaha melepaskan tangan si nenek lampir. Tak mau kalah, Valentina membalas meragut rambut panjang Julia sambil meluncurkan sumpah serapah dan nama-nama binatang tanpa takut dosa. Dia sudah jengkel setengah mampus setiap kali kekasih tahu diri Raditya itu menjelekkannya seakan Valentina memiliki jutaan kesalahan yang tidak dapat dimaafkan. 

"Asu! Raimu sok kemayu, bedes!" ejek Valentina. "Lambemu lamis kayok iwak lele, bangsat!"

(Anjing! Wajahmu sok cantik, monyet!)

(Mulutmu licin kayak ikan lele)

"Loh! Hei! Hei!" teriak Raditya yang baru saja datang dan menangkap dua perempuan itu sedang saling merontokkan rambut. Sekuat tenaga dia memisahkan Julia dan Valentina tapi malah Raditya sendiri yang terjungkal sampai pantatnya menyentuh lantai. Ketika mengaduh barulah dua perempuan tak tahu diri itu menoleh bersamaan dan memekik.

"Radit!" 

"Sayang!"

Julia segera membantu Raditya berdiri sebelum didahului Valentina. Raditya melihat celananya basah sekaligus kotor sampai jiwa super bersih yang ada pada diri lelaki itu memberontak dan mengabaikan rasa nyeri di tulang ekor. Gelombang kemarahan membekap sang residen lantas menunjuk dua makhluk pembuat onar itu seraya berseru, "Kalian ini kenapa sih! Kamu juga Julia kenapa tiba-tiba datang?"

"Kok aku yang disalahin?" Julia melotot tak terima. "Oh ... jadi ini yang bikin kamu memperlakukan bocil pembantu ini beda ya?"

"Si kamp--" Valentina hampir memukul Julia jika Raditya tidak memotong ucapannya. 

"Dia pembantu juga sepupuku," tandas Raditya kembali berdusta.

"Sepupu? Mana mau aku punya sepupu macam setan," cibir Valentina yang mendapat balasan sinis dari sorot mata Raditya. 

"Pembantu? Sepupu?" Julia mengulangi ucapan Raditya lalu menyoroti Valentina dari atas ke bawa dengan tatapan mengejek. "Dibayar berapa kamu mau jadi kacungnya Radit?"

"Julia!" seru Raditya.

"Apa?" nada Julia meninggi. "Kamu enggak lihat aku korban di sini? Oh ... kamu udah enggak mau peduli sama aku lagi, iya kan?"

"Astaga, enggak, Julia." Raditya meraih lengan kekasihnya namun ditepis kasar. "Hanya saja--"

"Udahlah, Dokter pulang aja, mata saya agak buram kalau lihat manusia enggak punya etika," sambar Valentina sudah kehabisan kesabaran melihat Raditya terlali lembek menghadapi Julia. "Saya mau bersih-bersih, biar Tuan Raditya enggak ngomeli saya, oke! Sana, hush!" Valentina memungut kembali ganggang pel yang teronggok di lantai lalu mengusir Julia agar segera pergi manalagi kakinya masih mengenakan sepatu kets yang mengotori teras. 

Merasa dipermalukan, Julia bergegas pergi meninggalkan Raditya dan Valentina dengan hati yang mendidih ingin berteriak sekuat mungkin. Dia masih tidak menyangka jikalau pembantu yang selama ini mengurus rumah Raditya adalah Valentina Rossi, si mahasiswa perawat yang tidak becus membaca EKG. Tapi, sepupu? Tidak mungkin Raditya mau satu rumah dengan gadis itu jika bukan ada hal lain. Apakah dia sudah kehabisan tempat kos di kota sebesar ini? Tidak masuk akal sekali kan?

"Julia!" panggil Raditya menahan lengan gadis semampai itu. "Dengarkan aku."

Julia menangkis tangan Raditya seakan lelaki di depannya ini mengandung racun mematikan. Buru-buru dia membuka pintu mobil tak mengindahkan panggilan penuh harap dari bibir lelaki itu. Dia sungguh geram dengan kebohongan Raditya kenapa tidak berkata dari awal kalau mereka tinggal serumah tanpa ada orang lain di sana. Sesuci-sucinya Raditya, menurut Julia dia tetaplah laki-laki yang memiliki hawa nafsu. Sekelebat bayangan penuh adegan mesum antara Raditya dan Valentina memenuhi kepala Julia. Sungguh hatinya diselimuti api cemburu. 

"Kayaknya aku harus menelepon Tante Sofia deh," gumam Julia melirik tajam layaknya sebilah pisau yang telah diasah ke Raditya. "Awas aja kalau ada sesuatu yang selama ini disembunyikannya."

###

Hanya suara cicak yang berceloteh di dinding teras rumah ketika jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Gerimis di luar sebagai tanda datangnya musim hujan tak lantas mendinginkan kepala Raditya yang terlanjur memanas akibat insiden sore tadi. Beruntung pertikaian antara Valentina dan Julia tidak sampai menjadi atensi karena perumahan yang ditinggali Raditya memiliki tetangga masa bodoh dengan urusan tetangga lain. Meski begitu tidak menutup kemungkinan pasti ada segelintir orang yang kepo dengan pertengkaran dua perempuan itu. 

Kini dengan menumpu kaki kanan di atas kaki kiri, melipat kedua tangan seraya menghela napas beberapa kali, Raditya memperhatikan Valentina yang duduk meremas lutut sambil menundukkan kepala. Yang patut disayangkan dari kejadian tadi sore adalah kenapa Valentina harus menyiram Julia dengan air bekas pel. Padahal bisa saja kan dia menyuruh Julia pergi tanpa harus berbuat onar. Ditambah ponsel Julia tidak bisa dihubungi pun semua pesan teks yang dikirim kepada gadis itu hanya dibaca saja.

"Puas bikin dia marah sama aku?" Raditya membuka suara terdengar begitu tegas namun di hati Valentina seperti sedang menyayat dengan silet. "Kamu bisa berpikir panjang enggak sih, Tina?"

"Bukan aku kok yang cari gara-gara," bela Valentina memajukan mulutnya tak terima. "Gara-gara kamu nyebut pembantu, aku diejek dia pembantu! Masih untung ya aku enggak bilang kalau kita suami-istri!"

"Nyebut pembantu doang emang salah? Enggak ngejek yang lain kan? Kamu gitu aja kok langsung emosi sih!"

"Loh, kamu kok malah bela dia sih? Kamu ini suamiku apa bukan?"

"Ini bukan perkara suami atau enggak, Tina," ujar Raditya. "Tapi, harusnya kamu enggak langsung menyiram dia pakai air pel dan menghina dia enggak ada etika. Gila ya kamu!"

"Aku gila? Yo awakmu sing gendeng!" geram Valentina. "Sekarang gini aja deh! Mau kamu apa sih!" tantangnya kesal.

(Iya kamu yang gila)

Seketika itu pula Raditya langsung bungkam hingga beberapa menit, menyisakan suara rintik hujan yang makin lama makin deras. Dia berpaling menghindari tatapan penuh tuntutan itu sambil mendecak. Sejujurnya dia juga tidak tahu apa yang diinginkan setelah Julia memergoki Valentina di rumah. Yang pasti, dia hafal kalau Julia tidak akan tinggal diam mengingat Raditya sudah pernah mengikrarkan janji untuk melamar. Ah, rasanya kepala Raditya ingin meledak sekarang juga. 

"Enggak bisa jawab kan?" Valentina kembali mencerocos. "Udah lah, kalau kalian putus ya putus ya, emang cewek di dunia ini cuma si nenek lampir aja."

Raditya hendak membalas ucapan Valentina ketika tiba-tiba ponselnya berdering menunjukkan kontak mamanya. Buru-buru tangan Raditya meraih benda kotak itu dan beranjak menuju teras rumah menikmati syahdunya malam diselingi hujan seraya menjawab panggilan dari Sofia.

"Iya ada apa, Ma?"

"Ada yang perlu Mama bicarakan sama kamu," kata Sofia dengan nada serius. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro